"Enak?"
"Enak dong, kapan sih es krim itu gak enak?"
Jenggala tertawa mendengar balasan Mora, laki-laki itu memperhatikan Mora yang sibuk memakan es krimnya.
Ya, kali ini mereka berada di sebuah kedai es krim kecil yang sering mereka kunjungin bersama, tempatnya berhadapan langsung dengan kafe yang cukup besar di seberangnya. Tadi Jenggala yang mengajak Mora untuk mampir sebentar, Mora ya jelas mau mau saja sebab es krim adalah favoritnya.
"Pelan-pelan, aku gak minta es krim nya," celetuk Jenggala ketika melihat Mora memakan es krimnya dengan buru-buru sehingga sekitar mulutnya menjadi kotor.
Perempuan itu hanya menyengir bak kuda, ia tetap saja melanjutkannya dengan buru-buru karena Mora tidak suka dengan es krim yang sudah mencair.
Gala menggelengkan kepala, ia tidak memesan apapun karena perutnya sudah terisi penuh saat itu.
"Oh iya, hari Minggu besok kamu mau ajak aku kemana?" tanya Mora teringat ajakan Gala semalam.
"Ada deh," jawab laki-laki itu. Tangannya terangkat bebas untuk membersihkan ujung bibir Mora yang terkena es krim.
Mora terdiam sebentar. Gala berhasil membuatnya lupa cara bernafas kala itu.
Perempuan dengan seragam sekolah itu menetralkan dirinya sebelum kembali membalas jawaban Gala.
"Ih mainnya rahasia ya sekarang."
"Udah ikut aja, kamu pasti suka."
"Kalau gak suka?"
"Ya gimana yaaa." Gala menggaruk belakang kepalanya lalu keduanya terdiam sebentar sebelum kembali bersuara dengan tawa.
Entah bagian mana yang terlihat lucu, namun dua orang itu tidak peduli.
Tapi tunggu.
Kita melupakan satu orang disini yang melihat kesenangan mereka.
Juni.
Laki-laki itu menatap keduanya melalui kaca kafe milik mas Surya yang berada tepat di seberang kedai es krim, dari Mora yang memakan es krimnya sampai keduanya tertawa bersama.
***
Hari Senin.
Pulang sekolah Mora, Juni, dan personil lainnya memutuskan untuk latihan bernyanyi walaupun hari itu bukan jadwal ekskul. Mereka ingin berusaha semaksimal mungkin, terlebih untuk Mora yang memang pertama kali tampil di atas panggung.
"Lagu apanih?" tanya Dika sebagai pemain keyboard. Laki-laki itu sudah bosan memainkan macam instrumen yang tak jelas liriknya pada keyboard Donner DEP-20 milik sekolah.
Mora tampak berfikir sejenak, saat ingin menjawab Juni lebih dulu menyela.
"Garis terdepan, Fiersa Besari." Laki-laki itu menoleh sebentar menatap Mora, "bisa?"
Seluruh isi ruang musik diam sebentar sebelum akhirnya Mora menjawab mengiyakan pertanyaan Juni.
Mereka semua bersiap termasuk Mora dan Juni yang sudah siap dengan microphone mereka masing-masing. Mora menatap patner bernyanyinya yang tengah mempersiapkan diri, ini akan jadi kali pertama ia melihat Juni bernyanyi secara langsung.
Bilur makin terhampar dalam rangkuman asa
Kalimat hilang makna logika tak berdaya
Di tepian nestapa hasrat terbungkam sunyi
Entah aku pengecut entah kau tidak peka
Kumendambakanmu mendambakankuJuni bernyanyi di bait pertama lalu bait keduanya secara bersama dengan Mora.
Bila kau butuh telinga tuk mendengar
Bahu tuk bersandar raga tuk berlindung
Pasti kau temukanku di garis terdepan
Bertepuk dengan sebelah tangan