Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
*
*Sore ini Sahna tengah berada di dalam kamar dengan Langga. Sehabis mandi, Sahna langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur seraya mencebikkan bibir karena kesal pada Langga yang tidak membolehkannya lagi untuk memakan mangga. Padahal, sebelum mandi ia sudah menghabiskan 6 mangga. Jelas saja jika Langga tidak mengizinkannya.
Langga yang sedang membaca buku lalu melirik kearah sang istri yang sedang tengkurap. Ia yakin, pasti istrinya itu sedang kesal dengannya perihal mangga. Padahal, niatnya baik, ia hanya takut jika Sahna memakan banyak mangga akan sakit perut.
Langga terkekeh melihat tingkah Sahna yang menendang pelan kasur karena kesal, lalu ia melanjutkan lagi aktivitasnya mebaca.
"Aku mau ke dapur, mau nitip?" tawar Sahna tanpa menatap wajah Langga. Langg mendongak menatap sang istri yang sedang berdiri seraya merapikan kerudung.
"Hem ... coklat hangat aja," jawab Langga lalu tersenyum.
"Jangan senyum!"
Langga mengerutkan kening bingung, "Memangnya kenapa, Humaira?"
"Nanti aku meleleh ... " ucap Sahna dan menjatuhkan tubuhnya dan terbaring di lantai.
Langga terkekeh lalu menaruh bukunya di meja dan menghampiri Sahna, "Ada-ada aja. Ayo bangun," titah Langga membantu Sahna bangkit.
Sahna menyengir ke arah Langga. "Mau mangga ya? Satu ... aja!" mohon Sahna menangkup pipi Langga.
Langga tersenyum lalu meraih lembut kedua tangan Sahna yang berada di pipinya, "Udah makan 6 loh, masa mau lagi. Nanti kalo perutnya sakit gimana heum?" lembut Langga lalu mengecup dahi Sahna.
Sahna menggeleng lemah, "Yaudah, aku buatin dulu coklat hangatnya." lesu Sahna berlalu menuju dapur.
Langga tersenyum menatap kepergian Sahna lalu mendudukkan bokongnya di sofa. Kemudian, ia meraih ponselnya yang berdering di atas meja. Ia menatap layar ponselnya yang ternyata manajer kafenya yang menelpon.
Ia mengangguk-anggukkan kepalanya, sesekali menimpali ucapan sang manajer lalu mematikan telpon tersebut dan menaruh kembali ponselnya di atas meja.
Sepuluh menit kemudian Sahna masi juga belum kembali, Langga yang khawatir lalu mengecek Sahna di dapur.
"Nggak ada?" bingung Langga lalu membuka satu persaru-satu lemari dapur.
"Tidak mungkin kan Sahna bersembunyi di lemari yang hanya bisa dimasukin bayi baru oven?" monolog Langga menatap lemari dapur tempat alat masak.
"Bawah meja juga nggak ada, kamar mandi, dapur juga nggak ada. Ngajan-ngajan ... Sahna punya jurus menghilang atau kasat mata!?" tebak Langga dengan ekspresi serius.
Plak!
Langga menampol pipi kanannya pelan, "Ya kali ah Sahna bisa begitu, ini kan bukan jaman purba, ya kali bisa! Ngadi-ngadi emang si Langga." monolognya lalu melirik ke arah keranjang buah berisi mangga yang berada di atas meja makan.
Lalu dengan secepat kilat ia menghampiri meja dan menghitung mangga di keranjang itu, "Perasaan tadi masih lumayan deh?" monolog Langga.
Kemudian ia keluar dari dapur lalu mengetuk dagunya seraya berpikir mangga yang seingatnya masi teraisa banyak tadinya kini hanya tinggal beberapa saja.
Langkah Langga terhenti kala melewati tangga, lalu ia memundurkan langkahnya. Ia memasang telinga ke arah belakang tangga.
"Buset dah! Manis bet ni mangga, kek senyuman si fulan. Asli! Kagak rela gue bagi-bagi ni mangga. Cukup untuk seorang Sahna saja." ucap Sahna dari belakang tangga seraya menyuapkan mangga ke dalam mulutnya.
"Kalo gini kan aman, Langga mana tau gue lagi makan mangga. Kalo tau beuh ... ! Kena siraman rohani gue!" kesalnya.
"Oo ... gitu ya?" lembut Langga yang sudah berdiri di hadapannya dengan bersedekap dada.
Sahna berhenti mengupas kulit mangga dan perlahan mendongak menatap Langga yang tengah tersenyum manis kearahnya.
Sahna menyengir ke arah Langga, "Kok tau aku disini? Coklat angetnya ... "
"Coklat angetnya manis kok. Semanis istriku ini." sela Langga dengan senyum manis.
"Tadi di anter angin ke kamar, terus anginnya bilang gini. Ekhem! Tuan muda Langga yang tampan menantunya Abi Abram dan Umi Lea, Tuan Putri Sahna sedang bersemedi di balik tangga dengan seperangkat mangga!" ucap Langga menatap datar Sahna yang meringis.
***
"Umi kenapa?" tanya Abi Abram kala melihat Umi Lea yang duduk di sofa dengan melamun di depan jendela yang mengarah langsung pada lapangan pesantren.
Umi Lea menoleh kearah Abi Abram, "Abi?" panggilnya.
"Iya, Humaira? Butuh sesuatu heum?" lembut Abi Abram lalu mendudukkan bokongnya di samping sang istri.
Umi Lea menggeleng lalu merubah posisi duduknya ke arah sang suami, "Umi dulu berdoa sama Allah, semoga anak Umi jangan kayak Umi dulu sifatnya. Ternyata, malah nurun sifat Umi dulu ke putri kita." ucap Umi Lea menatap sedih sang suami.
"Pantas saja dulu Mama sama Papa khawatir terus sama Umi, karena tingkah liar Umi. Dan sekarang Umi juga rasain yang sama, khawatir. Khawatir dengan keaktifan putri kita itu yang terlampau Maa Sya Allah ... " lanjut Umi Lea.
Abi abram terkekeh lalu mengecup singkat dahi Umi Lea, "Abi jadi keinget Umi yang sering manjat pager gegara nggak mau tinggal di pondok. "
Umi Lea yang malu lalu mencubit pelan pinggang sang suami, "Udah ih jangan di inget-inget, Umi kan jadi malu Abi ... " rengek Umi Lea membuat Abi Abram tertawa pelan.
Hening. Keduanya terdiam, tiba-tiba Umi Lea teringat oleh pesan yang kemarin sore di terimanya.
"Umi takut Sahna kenapa-napa, Bi. Orang itu semakin mengancam Umi dengan menargetkan Sahna." lirih Umi Lea menatap sendu sang suami.
"Insa Allah, Putri kita akan baik-baik saja atas lindungan Allah. Kita berdoa saja untuk keselamatannya ya?" lembut Abi Abram mengusap puncak kepala sang istri.
"Ini semua salah Umi ... " lirih Umi Lea dengan mata yang berkaca-kaca kala kilasan masa lalunya terlintas dalam pikirannya.
Abi Abram menatap sendu Umi Lea lalu memeluknya, "Udah ya? Umi nggak salah, ini udah takdir dari Allah SWT."
o0o
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Imam (Lengkap)
Teen FictionREVISI VERSI CETAK Oma Iren menyembulkan kepala ke jendela lalu menatap sebal pengendara itu yang menghentikan motornya kala mendengar suara klakson. "WOY! MINGGIR SEMPRUL! MALAH NGALANGIN JALAN GUE LU! KAGAK TAU APE CUCU TERSEYENG GUE SEKARAT!" pek...