Ch III

17 3 3
                                    

Sekarang waktu tidak menunjukkan keadaan kelas yang biasanya. Para siswa laki-laki benar-benar tidak seperti yang orang lain katakan. Unggulan darimana nya, mereka hanya seperti bocah yang hanya tahu main. Ketua kelasnya pun tidak pernah mengacuhkan mereka, hanya sibuk dengan The XYZ nya.

"GUYS! AKU ADA informasii..."

Seperti biasanya, Selly teriak mengumumkan informasi baru yang mungkin sengaja menguping pembicaraan guru di ruangannya. Tapi, sepertinya gadis itu tidak bisa berteriak sepuasnya lagi seperti dulu karena ruang terbatas yang disediakan oleh murid A6.

"....ah, maafkan aku," ucapnya seraya membungkukkan badan setelah dihadiahkan jari telunjuk yang ditempelkan di bibir salah satu cowok bangku paling belakang. Dera tak sengaja menangkap gerak-gerik Selly yang berubah.

"Ada informasi apa Sel?" tanya Dera mencoba merespon Selly agar tidak merasa malu sebelumnya karena mereka.

"Ah, itu. Aku dengar katanya di pelajaran terakhir akan ada kuis dadakan."

Dera refleks menutup matanya, "pelajaran terakhir kan matematika. Kamu yakin?"

Seluruh siswi dalam kelas mengumpul untuk mendengar informasi yang dibawa Selly sambil was-was. Mereka melingkar di sekeliling meja milik ketua kelasnya dan Yasmin. "Aku yakin, aku dengar sendiri di ruang guru. Katanya sih mau tahu kemampuan kelas setelah ada murid unggulan gimana."

"Ahhhhh, jangan matematika plis. Tumben bangat deh diadakan kuis dadakan gini," erang Yasmin yang sepertinya kondisinya tak jauh berbeda dengan teman dekatnya itu. Beberapa dari mereka juga tak sedikit mengeluh akan hal itu.

Dera berdecak, kenapa kelasnya harus jadi bahan cobaan. Memang apa yang berbeda kalau kelas unggulan harus bersatu dengan kelas biasa saja di satu ruangan. Bahkan, mereka sangat ribut di satu waktu dan amat cerewet.

Tak sengaja gadis itu mengintip di antara cela teman-teman yang mengelilinginya. Tak ada keributan apapun dari bangku seberang, tak ada tingkah konyol yang coba mereka lakukan. Benar-benar diam dengan buku pelajaran di depannya menjadi objek paling menyenangkan dari apa yang ada di sekitar mereka. Dera menutup mulutnya tak percaya.

"Maaf nona-nona. Sepertinya kalian harus belajar daripada sekadar mengeluh, bukan." Dengan raut wajahnya yang menyebalkan, Xavir menginterupsi kawanan B6 untuk menuruti perintahnya itu. Tentu saja teman-teman Dera akan senang hati mengikuti perkataannya, semuanya langsung duduk di bangkunya masing-masing.

Dera tidak tahu apa yang membuat orang-orang selalu patuh apa yang diperintahkan olehnya. Sedangkan gadis itu seakan ingin melanggar apabila Xavir yang mengucapkan.

Tapi, gadis itu juga takjub saat melihat betapa kompaknya kelas A6 diam belajar dengan tenang. Tak sengaja bola matanya menangkap Xavir dan temannya yang juga belajar dalam diam. Walaupun temannya yang satu, kalau tidak salah namanya Yessay, selalu tidak bisa diam.

Tapi, semua ketakjuban itu sirna saat Xavir tiba-tiba bertingkah memerintah kelas seenaknya. Mengikuti semua apa yang ia suruh, dan kelas benar-benar di bawah kendalinya. Dan yang paling menyebalkan, Dera tidak tahu harus berbuat apa. Mereka benar-benar pandai menjilat. Sekarang gadis rambut panjang itu tahu kenapa mereka disebut dengan kelas unggulan.

"Aaaaaaaaaaaaa!"

Dera mencoba lari dari kelas, ini adalah tempat yang didatangi Dera untuk pertama kalinya. Berteriak seperti ini ternyata membuat hatinya sedikit lega. Seperti ada yang menghilang sementara, entah masalah di kelas ataupun masalah yang selalu datang di rumahnya. Kenapa ia baru tahu tempat ini.

Kakinya mencoba mengitari tempat itu, matanya yang penasaran juga menyelusuri semua bagian. Tapi, rooftop ini ternyata sangat tinggi, entah apa yang terjadi kalau ia terjatuh dari sini sampai tubuhnya menyentuh tanah. Tentu saja kemungkinan terparah adalah mati, walaupun terlihat mengerikan, tapi banyak juga orang yang memilih jalan ini untuk menghabisi masalah hidupnya.

"Aku rasa ketua kelas tidak akan memiliki pemikiran konyol kan."

Dera terperanjat memegang batasan rooftop itu dengan erat takut apabila pemikiran gilanya tadi membawanya ke bawah sana. Tampak seorang laki-laki dengan pembawaan tenang berdiri di samping Dera. Tatapannya jauh memandang ke arah depan yang kosong. Hanya sebuah gedung tinggi dengan langit bersih berwarna biru. Wajahnya yang teduh dengan kacamata manis bertengger di hidungnya membuat Dera berpikir, kok baru sadar ada makhluk ini di belakang Xavir kemana-mana.

Gadis itu agak panik saat iris matanya yang memperhatikan cowok itu tak sengaja ditangkap oleh mata elangnya. Dera berdiri kikuk masih berpegang pada batasan mencari pada benda-benda yang mungkin bisa menarik perhatiannya.

"Aku sebagai teman Xavir minta maaf atas perlakuan dia yang menyebalkan."

Satu kalimat yang cukup panjang itu sukses membuat pandangan gadis itu kembali memotret wajah laki-laki di sampingnya. Sudut bibirnya yang mengembang sempurna sampai matanya menyipit benar-benar menular kepada Dera.

"Tidak apa, namanya juga remaja labil."

Laki-laki itu kembali memandang langit yang ada di depannya, "atau mungkin lebih dari itu."

"Hah?"

Tak ada balasan, bisu di antara mereka membuat gadis itu susah untuk bergerak. Kini matanya yang lebih aktif bergerak mengedarkan arah tatapannya ke arah depan juga, sama seperti seorang di sampingnya. Kalimat terakhir yang ia ucapkan masih dicerna oleh otak Dera sedikit demi sedikit.  Keheningan ini terlalu lama hingga tanpa sadar wajahnya kembali menjadi sorotan.

Satu senyuman simpul menandakan bahwa gadis itu nyaman melihat wajah yang hanya dapat ia dengarkan dari orang-orang kini ia saksikan di sampingnya. Udara juga ikut menatap wajah itu sembari membelainya dengan lembut hingga membuat rambutnya terbang tak beraturan. Matanya yang terpejam membawa kesan damai yang dalam.

"Oiya namaku Zihan. Kita belum berkenalan bukan."

Dengan sigap, Dera mengembalikan pandangannya ke tempat semula sebelum kepergok dua kali pada empunya.

"Ah, oh, iya iya. Tapi siapa yang tidak tahu nama Zihan di sekolah ini."

Zihan tertawa, tangannya tanpa sadar terangkat sedikit mengacak rambut panjang Dera dengan lembut. Kalimat gadis itu memang tidak lucu, tapi makna di dalamnya memang tak mampu ditepis. "Kalau gitu, aku panggil kamu siapa?"

"Dera, hanya itu."

"Dera, baiklah," katanya mengangguk sambil melafalkan nama itu berulang kali. Dera menggulung bibirnya ke dalam menahan senyuman lebar yang mungkin akan ia terbitkan tanpa sadar.

"Oh, iya. Apa aku boleh bertanya?"

"Kapanpun."

Gadis itu sedikit ragu, tapi pertanyaannya sangat simpel dan keingintahuannya cukup besar untuk mengetahui jawabannya. "Kenapa the XYZ?"

"Mm, kenapa the XYZ. Sebenarnya alasannya panjang, aku akan ceritakan sepanjang apapun itu kalau kita sudah lebih dekat. Tapi secara sederhana, the XYZ berarti X untuk Xavir, Y untuk Yessay, dan Z untuk aku."

Kini senyuman di bibir gadis itu sudah tak bisa ia tahan. Sambil mencoba memberikan respon anggukan, tapi jantung Dera hanya mampu memberikan respon detak yang terlampau cepat.

Tapi, sebuah buku tak asing di tangan laki-laki itu membangunkan ingatannya pada seseorang. Ia menyipitkan matanya agar terlihat jelas bahwa ia tak salah lihat kan, tapi itu benar-benar buku yang sangat ia kenali. Ah, apakah Zihan benar-benar dia?  [22:407]

🌸

Haiii!
Selamat datang kembali ya. Jangan lupa untuk mendukung cerita ini dan ikuti terus kisah Dera dan kawan-kawan.

Thx 🌸
1054

Masquerella Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang