Ch VIII

7 2 0
                                    

"Aku, Xavir Nardama."

Sebuah nama yang keluar dari bibir laki-laki membuat Dera tersentak. Wajah yang kini tidak tertutupi topeng semakin jelas menunjukkan bahwa dia adalah sosok yang Dera kenali. Gadis itu bergeming sesaat.

"Hei, kenapa?"

Dahi laki-laki itu menyerengit menangkap respon Dera di luar dari bayangannya. Tak lama gadis itu tersadar setelah jam berdiri (grandfather clock) yang cukup tinggi terletak di sudut tembok tiba-tiba menggerakkan bandulnya. Jarum menunjukkan pukul 12 malam tepat.

"Aku harus pergi."

"Kenapa?"

Tidak ada waktu untuk menjelaskan, Dera harus segera keluar dari pesta dan berada di rumah sebelum Ibu dan saudara tirinya pulang lebih dulu. Ia takut bila pulang terlambat mereka akan tahu bahwa Dera juga pergi ke pesta ini. Ia pun memundurkan langkahnya secara perlahan.

"Hei, tunggu!" Xavir mulai memanggil Dera yang berlari meninggalkan laki-laki itu dengan tanda tanya besar. Dia bahkan belum sempat menerima hadiah dari gadis itu sedangkan ia sudah mengetahui Xavir lebih dulu.

Xavir mencoba mengejar Dera, mungkin ia bisa mengulur sedikit waktu hanya untuk mengetahui namanya.

Hah! Kenapa dia ngejar sih?!

Selain karena Ibu dan saudara tirinya, ia juga sebenarnya tidak mau Xavir tahu bahwa orang yang sedari tadi mengajaknya dansa dan berbicara adalah Dera. Mau dipikirkan bagaimana pun hubungan Xavir dengan Dera tidak sebaik itu untuk terlihat dekat.

Sial!

Hampir saja ia terjatuh dari tangga luar rumah. Sepatu indah yang menempel di kakinya terlepas sebelah begitu saja dan kini tergeletak di atas keramik mengkilap. Tidak ada waktu untuk mengambil pasangan sepatu itu, ia pun melepas sebagian sepatunya lagi dan membawanya agar ia dapat berlari dengan lebih cepat.

Ia tahu bahwa itu bukan kostumnya, tapi Xavir adalah temannya Zihan. Jadi, Zihan pasti bisa mengambil sepatu itu.

Dengan cepat ia mencari taksi dan sampai di rumah. Langsung saja ia mengganti baju rumahan, sepatu serta topeng yang melekat di tubuhnya langsung ia simpan rapat-rapat di sebuah kotak tempat ia menyimpan kenangan Ibunya.

"Aku tidak boleh ketahuan," gumam Dera pada dirinya sendiri seakan-akan ia harus membawa rahasia ini seumur hidupnya.

***

Rasanya Dera tidak punya keberanian untuk menatap wajah Xavir di sekolah. Setiap ada kesempatan untuk bertatapan, Dera langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Hal ini tidak terlalu menyenangkan karena ia selalu merasa waspada takut-takut ada yang mengenalinya di pesta itu.

"Guys, aku ada info hot banget baru tadi malam."

Selly yang baru saja datang dari kamar mandi langsung membuat perkumpulan tempat di belakang bangku milik Dera dan Yasmin. Entah informasi apa lagi yang akan di bawahnya. Namun, hampir seluruh penghuni kelas B6 bertanya-tanya.

"Tadi malam aku ada di pesta ulang tahun Xavir, dan kamu tahu, ada seorang gadis yang cukup misterius berdansa dengan Xavir!"

Dera yang mau tidak mau mendengar perbincangan Selly hampir tersedak ludahnya sendiri.

"Ah, aku juga lihat tadi malam. Dari bajunya sih bisa ditebak cewek itu benar-benar berkelas. Hanya saja sedikit sulit ditebak itu siapa." kini giliran Yasmin mengeluarkan isi pikirannya tentang seseorang tadi malam.

Dera dengan segala cara mencoba lebih santai dan kalem agar terlihat anak yang tidak tahu apa-apa.

"Memangnya, apa yang terjadi tadi malam?"

Yasmin berputar duduk dengan rapi di hadapan Dera, menandakan ia siap menceritakan hal apa yang ia tangkap tadi malam.

"Tadi malam adalah pesta ulang tahun Xavir. Dan yah, aku dapat undangannya sehingga ada di sana beberapa saat." Dera mengangguk menyimak cerita Yasmin.

"Tidak lama sekitar jam sepuluh malam, ada seorang perempuan yang masuk ke dalam pesta. Tidak ada yang tahu siapa karena menggunakan topeng, tapi memang terlihat sedikit asing. Kalau aku bisa nilai, dari rambut sampai sepatu yang ia kenakan benar-benar sempurna."

Beberapa kali ia menunduk tidak sanggup mendengar pujian berlebihan dari temannya itu. Karena kalau Yasmin tahu bahwa dugaannya salah besar, ia takut akan mengecewakan orang-orang yang menetapkan standar khusus seperti itu. Apalagi saat itu, ia hanya menyewa baju tersebut.

"Aku penasaran siapa dia. Tapi, aku rasa dia seseorang yang lumayan bisa ngambil hati Xavir. Karena Xavir sampai membuka topengnya saat itu untuk dia," lanjut Selly masih membicarakan pesta yang baru saja terjadi tadi malam.

"Ah, aku juga lihat itu. Apalagi saat perempuan itu lari, aku sangat bingung."

"Bahkan sampai sekarang pun aku masih bertanya-tanya alasannya lari saat itu apa."

Dan banyak pertanyaan lainnya yang mereka lontarkan. Hal ini semakin membuat Dera tidak berani untuk mengakui, ia masih tidak sanggup membayangkan respon yang akan mereka tujukan kepada Dera.

Gadis itu rasa ia sudah tidak bisa lagi mendengar pembicaraan teman-temannya yang masih saja membahas hal tersebut. Bahkan dihubung-hubungkan dengan omong kosong yang tentu saja bukan yang sebenarnya.

Rooftop masih terlihat sepi tapi sedikit panas karena waktu untuk istirahat sudah berbunyi. Untuk menghindari pembicaraan seperti itu, rooftop bisa jadi tempat yang nyaman. Namun, dari samping Dera dikejutkan dengan kedatangan seseorang.

"Zihan! Jangan langsung tiba-tiba muncul kayak gini. Kaget tau!"

Laki-laki itu tertawa merasa lucu dengan ekspresi Dera. Tangannya terangkat hampir mengacak rambut gadis itu gemas.

"Sepatu yang tertinggal sebelah di acara pesta kemarin itu punya kamu, kan?"

Dera spontan menutup matanya, Lagi-lagi pembicaraan tentang pesta itu ia dengar di rooftop. "Ya. Untuk baju dan topeng sewaan kemarin akan aku kasih secepatnya ya. Tolong kasih tagihannya dan alamat tokonya saja."

"Hah? Sewa? Maksudnya pakaian pesta kemarin?"

Ia membalas dengan anggukan kecil.

"Hei! Itu baju milikmu. Bukan, sewaan."

Dera menatap Zihan intens, berpikir sejenak. "Aku gak beli baju Zi, lagian baju mahal begitu gimana belinya."

"Kamu gak usah beli, anggap aja aku yang kasih."

"Zihan, gak bisa gitu dong. Kan aku yang pakai."

Laki-laki itu berbalik menghadap Dera sepenuhnya. "Tapi, aku yang mau ngasih. Anggap saja hadiah. Toko itu juga punya keluargaku."

"Tapi-" Gadis itu rasanya tidak sanggup menolak melihat ekspresi memelas Zihan. Seperti seorang aktor yang bisa mempengaruhi emosional penontonnya.

"Oke, tapi aku ada syarat."

"Apa?"

Dengan kesiapan yang matang, gadis itu meminta tolong kepada Zihan. "Tolong rahasiakan bahwa sepatu yang tertinggal di acara itu milikku."

"Kenapa?"

"Hanya saja aku tidak mau orang tahu kalau itu aku, termasuk Xavir. Kamu bisa kan berakting sebentar tentang itu. Hanya diam, saat orang membahas tentang itu."

Zihan mencobanya berpikir sejenak permintaan dari Dera. Ini mungkin tidak sulit, tapi akan sulit kalau berhubungan dengan Xavir.

"Aku akan mencoba, tapi kalau suatu saat itu terbongkar. Aku tidak bisa bertanggungjawab, karena Xavir, aku rasa ia tidak tinggal diam saja."

Dera mengangguk berterima kasih banyak kepada Zihan. Gadis itu berharap bahwa Xavir tidak mengingat kejadian itu dan melupakan itu dengan segera. [22:412]

🌸

1060

Masquerella Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang