26. ʀɪwᴀʏᴀᴛ ᴀᴋʜɪʀ ᴘᴇᴍᴜᴅᴀ ʙɪᴀsᴀ

43 10 3
                                    


Pergi ... sembunyi ... jangan biarkan orang-orang tahu apa yang terjadi di sini.

❇❇❇

Sejatinya, sebuah tangisan selalu orang-orang anggap laksana hal yang tak berguna. Katanya, ‘Untuk apa merasakan gundah gulana jika dirimu masih bisa berbahagia?’ dan hal itu kontan mendapatkan sanggahan dari isi pemikiran sosok Choi Hyungwa. Yang pemuda itu pikirkan adalah, tangisan memang berarti dalam hidupnya. Dan tak bisa diganggu gugat oleh hal apapun.

Kata ayah dan ibu sewaktu masih ada di dunia, mereka berdua pernah bilang bahwasanya Hyungwa adalah satu-satunya anak mereka yang paling kuat. Lalu, jangan ditanyakan kenapa Hyungwa sering menangis pada saat-saat alam mulai gelap dan menyendiri di dalam ruang senyap. Pemuda itu hanya sedang berusaha kuat, seperti apa yang telah orangtuanya ucapkan.

Dia bukanlah sosok manusia yang selalu berbahagia ataupun selalu merengkuh diri dengan cara berbela sungkawa. Kata siapa jika laki-laki tidak boleh menangis? Jikalau ada, maka Hyungwa ingin melihat sejauh mana manusia itu bisa menahan air matanya mati-matian, agar tidak serampangan dilihat orang-orang.

Teori kehidupan hanya ditentukan oleh dua pilihan, apakah akan berujung harsa? Atau malah nelangsa? Ingatlah, Ada saatnya manusia berbahagia, dan juga ada saatnya manusia berbela sungkawa.

Ada orang yang hidupnya terlihat damai dan tentram, tetapi aslinya hanyalah bongkahan dari kata suram. Ada juga yang hidupnya penuh terambu kejahatan, tetapi yang ia punya adalah kekeluargaan. Hidup bukan hanya perihal siapa yang paling berkuasa atas segala yang ia punya. Melainkan tentang siapa yang sanggup bertahan hingga akhir tujuan dengan rasa ikhlas atas apa yang diberikan Tuhan.

Hyungwa rasa, ia sudah bisa kembali merasa ikhlas, ia juga sudah bisa merelakan segalanya. Lihatlah tebaran senyumnya, sedari tadi ia bersikap manis sekali. Kayra dan Yoohan saja sampai kebingungan akan gelagatnya yang nampak 'Kelewat baik' ada apa dengannya di hari ini?

Lalu tatkala Kayra ingat akan sebuah kata bahwasanya ia "ingin menjalin kisah indah sebelum berpisah" maka sang gadis tiba-tiba tersadar. Mungkin, Choi Hyungwa tak ingin membuat Kayra merasa sedih atau menyesal setelah bertemu dengannya di sini. Itu isi pemikiran Kayra.

"Ara ... Yoohan ke mana, ya?" Bosan setelah berkutat dengan kamera digital yang dibawa Kayra, Hyungwa akhirnya bertanya-tanya ke mana sahabatnya berkelana.

Hmm, sudah satu jam lamanya pemuda itu tak kunjung kembali. Dia bilang hanya ingin membeli sebungkus makanan, tetapi sampai saat ini bahana raganya belum nampak di sesawang mata memandang. Sungguh membuat barut iras Hyungwa tiba-tiba saja cemas bukan kepalang.

"Aku telepon, deh." Kayra antusias merogoh gawai dari dalam tas, lalu pada saat itu pula sebuah notifikasi pesan muncul dari orang yang sedang dibicarakan.

Yoohan anak macan:
Gawat, Ra! Balik aja, Ra! Cepetan! Gak usah nunggu aku!!

KayraanakbapakAli:
Apaan ini? Tanda serunya bikin mataku sakit!😭

Yoohan anak macan:
Pokoknya pulang aja! Ini udah jam satu pagi lewat, dan rumah Jaena berantakan! Aku takut kenapa-napa makannya aku mau langsung nyari dia. Bahaya, Ra kalo didiemin!

KayraanakbapakAli
Aku nggak paham. Emang si Jaena lagi disko ya, di rumah? Kok sampe berantakan gitu?

Yoohan anak macan:
Aku gak bisa ngomong apa-apa soal ini. Pokoknya cepetan pulang aja, aku takut kalau orang-orang ini malah balik ngincer kalian. Soalnya, kita ketahuan lagi di sungai Han tadi sore.
Satu lagi! Jangan ngasih tau apa-apa sama Hyung!!! Kalo nggak, kamu kati, Kayra Hanna!

Kayra mendengus pelan seraya mencebikkan bibir, rasanya kesal sekali. Kayra juga ingin tahu walaupun ia juga paham bahwa hal tersebut memanglah privasi. Tetapi yasudah, lah. Lagian, tubuh Kayra sudah menggigil seperti ini, ia juga ingin tidur sejenak sebelum pergi subuh buta nanti.

Manira 31;40 Days (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang