Gulf Kanawut dan Mew Suppasit berhasil mendapatkan titik terang di masing-masing kehidupan mereka.
Cahaya yang terang bagi Gulf, dan cahaya menenangkan untuk Mew.
EVANESCENT: MewGulf Fanfiction | sad story project. Blind | destiny. Love and life. [B...
Not a body that will last forever. But this feeling will be the same forever ....
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
Tanda-tanda hujan tak begitu muncul sejak siang—itu benar-benar bagus. Pun kabar perkiraan cuaca yang mengudara dari salah satu saluran radio juga menjelaskan bahwa bulan akan tampak benderang malam ini.
Cuaca yang kurang dapat di prediksi adalah hal wajar jika Bangkok berada pada musim hujan yang basah.
Untuk kesekian kali, Gulf menjulurkan sebelah tangannya keluar jendela toko. Berupaya merasakan terjangan angin, apakah tetap hangat ataukah semakin mendingin.
Dan pemandangan itu tak luput dari atensi Davika. “Cuaca masih cerah Gulf.”
Gulf menarik lekas tangannya sebelum melebarkan tawa kikuk.
Davika menggeleng gemas, sembari tetap fokus memunguti beberapa tangkai bunga sisa yang berserakan. Davika adalah wanita matang yang cantik. Hanya dengan sentuhan nude dress polos saja, membuat wanita itu sudah selayaknya bangsawan yang menawan. Rambut hitam panjang yang selalu tergerai membuat Davika terlihat lebih sempurna.
“Kerja bagus Gulf untuk hari ini.” Senja sayup-sayup tergantung di atas langit. Toko sudah hampir bersih seluruhnya setelah sempat terlihat kacau sebab terjangan banyak pelanggan. Pertanda segala kegiatan hari ini harus di akhiri. Plakat bertuliskan ‘open’ juga telah di balik menjadi ‘close’. “Waktunya pulang. Aa ... punggungku sakit sekali.”
Gulf terkekeh pelan. Phi Davika yang selalu di ganggu permasalahan tulang akhir-akhir ini.
“Bibi Davika harus rutin berolahraga.”
“Sini kau biar ku pukul!” Davika melempar setangkai mawar merah rusak ke arah Gulf. “Aku masih sangat bugar seperti remaja.”
Tawa renyah khas menyeruak dari belah bibir tipis si manis. Kebahagiaan bagi Davika melihat paras Gulf saat yang tertawa. Adik manisnya itu begitu tak manusiawi parasnya. Mungkin saat menciptakan Gulf, Tuhan sedang sangat bahagia. Betapa Tuhan menyayangi Gulf, sampai anak itu tak di biarkan melihat dunia yang mengerikan ini.
“Sudah, ayo pulang Gulf. Atau kau mau tidur di sini.”
Gulf menarik pelan appron yang tergantung di lehernya, lalu melipatnya pelan. “Duluan saja phi.”
“Kenapa? Kau benar-benar ingin di toko?!”
Yang benar saja. Gulf memang tak pernah paham dengan jalan pikir wanita itu. Ia mengulas senyum tipis. “Ada sesuatu yang harus ku lakukan.”
Semu semerah kuntum Azalea di kedua sisi wajah itu terlihat mencurigakan di mata Davika. Ia berdahem pelan, “sesuatu?”
“U-um ya. A-aku hanya ingin menikmati suasana senja yang cerah.”