Gulf Kanawut dan Mew Suppasit berhasil mendapatkan titik terang di masing-masing kehidupan mereka.
Cahaya yang terang bagi Gulf, dan cahaya menenangkan untuk Mew.
EVANESCENT: MewGulf Fanfiction | sad story project. Blind | destiny. Love and life. [B...
Rintik hujan ... seperti apa warnanya? Kata orang bening seperti kristal. Apa benar begitu?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
Sekeranjangpink peony merupakan bunga terakhir yang harus Gulf bersihkan siang ini. Toko cukup ramai sejak pagi, dan phi Davika dengan sigap menelpon supplier bunga dari desa. Maka dari itu berbagai jenis bunga segar datang di pertengahan siang.
Hari yang sibuk dan berat.
Kuntum serta dedaunan berbagai jenis bunga berserakan di atas lantai, belum lagi deretan bunga di etalase sudah hancur tatanannya. Toko benar-benar dalam keadaan seperti baru saja di terjang badai.
Dan Gulf sangat berharap tak ada pembeli yang datang sekarang—yeah minimal sampai ia selesai membereskan semua kekacauan ini.
Nafas di hela panjang. Gulf meraba permukaan etalase dan menyingkirkan sisa bermacam-macam bagian bunga. Meletakkan peralatan potong pada tempatnya kemudian beranjak menuju sudut ruangan untuk mengambil sapu.
“Semangat!” monolognya. Berupaya memacu semangat kerja di siang yang cukup terik hari ini.
Adalah suatu kesulitan tersendiri jika ia harus membersihkan lantai toko—ia tak bisa melihat sedangkan ia harus memastikan bahwa segalanya telah bersih dengan sempurna.
Ting!
Lonceng pintu toko berdenting, sebagai tanda ada seseorang yang baru saja masuk. Gulf memacu langkah lekas menuju asal suara. Astaga toko masih dalam keadaan berantakan.
“Maaf, toko kami masih break. Anda—”
“Gulf.”
Suara itu. Gulf memiringkan kepalanya sekilas, sebelum seulas senyum terbit menghiasi parasnya. “Mew?!”
“Masih ingat rupanya,” tutur Mew. Terdengar sumringah dan ramah seperti biasa. “Bagaimana, terkejut tidak? Cukup sulit menemukan toko tempatmu bekerja tau.”
“Aku tak menyangka kau memang berniat datang.” Pertemuan singkat atas dasar ketidaksengajaan, bukankah itu tak terlalu penting? Pun ia hanya manusia buta yang tak pernah di anggap berharga.
Mew terdengar terkekeh, sebelum berucap, “kan aku memang ingin bertemu dengan mu lagi. Teman baru yang ku temui tanpa sengaja di tengah hujan.”
Teman ya? Sepenggal kata biasa yang sayangnya terdengar asing di telinga Gulf. Satu kata yang mungkin akan terus terasa asing. “T-teman?”
Mengangguk, Mew kembali terkekeh. “Gulf, kau terdengar seperti tak suka bila—”
“Kau sangat baik, Mew. Terima kasih.”
Mew mengibaskan sebelah tangan di depan wajah. Gulf itu bicara apa, untuk apa berterima kasih padanya.
Mengedarkan pandangan sekilas, Mew menatap setiap sudut bangunan sederhana yang di dominasi berbagai macam tanaman itu.