Gulf Kanawut dan Mew Suppasit berhasil mendapatkan titik terang di masing-masing kehidupan mereka.
Cahaya yang terang bagi Gulf, dan cahaya menenangkan untuk Mew.
EVANESCENT: MewGulf Fanfiction | sad story project. Blind | destiny. Love and life. [B...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
Davika termangu. Menggigiti ujung kuku-kuku jarinya tanpa jeda. Berdiri gugup menghadap sebuah tempat tidur rawat inap di mana Gulf tampak tengah menikmati semangkuk bubur lembek rumah sakit.
Astaga! Davika benar-benar di buat khawatir hampir sepekan terakhir, terutama pasca operasi besar yang Gulf telah laksanakan.
Ada takdir besar di balik perban panjang yang melilit mata anak itu.
“Kedua matamu tak merasakan gangguan apapun bukan? Atau ada nyeri? Katakan Gulf, jangan menutup-nutupi apapun.”
Pertanyaan yang terlalu sering Gulf dengar. Davika bisa menanyakan hal itu sampai puluhan kali dalam sehari. Ia menggeleng, “tidak phi—”
“Dengar Gulf.” Davika merebut mangkuk dari pangkuan si manis, kemudian meletakkannya di atas meja nakas. “Hari ini perban matamu itu akan segera di lepas jadi katakan saja jika ada keluhan.”
“Tidak.”
“Yakin?”
Gulf mengangguk acuh. Mengusap pelipisnya sekilas sebagai tanda bahwa ia tak merasakan apapun.
“Argh! Kau membuatku khawatir.”
Wanita aneh. Entah mengapa phi Davika bisa berubah menjadi manusia paling was-was beberapa hari ini.
Sementara Davika sibuk mengacak-ngacak kepalanya. Gulf mencicit pelan, “phi ... selama sepekan aku di sini um ... tak ada, maksudku adakah seseorang yang mencari ku di toko?”
Davika spontan mengernyit. Menarik sebelah sudut alisnya. Seseorang? Ah ya! “Kau ingat seorang biarawati ujung jalan? Ya wanita itu selalu bertanya kabar tentangmu.”
Madam Pla ternyata, batin Gulf. Tapi maksudnya bukan seperti itu.
“H-hanya itu?”
“Dan beberapa gadis-gadis gatal. Itu yang aku ingat.”
Hanya itu? Gulf menggigit bibir bawahnya erat. Ia ragu untuk beranjak lagi, namun ia begitu penasaran. “Tak ada yang lain?”
“Oi, Gulf. Sebenarnya apa yang sedang kau bahas? Memangnya siapa yang kau maksud? Oho ... aku mencium aroma-aroma aneh.” Davika memang menyebalkan jika telah menemukan bahan olok-olokan.
Gulf memilih menunduk. Kesalahan terbesar bertanya pada Davika.
“Pasti tentang teman pria mu itu ya?” tanya Davika dengan suara semangat. “Tapi demi apapun, Gulf. Aku tak melihat temanmu itu sepekan ini.”
Begitu ya? Pasti Mew belum selesai dengan urusannya. Atau pria itu tengah berada dalam hal yang buruk?
Davika mencebik keras. “Tsk! Teman apa yang menghilang ketika kau dalam keadaan yang seharusnya perlu mendapatkan dukungan. Dasar!”