"ELU?!"
"Mon maap lu sape yak?" Karin tidak mengingat kejadian apapun sebelumnya, kecuali bagian Heru.
"Pake nanyak lagi." Dia yang tadinya duduk sekarang menghampiri Karin dengan langkah yang cepat.
"Gue di sini tuh gara-gara lu! Gue ngelukis balik tuh gara-gara lu! Enak aja maen lupa..." Terdengar ngegas. Posisinya yang terlalu dekat membuat Karin berjalan mundur sehingga berada sedikit jauh dari depan pintu ruang seni.
"Enak aja! Lu modus ye kan?! Ngaku lu!! Ketemu aja enggak apalagi gue pernah ada urusan sama elu! Gila lu!" Karena laki-laki itu ngegas, gadis ini pun ikut-ikutan ngegas.
"Anjir. Pake pura-pura nggak inget lagi! Kek kepala pernah kebentur aja!"
DEG
Keduanya terdiam. Lelaki itu baru saja tersadar akan kejadian yang lalu, sedangkan Karin bertanya-tanya kegunaan perban di kepalanya. Emang perban ini cuman sebatas hiasan? Atau alat untuk pengusir setan? Nyatanya dia masih saja diganggu beberapa setan tengil.
Ditengah kecanggungan mereka berdua, terdengar suara langkah kaki mendekat. Mereka berdua pun tersadar dari situasi canggung itu dan fokus untuk mendengarkan suara langkah kaki misterius itu.
"Siapa di sana? Kok teriak-teriak"
Gluk
Kedua Makhluk bodoh itu meneguk ludah. Seperti mendengar sirine tanda bahaya, keduanya mematung. Pak Tarman. Ketika bapak satpam itu sadar akan keberadaan mereka, beliau langsung mempercepat pergerakannya.
Aneh. Bagi Karin ini aneh. Dia dan Pak Tarman sudah tidak mempunyai urusan. Bahkan ia berada di depan ruang seni. Tentu saja Pak Tarman tidak mengira ia kabur kan? Atau mungkin...
"Anjir Pak Tarman." Setelah menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu langsung lari kabur begitu saja.
"Goblok tunggu!" Karena panik dengan bodohnya Karin mengikuti lelaki yang ternyata juga buronan Pak Tarman.
Alhasil mereka bertiga bermain kejar-kejaran. Karena tidak ada pilihan lain lelaki itu memilih untuk menuju ke lantai atas. Mereka terus berlari sampai ke lantai paling atas. Sebelum Pak Tarman sampai ke lantai ini, mereka harus bersembunyi. Dengan spontan Karin menarik tangan lelaki itu menyuruh untuk mengikutinya. Lelaki itu hanya pasrah dengan ajakan Karin. Mereka menuju ke rooftop. Karin mencoba mengganjal pintu dengan barang-barang di sekitarnya seperti kotak kardus dan beberapa buntalan berat yang entah berisi apa. Itu dilakukannya agar Pak Tarman tidak bisa masuk.
"Huh... hehh... gilak! Lu ada masalah apa sih sama Pak Tarman." Karin bertanya penasaran.
"Kek elu kagak aja! Huahh huhhff..."
Mereka berdua kehabisan napas setelah berlarian ke sana-kemari. Menaiki beberapa anak tangga sampai ke rooftop. Sekarang ini mereka sedang menunggu beberapa saat agar Pak Tarman tidak berada di dekat mereka. Hanya mengira-ngira. Siswa-siswi ini duduk terdiam sambil mengatur pernapasan mereka masing-masing.
Masih canggung. Mereka tidak mengatakan sepatah kata pun. Kecanggungan ini membuat hati Karin ingin berteriak sekuat mungkin. Kenapa cowok di depannya ini terlihat tenang sekali? Bahkan dia bersiap untuk tidur. Entah apa yang ada di pikirannya.
KRUYUK~
Mata Karin melotot. Begitu kerasnya suara tangisan anak-anaknya. Jangankan lelaki yang ada di depannya, jika ada orang, di lantai bawah pun dapat terdengar. Gadis itu tidak peduli apakah laki-laki di depannya ini dapat mendengar atau tidak. Yang pasti Karin harus sesegera mungkin menyelesaikan masalahnya dan pulang ke rumah dengan tenang sambil menyantap masakan ayahnya yang tiada duanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOLIPOP
Teen FictionKarena yang manis belum tentu dari gula. Karin Liora Gantari. Seorang gadis biasa dengan kehidupan biasa. Tapi, pernahkan ia berpikir bahwa hidupnya tidak sebatas itu? Sepertinya ia melupakan sesuatu yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Sesuatu y...