Part 4

132 21 2
                                    

2.b

Happy Reading...

Kalau ada kesalahan penulisan dan semacamnya, Jangan lupa comment ya.

.

.

.

"Kenapa ada orang disini? Kenapa dia diikat? Kenapa Farras harus melihat ini?"

Farras menjadi panik dan gelisah, ia bahkan terduduk di depan pintu itu. Pada saat bersamaan, di koridor panjang terdengar langkah kaki yang sangat santai, berirama, suara lembut dan dingin dari sepatu yang menginjak lantai membuat Farras ketakutan setengah mati.

"Anak kecil tidak boleh melihat ini."

Sebuah tangan menghalangi pandangan Farras, tepat didepan matanya. Farras tidak berani melihat ke belakang. Napas yang berhembus di belakang telinganya serasa menembus hijab yang dikenakannya, membuat hati kecil Farras terasa seperti mau copot.

"Apa yang kamu lakukan disini?"

Ketika wajahnya dibawa menghadap ke samping oleh tangan putih itu, mata mereka bertemu. Farras merasa seolah-olah kakinya seperti jelly, dia ingin bangun dan melarikan diri, tetapi bahkan Farras tidak bisa mengendalikan tubuhnya lagi.

Di mata itu nampak semacam sinar yang menunjukkan antara gelisah, takut, atau kemarahan, Farras tidak bisa membedakannya. Yang pasti itu menunjukkan bahwa Fay tidak senang dengan apa yang telah dilakukan oleh Farras saat ini.

Tapi itu hanya sebentar, Farras kembali melihat tatapan yang tajam dan tenang itu lagi, yang justru lebih menakutkan lagi bagi Farras.

Farras semakin berkaca-kaca dibuatnya, ia sedikit menunduk untuk mengalihkan tatapan, walaupun dagunya masih dikuasai oleh sebelah tangan Fay,

"Ah, satu rahasia kecil kita ketahuan!"

Pada saat itu, Devan juga muncul, ekspresi wajahnya tak terbaca pada awalnya, tapi ketika kemudian melihat Farras, ia menunjukkan wajah ramah yang biasa ia tampilkan.

Devan tertawa kecil,

"Seharusnya kamu tidak sampai kesini, cantik." Ucapnya pada Farras yang tampak tak bisa berkata-kata lagi.

"Bagaimana kakak akan membereskan ini?" Devan berhenti tersenyum ketika menoleh ke arah Fay, tapi kemudian mengangguk begitu melihat seringai kecil di bibir kakaknya, ia kembali tersenyum sambil berkata,

"Aku akan keluar kalau begitu."

Setelah mengucapkan kalimat singkat itu ia pun mengambil langkah menjauh.

"Oke."

Fay tersenyum dan melepaskan tangannya, ia kemudian membawa Farras yang tampak shock, menariknya ke dalam kamar.

Menghadapi Farras yang masih belum pulih sepenuhnya, Fay ikut berjongkok di lantai, ia menarik punggung tangan Farras yang memar dan mengolesinya dengan sebuah minyak berbau busuk yang terletak diatas meja samping tempat tidur,

"Manusia selalu didorong oleh rasa ingin tahunya."

Farras mengerutkan bibirnya dan tidak mengatakan apa-apa. Hanya matanya yang jelas menunjukkan apa yang tengah dirasakannya. Ia melihat Fay dengan cekatan membaluri dan sedikit mengurut bagian tangan yang memerah itu.

Huh, padahal ia baru melepaskan perban untuk luka ditangannya tadi pagi, sekarang tangan yang sama malah mendapatkan memar baru.

"Bagaimana rasanya mengetahui apa yang seharusnya tidak kamu ketahui? Apakah menyenangkan?"

Fay terus bertanya dengan penekanan penuh pada setiap kata yang dikeluarkannya.

Farras hanya terus diam, airmatanya sudah membanjir tanpa ia sadari. Mulutnya yang bergetar memancing jemari Fay untuk mengelusinya, seolah berharap bisa menghentikan getar ketakutan itu.

"Ke-kenapa kakak... kakak itu di-ikat?"

Farras akhirnya membuka mulutnya meski terbata, dia menatap Fay dengan sorot mata sedih dan gelisah, lalu segera memalingkan wajah ketika menyadari ia tidak tahan untuk menatap Fay lebih lama.

"Hmm... Bagaimana mengatakannya?"

Fay melepaskan tangan Farras, kemudian sedikit mengangkat bahunya, "Kamu nggak perlu tahu, yang pasti ini diperlukan demi sebuah kebaikan."

Jawaban itu tidak memuaskan segala rasa yang berkecamuk di dalam diri Farras. Ia tidak dapat mengatakan apapun, sejujurnya ia tidak mengerti samasekali untuk apa itu diperlukan.

Tentu saja, kebaikan apa yang mengharuskan kamu mengurung orang lain?

"Kakak jahat!?" Fay tidak dapat menangkap nada yang dikeluarkan Farras dalam kalimatnya, apakah itu pertanyaan atau sebuah pernyataan. Untuk sekarang ia tidak peduli dengan itu, tapi...

"Kamu nggak seharusnya memanggil saya begitu. Apa kita bisa diskusikan panggilan yang cocok? Hm atau besok saja..."

Fay melirik arloji di tangannya, ini sudah hampir pukul sepuluh malam, ia harus melakukan sesuatu sekarang agar tidak ada masalah kedepannya.

Jika ingin hidup tenang, kita harus menyelesaikan masalah yang mungkin muncul.

"Oke, untuk saat ini, kamu tinggal di sini dengan gadis itu, namanya Kayla. Kalian bisa berkenalan nanti. Saya harus mengurus orang-orang diluar, teman-teman kamu, guru, dan juga urusan dengan panti tempat kamu tinggal. Mungkin kamu harus berada disini cukup lama."

Setelah mengatakan itu, Fay berbalik untuk keluar, tetapi langkahnya terhenti ketika ujung bajunya ditarik oleh Farras.

"Farras harus pulang. Farras nggak mau disini!"

Fay tertawa, lalu membelai kepala Farras, hijab yang membalutinya terlihat sedikit berantakan. Fay merapikannya sambil berucap dengan suara halusnya,

"Kamu pikir, kamu bisa pergi dari sini setelah apa yang kamu lakukan?" Fay memiringkan kepalanya sedikit.

Tatapan Fay langsung berubah menjadi dingin dan menakutkan, Farras menggigil, tangannya yang masih memegang ujung baju Fay perlahan melemah. Melihat ini, Fay merubah sorot matanya yang mengancam dan berbalik, ia berjalan keluar dengan anggun dari ruangan itu.

Farras hanya diam, dan terus begitu sampai beberapa lama. Untuk sekarang ia tidak mempedulikan wanita yang berada dalam satu ruangan yang sama dengannya. Ia sedang merenungi nasib sekaligus menyesali aksi gegabahnya akibat menuruti rasa penasaran.

Sedang Fay, ia menyeringai kecil dalam langkahnya. Sepertinya, ada sesuatu yang menambah warna di hidupnya.

"Farras Fayara, ini menyenangkan."

.

To Be Continued...

.

.

.

Thank's for Reading...

INNOCENT DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang