Bab 12

110 10 7
                                    

5.a

Happy Reading...

Kalau ada kesalahan penulisan dan semacamnya, Jangan lupa comment ya.

.

Sebelum Kecelakaan Itu...

Farras bersekolah di SMP terdekat dari rumah, ia tidak mau ke tempat yang jauh,

"Nanti jatah tidur siang Farras berkurang!"

Itulah yang dilontarkannya saat Rasya bertanya alasannya. Padahal Farras ditawarkan bunda untuk masuk ke SMP yang cukup jauh dari rumah, karena tempat bunda bekerja dekat dari situ, jadi Farras bisa pulang pergi sama dengan bunda.

Kalau dulu Rasya yang ditawari, pastinya dia tidak akan menolak, dulu teman-teman SD-nya banyak yang melanjutkan sekolah ke sana.

Lagi pula kenapa Farras masih sempat memikirkan tidur siangnya? Akan lebih baik jika memanfaatkan waktu bermain bersama teman. Ah, pemikiran orang berbeda-beda.

Farras berjalan tergesa ke ruang makan, padahal hari ini adalah hari penerimaan hasil ujian MID semester Farras di kelas satu, dan sekarang ia bangun paling lambat dari yang lain. Bahkan shalat subuh saja tadi jam enam, hanya kurang tujuh menit, dan karena itu pagi ini ia sudah dapat bonus omelan panjang bunda.

Farras turun dari lantai dua rumahnya sambil menenteng tas dengan dasi yang ia sampirkan ke bahu. Ia lihat kakak dan kedua orangtuanya sudah hampir menyelesaikan sarapan mereka. Pagi ini bunda membuat nasi goreng, kesukaan seisi rumah kecuali Farras. Ia hanya akan memakan nasi goreng jika itu adalah pilihan terakhir, terutama jika bunda yang membuat, suka tidak suka akan tetap ia habiskan.

"Nih buat adek Farras."

Begitu duduk, bunda langsung menyodorkan sepiring nasi goreng ke hadapan Farras. Porsi yang diambilkan bunda membuat Farras melotot horor, 'Ini sih porsi makan bapak-bapak pekerja bangunan' pikirnya.

"Bunda, ini kebanyakan bun. Nanti nggak habis sama adek bun."

Farras menunjukkan wajah memelasnya, bunda terkekeh melihat reaksi anaknya yang tampak lucu itu.

"Kak Vio sama kaChel aja nambah lho dek. Jangan diet-diet kayak Rasya deh. Nanti Farras jadi kurus kering mau?"

Chelsea menganggukkan kepala mendengar kata bunda, ia semakin bersemangat makan bahkan menambah satu sendok nasi lagi.

Sementara Rasya yang hendak memasukkan suapan terakhirnya langsung berhenti dan memasang wajah cemberut saat namanya ikut disinggung bunda. Padahal tadi ia makan dengan porsi normal, bahkan lebih banyak dari yang biasanya.

"Asya nggak diet kok. Udah proporsional gini ngapain Asya diet lagi?" ia menjawab dengan sewot perkataan bunda.

"Iya iya, yang udah proporsional." Bunda hanya tersenyum menggoda sambil mencolek dagu Rasya, membuatnya makin manyun saja.

"Padahal beberapa minggu lalu ada yang bilang mau diet gara-gara perutnya membuncit." Sindiran Iva membuat Rasya jadi ingin melahap kakaknya itu juga.

"Ih, itu karena Asya kebanyakan makan, habisnya rendang bunda enak. Nggak jadi kok Asya dietnya."

Hidung bunda jadi kembang kempis mendengar gerutuan Rasya yang justru memuji masakannya.

"Adek harus banyak-banyak makannya dong. Biar nggak kecil lagi badannya, kayak kak Rasya tuh, bongsor. Ayah kalau nggak tahu pasti akan mengira adek masih SD kayak Azka. Malahan tinggian dia daripada adek."

Rasya yang namanya disebut lagi hanya menghela napas dan menatap pasrah. Apa salahnya sih pagi ini? sampai jadi contoh yang entah ia harus bangga dengan itu atau tidak.

INNOCENT DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang