3.a
Happy Reading...
Kalau ada kesalahan penulisan dan semacamnya,
Jangan lupa comment ya..
.
.
Setelah menyelesaikan urusan dan penjelasan singkat dengan pihak sekolah dan teman-teman Farras yang hadir, Fay bisa menghembuskan napas lega.
Mereka tentunya heran kenapa Fay menahan Farras disini, apalagi mereka tidak diizinkan untuk melihat keadaan Farras.
Sebelumnya...
"Tadi Farras sempat terjatuh di lorong menuju kamar kecil, dia sedikit terbentur. Jadi biarkan dia istirahat dulu disini, saya yang akan mengantarnya besok."
"Lalu bagaimana keadaannya sekarang? Apa kami bisa melihatnya sebentar?"
"Ah, maaf. Saya meletakkan Farras di ruangan saya, itu privasi. Dia baik-baik saja sekarang. Kalian bisa datang besok pagi kalau mau, saya berencana mengantarnya besok siang."
Mendengar kalimat Fay itu, kepala sekolah yang awalnya hendak merangsek maju jadi terdiam. Ia menatap ke belakang, melihat guru-guru dan para muridnya, lalu kemudian ia menghadap ke depan lagi dan mengangguk pada Fay. Mereka berpamitan sesaat kemudian.
Ketika hendak berbalik setelah memastikan orang-orang itu pergi, ia dikejutkan oleh suara yang memanggilnya. Fay ingat itu adalah salah seorang teman Farras. Gadis itu meminta sesuatu darinya,
"Eum, bu Fayana. Eee, boleh sampaikan pesan Sisi ke Farras nggak?"
"Ya?"
"Besok Sisi berangkat ke rumah nenek. Selama liburan, Sisi nggak bisa menghubungi Farras. Soalnya ditempat nenek nggak ada sinyal."
"Oke. Memangnya dimana? Tidak ada sinyal?" Fay sedikit penasaran, dia tidak menahan diri untuk mengeluarkan pertanyaan itu.
"Eh? Di kampung, jauh. Bukan di pulau ini."
Jawaban Sisi membuat Fay diam, kenapa begitu berbelit? Bukankah lebih mudah langsung menyebutkan nama daerahnya. Meski jawaban itu tidak memuaskannya, Fay mengangguk.
Ia tidak beranjak dari posisinya setelah beberapa saat Sisi pulang, takut-takut ada yang kembali lagi menyampaikan pesan untuk Farras.
"Baiklah, sepertinya nggak ada lagi."
Langkah kaki Fay menggema sepanjang ia berjalan, suasana malam yang sunyi memberi kesan yang kuat pada suara hentakan kaki yang berirama.
Fay menikmati itu, kembali teringat dengan keberadaan Farras, kemudian ia kembali menggumamkan hal yang sama,
"Farras Fayara, hmm ini menyenangkan."
.
.
.
"Kenapa kamu disini?"
Sebuah suara tiba-tiba terdengar, menyebabkan Farras terkejut dan memekik tertahan. Padahal ia baru saja menetralkan diri dari ketakutannya pada Fay tadi.
Farras perlahan menoleh, dia menemukan bahwa orang yang bertanya adalah Kayla, ia agak gugup, tidak tahu hendak berkata apa. Sebenarnya pikirannya ingin menjawab,
"Aku tidak tahu kenapa aku harus dikurung juga disini, tapi yang pasti ini adalah karena aku sudah melihat kamu."
Tapi keberanian seujung kuku pun tidak muncul dalam dirinya, Kayla ternyata punya aura lebih menakutkan dibanding Fay, ia begitu dingin dan datar.
Kondisinya sebagai orang yang tengah dikurung cukup bagus. Meski ia tampak kurus dan tampilan wajahnya pucat, bahkan ada sedikit lecet di beberapa area yang terlihat ditubuhnya, namun ia tidak terlihat tersiksa atau tertekan.
"Aa.. Farras nggak sengaja sampai disini dan melihat kakak!"
Sambil mengatakan itu, Farras melirik takut-takut pada Kayla yang sedari tadi hanya menatap lurus ke arah kaki tempat tidurnya.
"Hah? Hahaha."
Dia tertawa, membuat Farras hanya terbengong menatap perubahan ekspresinya, Kayla terlihat lebih cantik daripada saat ia berwajah datar tadi.
"Padahal tinggal beberapa waktu lagi. Tapi kamu tenang saja, InsyaaAllah aku akan segera keluar dari sini dan kamu pun mungkin juga bisa dibebaskan."
Ucapan Kayla menimbulkan rasa penasaran baru dibenak Farras, apa maksudnya tinggal beberapa waktu lagi? Tapi kali ini Farras tidak mau memikirkan lebih jauh maksud dari kalimat itu. Mengingat apa saja yang diucapkan Fay saat pertamakali menangkapnya tadi, ia tidak ingin jadi tahu lebih banyak hal.
Kayla tersenyum bahagia, tapi kemudian ia mengernyit ketika menoleh dan melihat wajah Farras, dia berkata,
"Kamu mirip seseorang. Apa kalian bersaudara? Atau punya ayah yang sama? Hahha. Konyol sekali."
Farras hendak bertanya siapa orang yang dimaksud Kayla, tetapi ia hanya diam. Mungkin saja seseorang yang dimaksud Kayla adalah kenalannya, dan itu bukanlah hal penting dengan kondisinya sekarang. Bukankah katanya setiap orang memang memiliki kembaran wajah didunia ini?
Farras bersandar ke dinding, berjongkok dan memeluk lututnya. Ia ingin menenangkan diri, pikirannya penuh dengan kata-kata Kayla tadi. Tapi seberapapun ia berusaha menekannya, ketakutan Farras lebih besar dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang berkeliaran dalam benaknya.
"Apa Farras akan dibunuh nantinya? Atau dibuang? Atau dijual? Apa Farras nanti nggak bisa ketemu bu Prita lagi?"
"Shhh..."
Farras merasakan sakit di kepalanya memikirkan itu, perlahan ia merebahkan tubuhnya. Namun sebelum ia benar-benar menyentuh lantai, suara Kayla menyentaknya,
"Jangan disitu!!! Kamu nggak lihat ada sofa disana?"
Farras tidak menjawab, ia hanya segera bangkit dan berjalan ke arah sofa yang ditunjuk Kayla. Sedang Kayla terkekeh kecil melihat Farras berjalan dengan patuh, ia membalikkan badan setelah melihat gadis itu berbaring dan memejamkan mata di sofa yang cukup besar itu.
"Semoga dia tidak sakit pinggang nanti. Ah, kenapa ikatan ini kencang sekali? Lihat saja, aku akan tendang kakinya nanti. Untung dia mengikatnya ke depan, aku masih bisa tidur dengan nyaman."
Gerutuan panjang Kayla terdengar sebelum ia jatuh tertidur.
Sementara Farras, entah kenapa ia bisa tidur dengan cepat. Sakit kepalanya sudah hilang sejak ia mulai berbaring tadi. Jadi tampaknya ia akan tidur nyenyak malam ini.
To Be Continued...
.
.
.
Thank's for Reading...
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENT DAUGHTER
Novela JuvenilFarras tahu, setiap kali namanya dipanggil dengan nada dingin yang khas itu, artinya ia telah melakukan kesalahan. Dan tubuhnya tidak bisa menahan gemetar bila itu terjadi. "Farras, apa yang kamu lakukan?" "Manusia selalu didorong oleh rasa ingin ta...