Part 8

105 20 4
                                    

3.d

Happy Reading...

Kalau ada kesalahan penulisan dan semacamnya, Jangan lupa comment ya.

.

.

.

"Allaaah kenapa Farras ngomong begitu? Kenapa Farras bilang ke bu Prita? Kalau kak Fay itu marah gimana? Apa yang akan dia lakukan? Nanti kalau bu Prita di apa-apain gimana? Aduuuuh"

Farras bergerak-gerak gelisah selama di mobil, menyentuh bibirnya dengan gemetar. Ia merutuki diri sendiri karena tidak bisa mengendalikan mulutnya. Ia tidak sengaja telah melanggar larangan Fay, padahal wanita itu sudah memperingatkannya tadi, padahal ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak bicara apa-apa.

Sepertinya Farras terbawa suasana dalam kenyamanan pelukan bu Prita hingga tanpa sadar mengucapkan kejadian yang selalu terngiang di ingatannya, atau mungkin ia sedikit berharap bu Prita dapat menolongnya,

"Farras lihat ada orang dikurung di rumahnya. Farras nggak mau tinggal sama kakak itu. Farras takut."

Farras tiba-tiba melupakan peringatan Fay ketika ia berada dalam pelukan bu Prita, hingga mulutnya keceplosan mengatakan isi hatinya.

Farras tahu bahwa setelah ini yang harus dia hadapi adalah kemarahan Fay. Memikirkan cara dia memperlakukannya sejak pertama kali berurusan dengan Fay, selalu membuat Farras sangat ketakutan. Ia hampir tidak dapat menahan gemetar di tubuhnya, sebagai efek dari perasaan yang terlalu besar.

"AAAARGH. Kenapa Farras bisa keceplosan?"

.

.

.

"Sebaiknya Fay menghindari Farras untuk mengetahui hal-hal seperti itu. Dia pastinya salah paham sekarang."

"Iya. Itu benar-benar di luar kendali saya. Tiba-tiba dia udah ada di sana. Saya terlambat mengetahuinya."

"Ibu mengerti. Hhhh..." bu Prita menghela napas pelan lalu melanjutkan,

"Semoga Fay bisa segera menyelesaikan semua permasalahan ini. Ibu kasihan dengan Farras, tapi jika ini memang yang terbaik dilakukan saat ini, ibu akan dukung. Hubungi saja ibu kalau Fay membutuhkan bantuan."

"Tentu bu. Terimakasih atas pertolongan ibu selama ini."

"Iya. Ibu juga berterimakasih. Ibu senang bisa merawat Farras selama tiga tahun ini."

Fay dan bu Prita saling melempar senyum, ada kebahagiaan terpancar dimata keduanya.

"O iya, titip salam ke bunda ya Fay. Ibu udah lama nggak ke rumah, akhir-akhir ini ibu juga nggak sempat menghubungi."

"Iya bu. Saya akan sampaikan, InsyaaAllah. Ibu jaga kesehatan. Saya pergi sekarang kalau begitu. Saya harus bekerja setelah ini."

"Oke. Hati-hati ya. Ingat pesan ibu tadi."

.

.

.

Fay melangkah dengan tenang ke luar panti itu. Ia dapat mengendalikan diri saat bersama bu Prita tadi, tapi sekarang Fay merasa ada kemarahan di dalam dirinya. Setelah berada di dalam mobil, Fay memandang Farras dengan wajah pucat, ia tertawa kecil, membuat Farras semakin takut.

Terang saja, ia sudah mengingatkannya dengan lembut, tetapi Farras masih tidak mendengarkan. Dia tidak ingin mengganggu ketenangan bu Prita dengan mencemaskan mengenai Farras lagi, kenapa gadis kecil ini tidak mengerti?

Fay selalu beprinsip, mewajarkan adanya konsekuensi atas kesalahan, adanya hukuman untuk belajar dari pengalaman. Tapi melihat bagaimana keadaan Farras, menghukumnya mungkin saja akan berakibat buruk. Yah, melihat bahwa dia terlihat seperti terintimidasi hanya dengan keberadaan Fay, kali ini ia akan melepaskannya, memberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya.

Namun tetap saja Fay perlu untuk memberi peringatan keras, jika tidak, mungkin kedepannya Farras akan melakukan hal yang sama. Fay takut gadis kecil itu berpikir bahwa dia bisa mengabaikan Fay, bahwa Fay akan mentoleransi atas kesalahan yang bisa diperbaiki. Ia memiliki kebanggaan kecil menyadari bahwa ini adalah didikan pertama darinya.

Fay mengambil kedua tangan Farras yang tampak gemetar, menggenggam tangan kecil itu dengan telapak tangannya yang hangat. Fay tersenyum dalam kebingungan sendu Farras. Fay kemudian meremas tangan itu, senyum di wajahnya menjadi semakin intens.

"Anak kecil."

Fay mencondongkan tubuh mendekat pada Farras dan memanggilnya dengan lembut, wajahnya penuh kepuasan ketika dia melihat gadis itu terdesak ke belakang hingga hampir menangis. Melihat Farras seperti itu, Fay yakin dengan pikiran bahwa mungkin ia telah menyadari apa yang telah dilakukannya. Namun Fay tidak ingin Farras benar-benar menangis sehingga kemudian dia berkata,

"Kamu ternyata nakal. Tapi saya akan maafkan kamu kali ini."

Farras seketika terbatuk akibat menahan napasnya cukup lama. Ia benar-benar terpojok barusan. Fay membuat jantungnya tidak bisa berdetak normal, namun belum lagi ia mengambil napas dengan benar, ucapan Fay berikutnya bagaikan pembalasan dendam kecil untuknya,

"O ya, saya lupa. Sisi kemarin berpesan, dia nggak bisa menghubungi kamu setelah ini. Dia liburan di tempat neneknya, dan nggak ada sinyal disana."

Pada akhirnya Farras benar-benar menangis mendengar kabar itu, sekarang dia tidak ingin sama sekali menahan perasaan sedihnya. Kenapa semua berita buruk dan hal menyedihkan datangnya bersamaan? Padahal Farras berniat bercerita pada Sisi, setidaknya bertemu Sisi saja cukup untuk sejenak melupakan masalahnya.

"Kenapa Sisi nggak besok aja perginyaaaa..."

Tangisan Farras membuat Fay tersenyum kecil, sepertinya gadis itu telah teralihkan dari rasa takutnya pada Fay. Raut tegangnya tadi berganti cebikan yang tampak menggemaskan di mata Fay, ia cukup terhibur dan kemarahannya telah hilang. Ada kelegaan mendengar tangis Farras yang lama kelamaan makin melemah.

Beberapa lama kemudian...

"Seenggaknya dia bukan menangis karena takut." Ucap Fay pelan.

"...Hm. Farras, selamat datang dalam kehidupan baru kita." Lanjutnya sambil menatap wajah Farras yang sudah tepar menyandar pada pintu mobil. Ia bergerak perlahan, membawa tubuh Farras rebah ke pelukannya.

Dan... CUPP

Mengecup pucuk kepala gadis yang tertidur itu.

.

To Be Continued...

~wohoooo, Farras nggak dihukum

~Nantikan kelanjutannya yaaa...

Jangan Lupa Comment, Vote, dan Follow juga akun ini untuk mengapresiasi & mendukung penulis ya...

.

.

Thank's for Reading...

11 April 2022, 15.13
840 kata.

INNOCENT DAUGHTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang