Kau...melihatku?'
Jeongin menggeleng. Kalimat mengerikan tadi masih terngiang jelas di telinga. Ia berlari sekuat tenaga menjauhi jembatan. Pulang sekolah menunggu bus di halte, pemuda itu terkejut setengah mati mendapati sosok bersurai merah sudah memijak di atas pembatas, ancang-ancang melompat ke dalam sungai arus deras. Pemuda manis itu jelas panik, berharap ada orang baik hati mencegah hal tak diinginkan terjadi. Anehnya manusia di sekitar seolah buta, terpaku kegiatan masing-masing. Terpaksa ia abaikan kedatangan bus di kejauhan, demi sosok nekat tersebut.
Namun niat baik berubah petaka. Lihat apa yang didapat dari tindakan (sok) heroik. Sosok disangka manusia ternyata makhluk mengerikan, entah apa. Entitas asing jenis iblis atau jadi-jadian, Jeongin tidak berpikir lagi. Sepasang sayap legam terkembang lebih dari cukup membuat lemas. Parahnya...netra jelaga menghujam tajam terpatri kuat dalam ingatan. Tanpa peduli napas putus-putus, ia memaksakan gerak tungkai kurusnya sejauh dua kilometer hingga sampai apartemen. Tergesa keluar lift dan memencet kode rumah, Jeongin menerobos kamar. Selain makhluk barusan, satu masalah harus dihadapi sekarang adalah...rasa sakit merebak liar pada dada kiri.
Penyakit jantungnya kambuh.
Jeongin meluruh ke lantai. Gemetar meraih botol berisi tablet nitrogliserin di tas sekolah, meletakkan satu butir di bawah lidah. Masih sempat melonggarkan dasi menjerat leher, ia berusaha menetralkan napas, berharap rasa sesak yang naik ke tenggorokan berangsur reda. Ditunggu dua menit, obat hanya menunjukkan sedikit efektivitas. Hendak merangkak ke tempat tidur sudah tidak sanggup. Satu-satunya hal terpikir adalah menghubungi sang mama. Mau tidak mau ia harus kembali mengunjungi rumah sakit hari ini.
⛩️
Memandang kosong lautan awan diluar jendela, Hyunjin menyilang kaki bersandar pada sofa. Diminta Yang Mulia Zadkiel ke ruangannya, namun sang atasan malah menghilang. Selain memenuhi panggilan, ia juga ingin menanyakan hal yang mengganggu pikiran. Kejadian tiga hari lalu masih misteri, belum dibagi ke siapapun.
Dua ratus tahun mengabdi sebagai penjemput jiwa di bawah perintah sang Dewa Kematian, tidak pernah ada kejadian manusia bisa melihat bahkan menyentuh wujud Domingard...kecuali saat mati. Dunia tersebut memiliki banyak orang spesial dengan warna indigo dan batin murni, namun tetap mustahil menembus dimensi makhluk sebangsa Hyunjin. Strata mereka berbeda dengan isi dunia bawah macam arwah penasaran, setan, siluman yang keberadaan mudah ditangkap. Penjemput jiwa dan Dewa Kematian adalah rahasia besar alam semesta. Bagai kotak besi berlapis pengaman, entitas semesta milik Yang Kuasa satu ini harusnya terkunci rapat tak tertembus.
Domingard tiba-tiba bergidik ngeri. Membayangkan pemuda tempo hari yang mampu menarik tubuhnya hingga terjengkang...kekuatan jenis apa yang dimiliki jika bukan orang pilihan langsung dari Atas?
Penerima berkah Tuhan. Ia harus hati-hati pada manusia modelan itu. Sebenarnya di dunia seperti sekarang mustahil ada makhluk seperti diceritakan Johnny. Namun jika benar ada, mereka terkenal dengan lidah yang pahit. Apapun diucapkan, jadi kenyataan termasuk kutukan sekalipun.
Pintu kayu berderit terbuka, membuyarkan lamunan. Hyunjin membenahi posisi mengira Zadkiel yang datang. Seketika wajahnya berubah kusut mendapati eksistensi makhluk paling memuakkan malah memasuki ruangan sembari bersiul senang. Ia kembali menyandar malas pada sofa.
"Halooo~" Sapa Felix riang, tanpa beban.
"Kenapa disini? Memang tugasmu sudah selesai?" Tanya Hyunjin sepat.
"Aku disini karena dipanggil oleh Yang Muliaa~ Arwah kabur itu sudah kembali ke tubuhnya. Sekali tiup, puahhhh! Ia langsung bangun dari koma." Felix memeragakan bagaimana ia memberi hembusan napas bercampur ludah pada telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REQUIEM [HYUNJEONG]
Fantasy[END] Setiap makhluk hidup akan mati... Siap atau tidak, hari itu pasti datang. Disaat tiba, kegelapan merangkak keluar celah. Malaikat penghakiman terbang turun dari langit senja. Tidak ada yang bisa menghentikan jika Yang diatas sudah berkehenda...