Kepergian Hyunjin dari istana Dewa Kematian menyisakan banyak pertanyaan mengenai penyebab takdir langka tersebut. Johnny termenung menatap punggung Meliodas. Makhluk yang beberapa hari lalu masih berstatus bawahan, nyatanya memiliki kedudukan setara Dewa lain. Wajar tidak mengetahui perkara yang terjadi karena ribuan tahun lalu dirinya belum menggantikan tugas Dewa Kematian lama.
Sang Dewa Kematian menghela napas, berjalan menuju balkon tempat Felix mematung memandangi arah menuju akhirat. Ia berdiri tepat di sebelahnya.
"Jadi, Dewa Keberuntungan," Ucap Johnny memecah hening.
Felix tidak mengalihkan perhatian sedikitpun dari lautan awan yang menyelimuti dibawah.
"Aku bukan Dewa Keberuntungan lagi. Aku anak buahmu, Yang Mulia Zadkiel." Jawabnya tenang.
"Itu tidak menutup fakta bahwa kau adalah seorang Dewa." Johnny melirik sekilas lawan bicara. "Maaf, tidak menyadari hal penting ini sebelumnya. Dewa Akhirat menyuruhku---"
"Dewa Akhirat terlalu berlebihan. Pura-pura mengangkatku sebagai keponakan agar tidak ada yang berani mengganggu.... itu sia-sia."
"Dia hanya ingin melindungimu sebagai sahabat baik."
Felix terdiam. Dalam hati ia berterimakasih karena tetap berusaha dilindungi setelah berbuat kurang ajar pada Sang Penguasa Neraka.
"Dewa Keberuntungan---"
"Meliodas."
Johnny tersenyum kecil.
"Baiklah, Meliodas. Aku hanya perantara untuk mengembalikan apa yang harusnya jadi milikmu. Sekarang boleh aku tahu kenapa tragedi macam ini menimpamu?"
Felix mengulas senyum tipis. Ia berbalik, menyandar punggung pada pembatas.
"Sepertinya aku harus menggali kembali ingatan ribuan tahun lalu." Gumamnya menerawang.
⛩️
Dua pribadi berbeda berjumpa pertamakali di Kuil Dewa Keberuntungan perbatasan kerajaan. Hyunjin seorang panglima perang Kerajaan Selatan, sementara Jeongin adalah dokter pribadi termuda di Istana Raja Utara.
Berawal dari saling sapa dan berteman, mereka dekat dan menjadikan Kuil sebagai tempat bertemu.
Felix sang Dewa Keberuntungan, awalnya hadir hanya untuk memberkati doa-doa di Kuil. Namun lama kelamaan, ia malah menjadi pengamat sosial dua orang yang konsisten datang di waktu sama sekaligus menggunakan tempatnya mengobrol cukup lama.
"Yang Mulia, ada doa lain yang harus anda berkati di---"
"Tunggu sebentar. Aku masih ingin dengar mereka bicara apa." Sahut sang Dewa pada pelayan setia sembari menenteng guci arak di tangan kanan. Panglima dan dokter masih duduk di beranda kuil melanjutkan obrolan.
"Jika anda terkena anak panah beracun, ramuan ini akan mencegah racun menyebar sementara. Setelah itu temui dokter kerajaan, dan segera cabut panah." Jeongin menjelaskan rinci sembari menyodorkan botol giok yang dibawa. Bukannya mendengar saksama, panglima malah sibuk meneliti paras sang dokter. Alasan Hyunjin bersemangat mengunjungi kuil selain berharap bala tentaranya diberkahi keberuntungan adalah.... menghabiskan waktu lebih lama dengan Jeongin.
Ia menyukainya.
"Oh, lihat. Siapa yang cintanya bersemi di beranda rumahku?" Dewa Keberuntungan masih sibuk memelototi dari dalam bangunan kuil, mengamati dua manusia kasmaran.
"Yang Muliaaa!" Rengek pelayannya. Ini sudah terlambat lima menit sejak upacara di Kuil Dewa Keberuntungan lain digelar, namun Felix malah merecoki urusan tidak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
REQUIEM [HYUNJEONG]
Fantasía[END] Setiap makhluk hidup akan mati... Siap atau tidak, hari itu pasti datang. Disaat tiba, kegelapan merangkak keluar celah. Malaikat penghakiman terbang turun dari langit senja. Tidak ada yang bisa menghentikan jika Yang diatas sudah berkehenda...