37 : BUKAN ITU ALASANNYA

202 36 10
                                    

"Buku lagi! Buku terus! Dikira Iyo suka bacanya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Buku lagi! Buku terus! Dikira Iyo suka bacanya?"

Gio, anak laki-laki berusia enam tahun itu melangkah lebar. Bibir kecilnya mengerucut begitu mengingat hadiah yang ia dapatkan ketika berhasil naik ke kelas selanjutnya. Apa ia harus juara satu terlebih dahulu supaya orang-orang itu tidak menghadiahinya lebih banyak buku cerita?

Entahlah, meskipun ada rasa ingin mengalahkan, tapi ia cukup sadar diri kemampuannya beda jauh dibandingkan Rean yang gila belajar ataupun Dikta yang selalu fokus dengan kegiatan yang menarik minat. Langkah kaki kecil itu terhenti di taman belakang, duduk di ayunan bawah pohon, sesekali mengayunkannya dengan laju.

Jangan sampai Nanta melihat dan menirunya juga.

Hingga beberapa menit setelahnya, gerutuan itu terhenti ketika seseorang menghampiri. Membujuknya? Tentu tidak. Orang yang menghampirinya kali ini tidaklah seperti Dikta, melainkan Rean.

Merasa ditatap, Rean yang duduk di kursi putih halaman belakang, menoleh seketika, lalu fokus kembali dengan bacaan di tangan dan teh hangatnya.

Gio berdecak, secepat mungkin ia turun lalu menengadahkan tangan, ke atas buku dengan ketebalan empat ratus halaman itu.

"Apa, Yo?" tanya Rean risih, menyingkirkan tangan kecil Gio. Nihil, tidak berhasil.

"Hadiah Gio mana?" tagih Gio, menatap tajam. "Katanya kalau Gio naik kelas, Abang bakal kasih hadiah, kan?"

"Bukannya udah dikasih sama Papa Mama, hm?" jawab Rean mengangkat sebelah alis. "Kenapa minta lagi ke gue?"

"Hadiah Gio!" Gio mengembungkan pipi, menengadahlan tangan sekali lagi. "Gio nggak mau buku lagi."

"Yo, dengar gue." Rean menutup bacaan, memejamkan mata sejenak lalu mengembus napas panjang. "Di luar sana, ada banyak orang yang mau beli banyak buku, tapi nggak mampu. Mumpung lo masih bisa menikmati hal itu, nikmati, Yo."

"Ya, udah. Ambil aja buku Gio," ucap Gio lantang, setengah kesal. "Lagipula, Gio maunya yang lain. Anak-anak yang lain harusnya bersyukur punya banyak mainan, soalnya Gio dikasih buku terus. Kayak gitu, kan?"

"Keras kepala," umpat Rean, setengah menjitak puncak kepala Gio dengan pelan. Sesaat ia menyesali membiarkan Gio berlama-lama bersama Dikta, semakin hari semakin sama saja tingkah lakunya. Jika memiliki keinginan, harus diusahakan seperti apa saja. Jika dengan meminta izin dengan orang lain tidak berhasil, maka akan nekat sendiri.

Ah, bodoh. Namun, di sisi lain, Rean juga tidak mau Gio memiliki sifat sepertinya, menerima apa saja tanpa perlawanan. Entah itu hal yang disuka atau sebaliknya.

"Lo mau apa memang? Mainan?"

Kedua sudut bibir yang sedari tadi menurun, sembari memegang kepala kini terangkat seketika, memperhatikan Rean sekali lagi, lalu mengangguk cepat. "Mobil yang ada remote control. Yang pesawat juga nggak apa."

Brother Notes [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang