Seharusnya semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Kalau saja Martin dan Aluqi tak menyeletuk seperti itu, sudah dipastikan hari-hari pertama Shani masuk lagi sekolah akan damai dan nyaman. Padahal moodnya sudah hancur karena tahu pembagian kelas tak di rolling, ditambah lagi dengan celetuk sampah itu benar-benar membuat Shani badmood seharian.
Hari ini baru perkenalan wali kelas. Dan lagi-lagi anak kelasnya yang baru beberapa jam bertemu langsung liar dan mudah menyesuaikan dengan kandang barunya.
"Bu, sekarang pulang jam berapa?" Samuel mengangkat tangannya.
"Buset baru juga masuk udah mau keluar aja lo." Lyno menyeletuk yang terdengar ambigu.
"Wow! Apaan, tuh, yang keluar masuk?" Tanya Dery menaik turunkan alisnya.
Pertanyaan sampah itu justru disambut baik oleh anak kelas. Memang otak selangkangan semua, celetukan ambigu itu langsung masuk ke sinyal otak mereka.
Shani mendengus kecil jadi menangkup pipinya menggunakan kedua tangan. Matanya tak sengaja melihat kearah Jefry yang sedang menggelengkan kepalanya sambil mengusap dada melihat tingkah minus dari anak-anak kelas.
Hatinya tiba-tiba saja merasa damai hanya melihat punggung itu. Desiran hangat di dalam hati Shani membuat gadis itu menjadi tak sadar sudah jatuh kedalam bawah sadarnya. Terlalu larut memperhatikan Jefry.
Nansyla melirik teman sebangkunya, wajah Shani nampak kembali berseri ketika melihat kearah Jefry.
"Buset sampe segitunya," celetuk Nansyla tepat di telinga Shani.
Shani mengerjapkan matanya, gadis berpipi bulat itu langsung tersadar dari lamunannya. Ia membenarkan posisi duduk dan melirik Nansyla tak minat.
"Berisik banget, bikin khayalan gue amburadul!" kesal Shani kembali fokus kepada guru di depan.
Nansyla terkekeh pelan, ia merasa terhibur melihat ekspresi dari Shani yang selalu datar tetapi terselip emosi.
Tangan lentik milik Nansyla mencolek dagu Shani. Hal itu semakin membuat Shani kesal dan menepis sedikit kasar tangan putih dan lentik itu.
Nansyla tuh jahilnya tingkat dewa apalagi kalau bareng Shani. Dan juga emosinya ibarat tisu dibagi seribu. Tipis pake banget.
"Sey!" Tegur Shani kepada Nansyla. Gadis berpipi chubby itu memang memanggil Nansyla dengan panggilan yang berbeda dari yang lain.
Nansyla semakin tergelak, sembari berusaha membekap mulutnya supaya tak membuat gaduh.
Sampai tiba-tiba Shani tak sengaja mendorong tubuh Nansyla. Gadis cantik itu langsung terkejut dan berpegang pada meja, yang akhirnya membuat kursi yang didudukinya sedikit bergeser dan membuat tasnya jatuh.
Suara gaduh itu membuat perhatian seluruh kelas kearahnya. Shani yang tak suka menjadi pusat perhatian pun langsung menyembunyikan kepalanya di belakang punggung tegap milik Martin. Berharap ia tak ketahuan oleh wali kelas barunya.
"Kenapa Nansyla?" tanya Bu Bursey.
Nansyla menormalkan duduknya. Ia menatap sengit kearah Shani yang seakan-akan tak merasa bersalah.
"Gak apa-apa, Bu, hehe," jawabnya dengan wajah memerah.
Bu Bursey menggeleng pelan. Masih memaklumi tingkah muridnya itu.
"Karena hari ini adalah hari pertama masuk lagi, ibu akan langsung pembagian struktur kelas yang intinya saja. Bagian-bagian lainnya bisa di sesuaikan, ya." Wanita muda itu mulai fokus kepada pembicaraannya. "Kalau perkenalam ibu gak perlu, kalian udah kenal sama ibu dari kelas sepuluh, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion; Simple Beauty
Teen FictionTerkadang hal yang dianggap remeh dan di pandang sebelah mata itu lebih berharga di waktu yang tepat. Seperti hal-nya bunga dandelion, yang bahkan di lirik orang pun jarang. Sama seperti seorang gadis bernama Gashani. Gadis berpipi chubby yang terl...