"Kalau tau gak belajar kaya gini mending gue gak sekolah," gumam Shani menatap suasana kelasnya yang ramai.
Tubuh perempuan itu bersandar pada dinding. Menatap teman-teman sekelasnya yang sedang sibuk bercanda karena sedang free clas.
Shani merasa bosan, apalagi Nansyla yang harus kumpulan semua ketua eskul. Bee yang sedang kumpul bersama anak dance, dan Randi yang sedang sibuk dengan Markus dan Lyoung membuat keributan.
Sejujurnya Shani masih agak canggung dengan anak kelas, apalagi ia sedikit sulit memulai percakapan. Semua teman dekatnya sedang sibuk. Tapi, ada satu orang lagi. Yang tak lain dan tak bukan adalah Tara.
Shani langsung mendengus ketika mengingat pemuda itu. "Cowok gak jelas kaya dia mana bisa diandelin. Gila aja dia nyuekin gue seberapa lama."
Gadis dengan pipi bulat itu mendesah pelan. Benar-benar merasa sepi, padahal suasana di kelas cukup ramai.
Martin yang biasanya ada di bangkunya pun sedang keluar bersama Jefry. Setidaknya jika ada pemuda itu Shani tak akan kesepian seperti ini. Pasti dia akan banyak mengajak mengobrol atau membahas banyak hal.
Shani merebahkan kepalanya di atas meja, dan wajahnya menghadap kearah dinding. Ia memunggungi teman-temannya. Ketika baru saja akan memejamkan matanya, sensani dingin begitu terasa di lengannya membuat Shani sedikit terlonjat kaget.
"Aduh!" Pekik Shani menegakkan tubuhnya. "Martin!" Kesal gadis itu, sedangkan Martin hanya terkekeh pelan sembari memberikan minuman kaleng ke hadapan Shani.
"Minum, biar gak ngantuk," ucapnya membuat Shani mau tak mau menurut.
"Baru aja gue mau tidur," ujar Shani yang hanya diangguki Martin. "Gue tahu, kok. Makanya sengaja gue bangunin, soalnya kalau lo tidur gue gak ada temen," jawab Martin.
Shani mendengus dan meninju lengan berotot milik Martin. "Gajelas!"
Martin tersenyum simpul, ia kemudian melirik Shani yang tengah menegak minuman dari pemberiannya. Martin bisa melihat jika wajah Shani sedang kusut.
"Kenapa muka lo?" tanya Martin.
Shani menghela napasnya pelan. "Gabut banget," jawabnya dengan mata kosong menerawang ke depan.
Martin terkekeh kecil, padahal di kelasnya cukup ramai. Tetapi cewek di sebelahnya ini malah merasa galau dan bosan.
"Lagian kenapa gak gabung sama yang lain?" ucap Martin kemudian beralih menatap teman-teman sekelasnya. "Tuh, mereka lagi ngobrol bareng. Omongan cewek-cewek biasanya langsung nyambung," ucapnya sembari menunjuk kearah cewek-cewek kelasnya.
"Gak tahu, gue gak bisa basa-basi," jawab Shani. "Padahal gue pengen banget gabung sama mereka, tapi kalau gak ada Bee sama Nansyla rasanya canggung."
Martin menatap Shani dalam. Cowok itu bisa merasakan dari raut wajah Shani yang terlihat tak biasa dengan keramaian. "Coba dulu aja," ujar Martin.
Perempuan berpipi chubby itu menggeleng pelan. "Selain canggung, gue juga minder gabung sama mereka. Mereka itu ibaratnya berliannya kelas ini, sedangkan gue?" Shani menunjuk dirinya menghadap Martin.
Seketika hening ditengah-tengah keduanya. Martin mencoba merangkai kata-kata yang pas agar Shani paham dan tidak tersinggung oleh ucapannya.
"Shani," panggil Martin pelan.
Shani menoleh dengan alis mengangkat. "Kenapa?"
Shani memundurkan tubuhnya, merasa salah tingkah ditatap begitu dalam oleh Martin.
Dalam hatinya Shani terus merutuk, bisa-bisanya cowok di depannya menatap dengan teduh dan juga dalam. Jujur aja, sih, Shani baper.
Sial emang. Gara-gara lama jomblo, ditatap kaya gitu aja rasa-rasanya mau meleleh.
"Ehm! Kenapa?" tanya Shani sedikit menghilangkan rasa gugupnya.
Martin langsung menyentuh bahu Shani, kembali menatap Shani dengan mata teduhnya dan tersenyum hangat. "Kenapa selalu ngerasa kaya gitu?"
Shani diam, bingung ingin menjawab apa. Apalagi tubuhnya yang terasa dialiri listrik akibat sentuhan Martin yang tiba-tiba.
"Lo selalu menganggap diri lo itu gak ada apa-apanya. Selalu ngeliat kelebihan yang orang punya, dan juga selalu ngerasa kecil dan suka banding-bandingin diri lo sendiri sama orang lain?" Martin berucap seriusan, membuat Shani tertegun.
Melihat Martin yang seperti ini, jujur saja Shani ngeblank. Lidahnya terasa kelu, padahal biasanya cewek chubby itu berubah riang ketika mengobrol bersama Martin.
"Lo selalu menganggap diri lo itu gak berharga? Dan juga lo selalu gak percaya diri karena takut orang lain gak ada yang menganggap lo penting."
Martin menarik Shani, membuat ia sepenuhnya saling berhadapan. "Sini liat gue!"
"Lo keren, punya sesuatu yang bisa dibangkan dan bisa bikin orang iri. Selain itu lo juga penting dan berharga," ujar Martin dengan serius, mata Shani mengerjap.
Kenapa cowok di depannya ini berubah serius sekali. Hati Shani berdesir hangat, jujur saja jika Martin bertambah tampan berkali-kali lipat jika sedang serius.
"Tin," panggil Shani lirih.
"Kenapa!? Mau nyangkal apa yang gue omongin?" potong Martin membuat Shani tidak melanjutkan ucapannya.
"Sekali lagi gue tegasin, ya, Shani. Lo itu penting dan berharga bagi orang tua lo," ujar Martin menggantung, "dan bagi gue juga."
Tubuh Shani menegang, matanya melebar. Kemudian menatap Martin dengan penuh tanda tanya.
"Lo ngelindur?" tanya Shani tiba-tiba membuat suasana berubah.
Martin menghela napasnya, kemudian mendorong bahu Shani dan menyentil dahinya pelan. "Gak bisa diajak serius!" kesalnya.
Shani dibuat bingung dengan tingkah Martin, tiba-tiba serius dan berucap apa tadi? Dirinya berharga? Tumben sekali, Shani yang biasanya tidak ada yang memuji dan dianggap begitukan merasa aneh. Shani kira cowok itu hanya ingin menenangkan saja, tak ada kata serius. Tetapi melihat wajah Martin yang berubah seketika membuat Shani tersadar satu hal.
Martin.
Laki-laki pertama selain Ayahnya yang mengatakan jika dirinya berharga.
Boleh gak, sih, Shani bahagia sama ucapan Martin?
Tangan Shani memainkan botol minuman yang diberi oleh Martin. Membasahi bibirnya, "gue cuman aneh ada yang muji dan anggap gue berharga selain ayah," lirih Shani.
Martin menoleh, menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Seakan ia ikut merasakan apa yang selama ini Shani rasakan.
"Gue paham. Tapi satu hal yang perlu lo tahu dan pahami, kalau lo itu berharga. Titik!"
Shani tersenyum lebar kemudian mengangguk semangat. Matanya menyipit karena saking lebarnya senyuman yang ia tampilkan.
"Gemes banget, sih, lo!" ucap Martin sembari mengacak-acak rambut Shani.
___
Widih pengen dong dapet ucapan kaya Shani!?????
01 Agustus 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion; Simple Beauty
Teen FictionTerkadang hal yang dianggap remeh dan di pandang sebelah mata itu lebih berharga di waktu yang tepat. Seperti hal-nya bunga dandelion, yang bahkan di lirik orang pun jarang. Sama seperti seorang gadis bernama Gashani. Gadis berpipi chubby yang terl...