Tara melajukan motornya pelan ketika memasuki gang perumahannya. Tak ada ekspresi apa-apa diwajahnya yang tampan. Hanya ada guratan lelah dan tak bersemangat.
Setelah sampai di halaman rumahnya, Tara memarkirkan motornya sembarangan. Ia tak begitu peduli, hanya satu yang diinginkan dirinya saat ini. Yaitu segera bertemu dengan kasurnya yang empuk.
Andai saja ia tak dipaksa agar menuruti permintaan sepupunya. Mana mau ia menggunakan waktu liburnya yang berharga itu dengan cuma-cuma.
"Aku pulang," ucap Tara ketika baru saja masuk ke dalam rumah.
Ruang tamu yang langsung terhubung dengan ruang keluarga membuat Tara bisa melihat ada siapa saja disana yang menyambutnya pulang.
"Acaranya baru selesai, Ko?" tanya Umi yang sedang menata kue.
Tara mengangguk singkat. "Iya, Mi."
Tara melirik kearah gadis kecil di samping uminya yang sibuk mengemil kue. "Sana kok malah bantu ngabisin!" Celetuk Tara sembari melangkah menuju kamarnya.
"Dia siapa, sih, Mi?" tanya Rensana pura-pura tak kenal kepada Tara.
Tara langsung menengok, melirik tajam adik satu-satunya. "Oh, gak kenal Koko, ya?" tanya Tara angguk-angguk kepala. "Nanti ngajak main Hasan aja, deh. Ada pasar malam kalau gak salah," ujar Tara melirik sekilas kearah Sana. Kemudian ia langsung berjalan kearah kamarnya.
Rensana yang tadinya seolah tak peduli langsung memelototkan matanya. Ia taruh kue yang sedang di makannya, kemudian berlari menyusul Tara yang sudah masuk ke dalam kamar.
"Koko! Aku cuman becanda aja, suer!" teriak Rensana. Gadis itu mengejar Tara yang sudah masuk kamar.
"Siapa, ya? Gak kenal!" Balas Tara berteriak.
"KOKO, IH!" teriak Rensana sembari menghentakkan kakinya.
Renjani yang sedang menata kue bersama ibunya menggeleng pelan. "Hobi banget berantem," gumam Renjani.
Umi Ningsih tersenyum samar. "Kaya kamu yang enggak aja dulu sama Koko kamu," ucap Umi Ningsih membuat Renjani menyengir kuda.
"Umi," panggil seseorang dari pintu depan. Renjani menoleh kearah pintu, begitupun dengan Umi Ningsih.
"Nanas, ada apa?" tanya Renjani yang langsung bangkit dari duduknya. "Ayo masuk, Nas," ucapnya sedikit meninggikan suaranya.
Umi yang tadinya sedang sibuk menata kue langsung menghampiri Shani yang sekarang sudah duduk di sofa yang berada di ruang tamu. Renjani menemani Shani yang duduk setengah canggung, apalagi ketika Umi menghampirinya.
"Ada apa, sayang?" tanya Umi dengan suara lembut khas-nya. Kemudian ia duduk di sebelah Renjani.
Shani mengulurkan tangannya yang sedari tadi menenteng tote bag. Kemudian Shani tersenyum kikuk. "Ini titipan dari Ibu. Soalnya Ayah baru pulang dari rumah halmeoni."
Mata Renjani berbinar melihat bingkisan dari Shani. Tangannya langsung terulur untuk mengambil bingkisan dari Ibu Shani. "Wah, makasih banyak, ya." Renjani memekik senang.
Umi yang sedari tadi memerhatikan anak gadisnya menggelengkan kepala. "Kamu kalau berhubungan sama Korea langsung heboh banget," ucapnya terheran-heran.
"Hehe, iya dong, Mi," jawab Renjani masih memamerkan deretan giginya yang rapih.
"Kamu ambil minum buat Nanas," ucap Umi. "Sekaligus simpen bingkisan dari Nanas di dapur," lanjutnya yang diangguki oleh Renjani.
Shani yang sebenarnya canggung sedari datang, semakin terlihat gelisah di wajahnya. Ia ingin cepat-cepat pulang dan tak enak hati. Merasa tak nyaman.
"Umi gak usah repot-repot, aku mau langsung pulang," ucap Shani dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion; Simple Beauty
Novela JuvenilTerkadang hal yang dianggap remeh dan di pandang sebelah mata itu lebih berharga di waktu yang tepat. Seperti hal-nya bunga dandelion, yang bahkan di lirik orang pun jarang. Sama seperti seorang gadis bernama Gashani. Gadis berpipi chubby yang terl...