9. Malfoy's

1K 116 3
                                    

Kejadian kemarin tampaknya berdampak besar bagi Draco Malfoy. Begitu Astoria pergi meninggalkannya, Draco terburu-buru mengejar gadis itu dan tidak lagi memandang Scorpius dan Rose. Ucapan Astoria memang menyakiti hatinya, tapi ia takut masa depan berubah.

Di samping Draco yang sakit hati, Scorpius pun dilanda kecemasan yang luar biasa. Ia tidak mungkin kembali ke masa depan, setidaknya sebelum kedua orang tua mudanya berbaikan. Hari ini tidak ada lagi Draco yang mengganggu Astoria, Daphne bahkan cukup terkejut ketika mengetahui Draco hanya diam menatap adiknya dengan sorot kekecewaan.

Theo dan Blaise yang telah mendengar kejadian sesungguhnya tidak bisa untuk tak bersimpati. Masalahnya, ini adalah Draco. Mereka lebih suka melihat Draco yang marah-marah tak jelas atau membanting barang daripada berdiam diri seolah memikirkan rencana jahat tersembunyi.

David yang tahu pun hanya bisa berdiam diri, karena masalah Elena telah teratasi mengingat pagi itu kekasihnya datang menemuinya dengan wajah yang ceria. Masih menjadi rahasia, tapi ia mendengar bahwa Cedric dan Cho telah mengakhiri hubungan mereka.

Pansy yang tak tahan dengan diamnya mereka hanya bisa menghela, gadis itu bangkit dari kursinya, melipat kedua tangannya, dan menatap Draco kesal. "What's wrong with you?!" Desisnya. "Apa yang terjadi antara kau dan Astoria?"

Mendengar nama Astoria disebut, Draco yang semula duduk di tempatnya hanya mendongak, menatap Pansy malas. "Aku tidak berniat memberimu bahan untuk bergosip."

Pansy menggeleng, prihatin. Padahal mereka semua tahu, bahwa niat Pansy bukan untuk itu. Diamnya Draco membuat suasana ruang rekreasi Slytherin mencekam. Jawaban Draco pun terdengar begitu kesal. Di sisi lain, Daphne memperhatikan Astoria yang hanya diam membaca buku, mungkin adiknya terlihat tak peduli tapi gadis itu sama sekali tidak membalikkan halaman buku.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi?

Scorpius kembali memperhatikan ibu mudanya dan dia menelan ludahnya gugup. Tak ada cara lain selain ia sendiri yang harus mengatakannya. Mungkin ia harus berbicara empat mata dengan Astoria.

***

Dibandingkan dengan kekacauan yang terjadi di ruang asrama Slytherin, keadaan asrama Hufflepuff sangat tenang. Elena pun terlihat begitu lega. Walau begitu, ia sebenarnya tak tega melihat ekspresi sedih ayahnya. Cedric kini hanya berdiam diri, tentu saja karena patah hati. Entah bagaimana pertengkaran keduanya berakhir, yang jelas Cedric dan Cho sepakat untuk mengakhiri hubungan mereka.

Elena diam-diam mendekati ayah mudanya yang duduk di depan perapian yang tak menyala. Gadis itu menyodorkan satu coklat kodok seolah memberi semangat. Awalnya Cedric tak ingin menerima coklat tersebut tapi melihat Elena yang menyodorkannya, ia menerima dan tersenyum.

"Apakah ini aman?" Tanyanya geli.

Elena yang paham ke mana arah pertanyaan sang ayah justru terkekeh. "Aku tak sesinting gadis-gadis lain, dad." Bisiknya. "Lagipula daripada memberi dad amortentia, aku lebih senang memberi David ramuan itu."

Walaupun Elena menanggapinya dengan candaan tapi Cedric langsung melotot. "Apa kau--"

Elena menggeleng cepat sebelum ayahnya berhasil menyelesaikan pertanyaannya. Gadis itu semakin terkekeh kecil. "Tentu saja tidak, kami saling menyukai. Secara tulus." Tekan Elena.

Entah mengapa Cedric tak begitu senang menyadari putrinya terlihat menyukai putra Theodore. "Kau masih berumur empat belas tahun." Katanya dengan nada tertahan.

Elena diam-diam mencibir. "Cho juga masih lima belas tahun saat mengencanimu, dad." Balasnya.

Wajah Cedric memerah, ia berdeham. "Itu tidak sama,"

Time Turner ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang