Boleh tinggalin jejak dulu nggak? Apa aja bebas. Hehe
Biar kolom komennya nggak kosong dan berakhir diisi miksue xD
Makasiiii. Happy Reading yaws🍓
***Tembang Gambang Suling menjadi tembang terakhir yang baru saja selesai dinyanyikan oleh Moana, berbarengan dengan berakhirnya bunyi-bunyi gamelan di sekitarnya. Gadis itu menyelonjorkan kakinya setelah selama beberapa saat duduk dengan bersimpuh seperti sinden—dan kenyataannya memang begitu posisinya di ekstrakurikuler karawitan.
Razka yang duduk di balik kendang besarnya, di sisi kanan Moana sedikit ke belakang, tanpa sengaja melihat posisi duduk teman perempuannya itu. Kemudian, dengan cepat dia bergerak untuk mengambil jaketnya—yang tadi disimpan di atas tas, di sisi tempat duduknya sekarang—dan menyimpannya di pangkuan gadis itu.
Moana terkejut ketika mendapat perlakuan itu. Dia sempat mengernyit, tetapi tersenyum setelahnya. "Makasih."
"Kebiasaan banget, heran." Bukan mau bersikap sok pahlawan, tetapi Razka tidak bisa diam saja saat Moana dengan tenang duduk berselonjor di lantai, sementara rok pendeknya itu tidak tertutup apa-apa.
Moana tertawa singkat sebelum akhirnya mengalihkan tatapannya lagi ke depan, menghadap Pak Prima selaku pembina ekskul karawitan.
Pembina sekaligus guru Seni Budaya itu menyampaikan beberapa hal sebelum mengakhiri kegiatan latihan, lalu mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada murid-muridnya. Setelah itu beliau berpamitan pergi karena latihan sudah selesai.
Razka yang semula duduk bersila kini berjongkok, mengangkat kendangnya yang semula terpasang di atas plangkan, dan memasukkannya ke tas besar karena alat musik tabuh yang dipakainya untuk latihan ini adalah miliknya pribadi.
"Beda rasa kalau bukan yang biasanya," katanya saat ada beberapa teman yang bertanya mengapa dia repot-repot membawa alat musik besar itu dari rumah, padahal sekolah sudah menyediakan.
Dia menjadi orang terakhir yang keluar dari ruang karawitan, lalu menutup pintu dan segera memakai sepatunya yang semula dilepas di luar ruangan.
Ruang karawitan berada di belakang gedung utama sekolah, jauh dari lapangan basket dan ruang ekstrakurikuler yang lain. Sesaat sebelum langkahnya terayun, Razka sempat menyalakan ponselnya, melihat waktu yang tertera di bagian pojok layar.
Padahal waktu baru menunjukkan pukul 5, tetapi suasana sekolah sudah kelihatan sepi. Dia tidak mendengar pantulan bola dari arah lapangan, tidak mendengar suara sound system yang biasa dipakai oleh anak cheers.
Razka mengedikkan bahu. Dia tidak secupu itu untuk merasa ketakutan hanya karena suasana di sekelilingnya yang sepi dan tidak ada orang.
Sekarang, langkahnya terayun melewati beberapa ruang ekstrakurikuler yang lain, yang pintunya sekarang sudah tertutup. Saat hendak melewati ruang OSIS, dia terkejut karena pintunya yang kebetulan tiba-tiba terbuka. Dia melihat seorang siswi keluar dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Red Velvet Untuk Razka
Novela JuvenilNawang sadar, dia bukanlah gadis yang sholehah banget hingga menutup diri dari lawan jenis. Namun, berpacaran juga bukan suatu kegiatan yang masuk dalam kamus hidupnya. Prinsip yang masih ia pegang teguh sampai sekarang adalah stay jomlo sampai hala...