Terima kasih untuk semua yang sudah mampir, ya. Terima kasih juga udah ninggalin jejak✨
Happy Reading 🍓
***Selain OSIS, Nawang juga ikut aktif di organisasi karang taruna RT-nya. Agenda kumpul anggota karang taruna biasanya diadakan selama sebulan sekali. Namun, dikarenakan waktu sudah mendekati bulan Agustus, jadi Nizar selaku ketua karang taruna mengajak anggotanya untuk sering berkumpul akhir-akhir ini.
Malam Minggu, saat jarum jam pendek menunjuk angka 7, Nawang keluar kamar hendak berpamitan pada Bunda.
"Pulang jam berapa?" tanya ibunya yang sekarang sedang duduk di sofa sembari membaca buku resep membuat aneka kue. "Jangan malem-malem."
Nawang menipiskan bibirnya. "Ini juga udah malem, Bun," sahutnya gemas. "Lagian, berangkat juga belum, udah ditanya pulang jam berapa."
Bunda tertawa kecil. "Ya, kan Bunda cuma nanya."
Ya, tapi itu ngeselin.
Bunda adalah salah satu dari banyaknya orang tua yang strict kepada anak-anaknya. Buktinya, Mas Sahil yang anak laki-laki saja tidak diperbolehkan kuliah di luar kota. Bunda bilang, "Kamu, kan satu-satunya laki-laki di rumah ini, Mas. Kalau kamu tinggal merantau, siapa yang jagain Bunda sama Nawang?"
Dan, ya, anak pertama Bunda itu menurut saja, mengikuti permintaan wanita itu. Kecuali kemarin, untuk penempatan magang, Mas Sahil sengaja membujuk—memaksa—Bunda agar mengizinkannya pergi luar kota. "Siapa tahu jodohku ada di sana, kan, Bun? Masa iya selama dua puluh tahun anaknya ini dikurung terus kayak telur ayam yang dierami induknya?"
Jika Mas Sahil yang laki-laki saja diperlakukan begitu ketat, bagaimana nasib Nawang yang anak perempuan dan Si Bungsu yang tahunya hanya dimanja itu? Sudah dapat dipastikan hidup Nawang seperti burung dalam sangkar.
Bunda jarang mengizinkan Nawang pergi-pergi, melarang Nawang untuk keluar malam hari kecuali urusan sekolah dan organisasi—entah itu OSIS atau karang taruna.
"Nawang pergi dulu, Bun." Nawang berpamitan sekali lagi, lalu langkahnya terayun keluar rumah.
Seperti malam-malam biasanya, kumpul karang taruna dilaksanakan di rumah Nizar. Rumah laki-laki berusia 23 tahun itu tidak terlalu jauh, mungkin selisih 8 rumah dari rumah Nawang. Jadi gadis itu hanya perlu berjalan kaki untuk sampai di sana. Sendirian. Dan, biasanya pun begitu.
Suasana jalan masih belum terlalu sepi karena ada beberapa tetangga yang baru pulang dari masjid, membuat Nawang merasa ada yang menemani selama perjalanan. Lalu, jika pulang, dia biasa jalan bareng dengan teman karang tarunanya yang lain. Nawang tidak pernah sendiri saat keluar malam seperti ini.
"Mari, Budhe." Nawang menyapa salah satu tetangga yang baru saja pulang dari masjid, mengangguk-angguk, lalu berjalan terlebih dulu.
Saat langkahnya hampir tiba di rumah Nizar, ponsel yang berada di genggamannya bergetar. Notifikasi pesan dari Razka membuatnya menghela napas.
Manggala Razka
Nawang?
Eh ini Nawang yang ngechat gue kemarin kan ya?
Tolong kalo lo online cepet dibales MwakwaswiSesaat, Nawang menghentikan langkahnya. Dia sedikit menyisi agar tidak berdiri di tengah jalan. Keningnya mengernyit saat membaca serentetan pesan itu, membacanya dengan seksama, lalu berdecak. "Nggak waras."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Red Velvet Untuk Razka
Novela JuvenilNawang sadar, dia bukanlah gadis yang sholehah banget hingga menutup diri dari lawan jenis. Namun, berpacaran juga bukan suatu kegiatan yang masuk dalam kamus hidupnya. Prinsip yang masih ia pegang teguh sampai sekarang adalah stay jomlo sampai hala...