12. Kakak

412 21 4
                                    

"Hahahaha Boboiboy cacat!" anak laki-laki berambut hitam menertawakan temannya yang baru datang.

"Kami tidak mau berteman dengan kamu," timpal anak lainnya

"Kenapa? Boy hanya ingin bermain bersama," Boboiboy menunduk, matanya sudah berembun

"Karena kata ibuku kamu cacat."

"Iya, lihat rambut Boboiboy sudah putih."

"Boboiboy udah tua!"

"Kakek Boboiboy!" suara tawa kembali terdengar dari ketiga anak laki-laki itu.

"Aku tidak cacat! Aku bukan kakek-kakek!" Boboiboy terisak

"Apa yang kalian pikir sedang kalian lakukan?" seorang anak perempuan berlari dan memeluk Boboiboy yang masih menangis

"Satu lagi anak cacat!"

Ah dia paham sekarang, anak nakal itu pasti mengejek adiknya lagi. Anara yang saat itu masih berusia 7 tahun menatap nyalang anak-anak itu. Dengan jemari mungilnya, ia menyisir helaian putih di kepala sendiri.

"Aku dan adikku adalah manusia spesial, makanya tuhan ciptakan berbeda. Tuhan tidak mau kami bergaul dengan kaum seperti kalian yang jauhhhhhhhh sekali di bawah kami." Anara mengusap lembut kepala Boboiboy, "Kami spesial karena memiliki perbedaan, kalian bagaimana? Tidak punya sesuatu untuk membuat kalian terlihat berbeda ya? Kasian sekali! Rupa kalian sama saja seperti tahanan polisi yang baru saja kulihat."

Boboiboy semakin mengeratkan pelukan pada sang kakak. Kakak nya adalah anak yang selalu bertutur kata lembut dan menghargai sesama. Tetapi kakaknya yang lembut itu akan hilang saat Boboiboy dilukai, yah itulah mental seorang kakak.

"Ayo adik kita pulang, jangan bermain dengan mereka nanti kamu ketularan jelek."

Kedua saudara kembar itu pulang dengan bergandengan tangan. Senyuman kembali merekah di bibir Boboiboy.

***

"Hiyaaa!" Anara mengarahkan tendangan pada sang ayah. Orang yang lebih tua menangkis dan balik memberikan pukulan yang berhasil Anara hindari.

"Cukup anak ayah," Sang ayah mendudukan diri di rerumputan. Anara tidak melakukan hal yang sama, anak itu malah mendekati patung yang tersedia disana untuk berlatih. Berbagai pukulan Anara layangkan

Bukan hal aneh bagi Amato ketika putrinya menolak untuk istirahat. "Ana, jangan terlalu lelah! Kita akan berangkat kerumah Tok Aba besok!"

"Ana ingat ayah!" sahutnya tapi tetap tidak berhenti melayangkan pukulan dan tendangan

"Ana, ayah lihat tadi mata Boboiboy sembab. Ada apa?" Anara berhenti sejenak mengingat kejadian tadi siang. Mengingatnya membuat Anara marah, dengan tenaga penuh Anara meninju patung kayu itu hingga patah.

Amato tersentak dan segera mendekati Anara. Tangan mungil itu memerah dan terluka. "Ada apa Ana?" Amato menatap mata Putri nya

"Ana ingin kuat! harus kuat!" Anara mengepalkan tangannya, tidak peduli denyutan dari tangan kanan yang terluka

"Anak ayah sudah kuat bahkan sudah lebih kuat dari ayah."

"Ayah bohong! Ana belum sekuat ayah!" Mata Anara memerah, terlalu banyak airmata yang ditahan.

Amato menggendong putri kecilnya, membawa Anara masuk ke rumah mereka. Anara terisak lirih, ia membenamkan wajah di leher sang ayah.

"Kakak menangis?" pertanyan polos meluncur dari bibir Boboiboy. Anak itu memiringkan kepalanya

[Boboiboy] Kapten - do you know me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang