Bab IV Tragedi

1 1 0
                                    

Bulan Mei tepatnya tanggal 26 aku mengalami kecelakaan. Tulang kering kaki kananku patah. Dan ngerjain ulangan dalam mobil samping kanan lab. 70 hari tidak sekolah.

4¹. Peristiwa itu.

Sore 26 Mei sekitar jam setengah 4 sore, aku disuruh mamaku beli makanan buat buka puasa mereka, aku ga puasa waktu itu oleh lagi haid. Aku mengajak adikku Aldo ikut dan dia mau. Sebelum berangkat, aku ada ditawarin mamaku buah nanas, kataku nanti aja, terus aku bilang sempulun(kata yang harus diucap di ajaran adat suku Dayak jika dapat tawaran maupun seusai menyebut makanan atau minuman) dan minum air putih terus berangkat deh. Pas abis sampai depan warung kami beli makanan deh, terus pas mau pulang, Aldo nih mau beli es buah, tapi uangnya sisa 9k takut ga cukup, terus aku nyuruh Aldo ucap sempulun gitu, tapi Aldo gamau. Terus kan kami mau nyebrang, pas mau nyebrang aku lama nunggu dipinggir jalan, nunggu sepi, pas sepi aku nyebrang tapi dari kejauhan ada kok dibelakang 2 sepeda motor, ternyata diantara 2 sepeda motor itu ada yang laju terus nabrak aku deh. Asli ga ngerasa aku jatuh tuh, kek melayang di awan rasanya, ga kerasa apa- apa.

Pas udah sadar terduduk kan akunya, terus nangis sekencang- kencangnya karena ngeri liat tulang kering kaki kananku goyang goyang. Ga lama, aku diangkat kepinggir jalan, dan adekku kulihat nangis karena liat tulang kakiku yang goyang- goyang, kudapati juga adekku yang berdarah darah di bibir, dagu, sikut tangan, dan baju nya di bagian perut sedikit sobek. Kan pas aku sadar di tengah jalan tuh, aku sedikit sadar aku kek salto depan sambil slowmo gitu dan adekku Aldo udah berdiri tegak gak lama kemudian adekku jatuh ke depan ketabrak sepeda motor yang nabrak aku tuh. Aku di angkat pemuda ke pinggir jalan, terus para pengendara motor yang lain dan warga setempat menghampiriku dan menawarkan bantuan untuk menelpon Bapakku, di antara mereka ada yang mengenalku terus di telpon lah nomer Bapakku.

Terus aku ditawarin minuman juga sebotol air Aqua botol besar terus aku minum deh, dan adekku minum juga.
Kemudian, aku di angkat ke rumah sekitar situ yang kebetulan rumah temanku. Aku sudah merasa kesakitan waktu di angkat kesitu. Terus ada suara ibu ibu yang menghampiri dan berkata "Amel, Amel, anakku, kenapa kamu!!" Dengan nada khawatir. Lalu kataku "Mama, mama" dan melanjutkan menangis. Terus kubuka sedikit mataku rupanya bukan mamaku rupanya Bu Meri, oleh suaranya mirip suara mamaku. Ga lama Bapakku datang naik sepeda motor, dan juga Kakak perempuan dan tetanggaku datang. Bapakku disuruh kakakku balik lagi ambil pikap. Lama banget Bapakku datang karena sambil bawa karpet dan beberapa bantal. Orang yang nabrak kami itu cowok, berbadan gemuk berkaos hitam waktu itu, kata salah satu warga situ ke cowok itu "Kamu disini aja, jangan kabur, harus tanggung jawab" dan cowok yang berusia 22 tahun itu diam saja dengan muka merasa bersalah.

Selama aku disitu aku nangis kesakitan, dan ga sanggup buka mata lagi karena bengkak kelamaan nangis. Orang-orang disitu menasehatiku sudah sudah, jangan nangis lagi ini udah takdir Allah, nak. Dan temanku Ahmad juga yang belakang bantal sebelah kiri ku juga bilang ke aku "Yang sabar Mel" katanya.

Ga lama, ada beberapa polisi datang menanyakan kejadian aku tadi ke beberapa warga dan mereka juga pada ngefotoin aku. Mereka meminta KTP ku, terus dijawab Kakakku "Dia nah masih umur 16 tahun, ga punya KTP lagi".

Bertambah lama aku dibawa, aku merasa punggung kakiku membengkak, dalam hatiku "ih polisi ni melambat- lambati ja heh" (ih Polisi ini sengaja ngelambat² in aja heh) aku sambil mengepalkan tanganku. Terus aku diangkat ke pikap, di angkat Bapakku, Kakakku yang cowok dan Kaka sepupuku yang cowok.

Aku dibawa ke rumah, sesampainya di depan rumah, mereka pada berpikir keras aku dibawa ke RS atau ke tukang urut aja, terus kan pada datang tetangga- tetanggaku, Ayah Faruq ada bilang "Aku dulu pernah patah tulang juga, tapi aku di rawat istriku di rumah aja, sambil pakai minyak penyambung patah tulang ramuan orang Dayak. Kalau di RS bisa dipakaikan pen, pen itu kalau di pasang di tubuh kita pas ada petir berasa getaran gitu tubuh kita, dan pen itu juga harus di cabut, kalau di cabut kaki kita kembali kek dulu lagi". Dan kata Kakakku yang cowok bilang "Iya tu ma, di bawa ke tukang urut ja, jangan di RS".

Hasil dari keputusanku dan juga mereka, aku dibawa deh ke rumah tukang urut H. Arifin. Kebetulan sidin ada di rumah, kata beliau biasanya buka puasa di Mesjid gatau juga katanya tadi itu buka puasanya jadi di rumah. Abis aku diturunin dari pikap, aku di urut deh, tanganku juga di urut kalo ada keseleo, sakitnya ya ampun pas di urut yang kena bagian luka sampai teriak. Terus di gibs kakiku. Setelah selesai perbanin kakiku, sidin(beliau, sebutan untuk orang tua) ngurut adekku, adekku lebih keras teriaknya karena banyak luka dia dan juga dia yang masih kecil masih 6 tahun wajar kan anak- anak. Setelah selesai, kata sidin dibawa lagi akunya setelah 2 hari, ganti perban dan diurut lagi, setelah itu kami pulang.

Sesampai di rumah, aku dibaringkan di atas kasur, kasurnya di taruh di ruang keluarga. Ga lama kemudian berdatangan keluarga mamaku dan tetangga juga, aku cuma diam sambil nonton tv dengan mataku cuma bisa sedikit melihat karena bengkak abis nangis tadi. Orang tua yang menabrak aku juga ada dan ngasih uang ke Bapakku karena anaknya udah nabrak aku, laki laki yang nabrak aku itu aman- aman aja katanya cuma sesak nafas sakit di dada oleh ada kena stang motor dan hp nya retak. Setelah orang tua yang nabrak aku itu pulang, Bapakku pergi ke dapur rupanya mimisan. Kata bapakku baru pertama kali Bapa mimisan.
Ga bisa tidur aku semalaman karena nyut- nyut gitu entah gimana rasanya, kek kesetrum gitu kakiku abis di urut.

Tentang DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang