Prolog

38 9 3
                                    

.
.
.
.

"Raih tangan ku, Aldora."

.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Gerimis di hari ini benar-benar mendukung dengan suasana pemakaman di kota London. Isak tangis orang-orang saling sahut menyahut, disertai dengan air mata yang mengucur deras. Ini adalah pemakaman anggota keluarga Gracia. Seorang putra kedua Gracia telah meninggal karena tembakan yang mengenai dadanya.

Aldora tentu merasa sangat kehilangan. Kini hanya ia, kakak pertamanya, dan Ibunya yang tersisa setelah dua tahun kematian sang Ayah. Aldora setia memeluk Ibunya yang tengah menangis di samping nisan sang kakak. Sedang kakak pertamanya berdiri memegang payung di seberang mereka, ia terlihat berusaha menahan tangis. Tapi tak lama kemudian, air mata itu pun pecah juga.

"Mari kita pulang Ibu, Aldora," ujar Lucien Gracia setelah pelayat undur diri satu persatu.

Aldora mengangguk kemudian berdiri untuk segera pulang. Namun sang Ibu tampaknya masih tidak rela, bagaimanapun juga putranya baru saja pergi meninggalkannya.

"Pergilah lebih dulu, aku akan membujuk Ibu," ucap Lucien pada Aldora. Pria berumur 27 itu mengangguk kecil, mencoba meyakinkan sang adik bahwa semua akan baik-baik saja.

Aldora dengan berat hati melangkahkan kakinya menjauhi makam. Memorinya kembali mengingat sebagian kenangan indah bersama kedua kakak laki-lakinya. Namun amarah tiba-tiba membara di hatinya, ia merasa penuh dendam. Dendam pada orang yang telah membunuh sang kakak.

Tiba-tiba saja hujan menjadi deras. Kilat dan petir pun ikut menyambar beriringan. Aldora mendongak, cuaca hari ini mengerti perasaannya. Pupil matanya membesar saat ia tak sengaja melihat sayap hitam melewatinya.

Apa itu? Malaikat? Cantik

Mata hijau Aldora bertabrakan dengan mata merah miliknya. Ia tersenyum, namun Aldora tak membalasnya. Aldora terpana. Rambut hitam legam yang panjang, mata merah, dan wajah tegas itu mampu menyihir siapa saja. Belum pernah seumur hidup ia melihat makhluk itu.

"Ayo Aldora. Hujan semakin deras," sahut Lucien yang tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya bersama dengan sang Ibu.

"Kapan kalian di sini?" tanya Aldora kebingungan.

Lucien mengernyit, "kami sudah di sini sejak tadi. Tapi kau tak sadar karena sibuk melamun menatap langit, wajah mu menjadi basah. Ayo cepat."

"Oh benarkah?"

IMMORTALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang