ONE WAY STREET
_____________________________Sebelum jarum jam benar-benar menunjukkan pukul empat sore, Alexa telah menyelesaikan semua kegiatannya. Dari mulai memasak, mandi, hingga berberes kamar. Kini saatnya ia membangunkan Milan yang sepertinya masih asyik berselancar di alam mimpi.
Dikecupnya dengan pelan kedua mata yang tertutup itu seraya berharap pemiliknya akan merasa terusik kemudian terbangun. Tapi rupanya cara itu tak membuahkan hasil. Kini kecupannya beralih ke hidung yang hobi mengendus puncak kepalanya. Tetapi lagi-lagi cara itu juga tidak berhasil.
"Milan, sebentar lagi jam empat." tidak ada sinyal yang menunjukkan bahwa Milan akan bangun.
"Milan, wake up, wake up!"
Karena tak mendapat respon apapun, akhirnya Alexa memilih bangkit dari posisinya, hendak mengambil bekal makan yang sudah ia siapkan di dapur. Namun belum sampai melangkah, suara Milan menginterupsi pergerakannya.
"Kok gak sampe bibir sih?" begitu katanya. Lantas Alexa yang merasa telah dikerjai langsung buru-buru melenggang ke dapur.
Netranya melirik tajam ketika Milan beranjak dari posisi ternyaman lelaki itu menuju kamar mandi. Setelah menghilang dari jangkauan mata, barulah ekspresinya kembali seperti biasa.
Sebenarnya ia tidak benar-benar merasa kesal, ia hanya gengsi mengakui kalau selama ini ia tidak keberatan dengan keusilan Milan yang sering mencuri kesempatan di mana pun dan kapan pun itu.
Milan benar-benar berbahaya untuknya. Lelaki itu memiliki keahlian membuatnya jatuh cinta berkali-kali setiap harinya.
"Sayang, tolong ambilin baju gue dong, di tas." teriak Milan yang terdengar hingga dapur.
Mendengar permintaan Milan, Alexa reflek mengernyitkan dahinya.
"Lah? mandi tuh anak?"
"Ada nggak?" teriaknya lagi. Membuat Alexa segera bergerak untuk mengambilkan baju lelaki tengil itu.
Alexa pikir Milan sudah shirtless, itu sebabnya meminta tolong padanya untuk mengambilkan baju. Tetapi saat hendak memberikan baju tersebut, ternyata Milan masih berpakaian lengkap.
Artinya apa? Ya, betul, dia dikerjai lagi.
"Terus aja terus kerjain gue, kayaknya seneng banget liat gue emosi."
Yang diomeli hanya cengengesan sambil menunjukkan wajah tanpa dosanya.
"Hehe, lo kalo lagi ngomel lucu banget. Apa gue gak usah rapat aja ya? males juga liat muka Dipta."
"Sembarangan, buruan mandi terus berangkat."
Bukannya mengangguk, Milan justru mencebikkan bibirnya. Bukan kesal karena Alexa mengomelinya, tetapi karena harus pergi rapat dan meninggalkan pacar cantiknya ini.
"Ikut gue aja yuk," ajaknya.
"Buruan mandi!" sahut Alexa dengan intonasi garang andalannya.
"Ayo berdua,"
Detik itu juga tangan Alexa terangkat, membuat Milan buru-buru menutup pintu kamar mandi.
"Heran, tengilnya luar biasa."
___
Baru saja menutup pintu Apartment-nya, ia mendengar dering ponsel yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Tidak mungkin ini adalah telfon dari Milan, sebab pacarnya itu baru dua menit yang lalu keluar dari unitnya.
Begitu melihat siapa nama yang terpampang di sana, Alexa langsung menggeser ikon hijau di layar ponselnya.
"Halo, gila ya lo apa kabar mon?"
"Hah, kok mon? gue Selena hello!"
"Maksud gue mon-nyet,"
"Sialan lo. I'm doing good nih, lo sendiri gimana? di sana aman kan meski gak ada gue?"
"Aman. By the way, ini lo lagi kangen gue ya? makanya balik dong, Bandung gak jauh-jauh amat perasaan."
"Mau jauh atau deket, sebenernya gue juga pengen banget pulang, tapi waktunya yang gak ada. Gue lagi hectic banget tau, gue bela-belain nih lagi sibuk tapi tetap nyempetin waktu buat telfon lo. So, pas gue balik nanti, ayo girl's time sehari full."
Alexa terkekeh mendengar permintaan Selena yang sederhana itu. Padahal saat kelas 12 dulu, mereka bisa menghabiskan waktu bersama kapan pun mereka mau. Ternyata waktu memang seberharga itu, ya? tidak pernah terpikirkan oleh mereka saat masa putih abu-abu dulu, bahwa fase seperti ini akan mereka hadapi di masa depan.
"Dih jawab gak! lo gak kangen gue ya? parah banget!"
"Ya gue mah ayo ayo aja. Ajakin Malik sekalian, lo di sana ngebucin mulu kan? mentang-mentang sekampus."
"Ye apaan, yang ada lo tuh sama Milan, mana pernah kecup-kecup di koridor lagi, gila. Mau pamer ke seluruh dunia betapa romantisnya kalian berdua apa gimana?"
"Sialan masih aja dibahas, nyesel gue cerita sama lo monyet."
"Eh apaan, pokoknya lo harus sering-sering cerita sama gue lah. Masa Bella mulu yang jadi tempat curhat lo, gue juga pengen kali."
"Jealousy jealousy,"
"Jelas lah. Oh iya gue mau ngasih tau, ini aneh banget sumpah, masa temen sekelas gue ada dua orang yang kenal cowok lo, Al. Katanya dulu kenal pas sparing futsal. Curiga jangan-jangan ini anak IMPOR di kampus gue kalau ditanya kenal Milan apa nggak jawabnya pada kenal semua."
"Hidup gue selama kenal Milan juga isinya cuma heran mulu. Kenalan dia beneran ada di mana-mana dan dari berbagai kalangan usia."
"Bener-bener social butterfly. MBTI-nya apa sih tuh anak, biasanya yang modelan Milan itu ENFP."
"Iya, bener. Lo tau kan dia tuh extrovert parah."
"Dan lo introvert parah," Terdengar gelak tawa Selena di seberang sana.
Obrolan keduanya terus berlangsung hingga hari mulai petang.
___________________
To be continuedHallo!
How 'bout this part?
Ada yang mau disampein?Feedback really matters!
KAMU SEDANG MEMBACA
One Way Street
Ficção Adolescente"Milan, i hate you." "Alexa, i-" "But i hate myself even more because i just can't really hate you."