Hikam samar-samar tersenyum, tak biasanya Nisa berani memeluknya seperti ini. Tertidur di sampingnya dan tiba-tiba saja memeluknya, entah sengaja atau tidak tapi Hikam merasa nyaman bersentuhan dengan kulit lembut istrinya. Beberapa hari ini ingin sekali ia mencoba memeluk Nisa saat tidur tapi ia tak punya keberanian, selalu saja ragu, meski ia sangat yakin jika Nisa tak akan menolak tapi hatinya selalu ragu untuk memulai sejak ia merasa bersalah gara-gara salah menyebut nama Nisa dengan Aisyah. Kini saat Nisa memulai lebih dulu ia justru merasa sangat berterima kasih.Hikam yang tidur terlentang merasakan pergerakan Nisa, ia sedikit menggeser tubuhnya lalu membalas pelukan Nisa, mencium harum shampo pada rambut Nisa, merasakan halusnya rambut dan kulit Nisa menimbulkan rasa lain dalam tubuh Hikam. Lagi-lagi berkelebat bayang Aisyah, Hikam memejamkan matanya berusaha mengingat semua kebaikan dan pengabdian Nisa padanya, juga bagaimana Abyan bisa terurus dengan baik, Hikam beristighfar berulang, mendekap Nisa semakin erat dan mendesis pelan.
"Maafkan aku Dik."
"Nggak papa enak kok, anget, meski hampir gak bisa napas."
Hikam yang awalnya merasa sedih berbalik ingin tertawa, betul-betul berbeda dengan Ais yang cenderung diam apapun yang ia lakukan, Nisa lebih ekspresif dan lebih berani mengatakan apa yang ia rasakan.
"Udah tidur aja kamu kayak kecapean Dik."
"Lebih capek nunggu Kakak meluk kayak gini, lelah batin tahu."
Hikam tersenyum lebih lebar.
"Tidur Diiik besok pagi banyak kerjaan kan."
"Iya iya aku tidur deh tapi boleh minta sesuatu sebelum beneran tidur?"
"Boleh, minta apa, Dik?"
"Minta cium." Dan Hikam terperangah.
Belum sempat Hikam menjawab tiba-tiba saja Nisa sudah .... (Sssstttt ... bulan puasa, sensor 😅)
.
.
.Zaid mengernyitkan keningnya saat melihat Hikam yang tersenyum sendiri di depannya, sejak tadi mereka berdiskusi tentang kerja sama yang ditawarkan oleh Pak H. Syaifullah, orang tua Kinar.
"Hikam, kamu ini kenapa sih dari tadi kayak orang nggak waras aja, diajak diskusi malah senyam-senyum kayak orang gak waras."
"Eh iya Bang, aku dengar kok apa yang Abang jelaskan."
"Alah kamu ini kayak orang baru dapat jatah dari istri atau jangan-jangan kamu dapat jatah beneran dari istrimu."
"He he he belum Bang, masih dalam taraf pacaran."
Zaid tertawa dengan keras.
"Ya Allah Hikaaam, Hikaaam, kok ya jadi laki-laki kebangeten kamu, sudah ada di depan kamu masiiih mikir ini itu."
"Iya Bang bentar lagi lancar, sudah aku niati kok."
"Sudah pernah nikah juga, masih aja malu-malu, benar-benar manusia langka kamu ini."
"Abang gak tahu gugupnya aku, kan sama Dik Ais juga gak lama Bang malah ditinggal pas sayang-sayangnya."
"Heleeeh lebbuaaai kamu ini, jadi laki-laki kok menyeee menyeeee, untung punya istri tegas, udah ah ini gimana menurut kamu tawaran kerja sama dari Pak Haji Syaiful."
"Kalo menurut aku nggak usah aja Bang, kita kan apa-apa sudah bisa dan biasa sendiri, jalan sendiri usaha Abah sejak jaman dulu, kalo kerja sama ya keuntungan bagi dua dong."
"Tapi Abah gimana? Dia pasti sungkan nolak tawaran sahabat karibnya."
"Kita ngomong bareng aja ke Abah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dik Nisa, I Love You (Sudah Terbit)
RomansCover by @Hendzsadewa Menjadi ibu sambung bagi keponakannya sendiri tak pernah terpikirkan oleh Annisa. kecelakaan yang menimpa kakak dan iparnya hingga mengakibatkan kakaknya meninggal membuat ia menerima permintaan orang tuanya untuk menikah denga...