Terimakasih sudah mampir di cerita 'Secreet Imam'
Tolong tandai typo
*
*Motor yang di kendarai Langga tiba di pesantren Al Kholiq. Sebenarnya Langga memaksa untuk menggunakan mobil saja, namun Sahna kekeuh ingin menaiki motor dengan alasan bisa melihat jalanan dengan puas tanpa halangan seperti di dalam mobil.
Tetapi ... ia sebenarnya kesal, karena motor Langga yang tinggi. Langga hanya meringis mendengar keluhan Sahna perihal motornya. 'Dimana-mana motor KLX kan tinggi ... Masya Allah sekali istriku ... ' batin Langga meringis.
Beberapa kali Sahna menjawab sapaan para santriwati yang mereka lewati. Dan ... tibalah mereka di ndalem.
"Kok sepi?" monolog Sahna yang masih belum turun dari motor.
"Ning Sahna?" sapa Ustadzah Ima yang tak dari mereka berada.
Sahna menoleh ke arah Ustadzah Ima lalu turun dari motor tanpa membuka helm yang di kenakannya kemudian menghampiri Ustadzah Ima.
Sahna sedikit membungkuk seraya menunduk, "Assalammualaikum, Ustadzah Ima ... " lalu menegakkan kembali tubuhnya.
"Waalaikumsalam warohmatullah hiwabarokatuh ... Ning Sahna nyari Umi sama Abi ya?" tebak Ustadzah Ima.
Sahna mengangguk, "Kok sepi ya? Emang Abi sama Umi kemana ya, Ustadzah?"
Ustadzah Ima tersenyum, "Memang mereka nggak ngabarin Ning Sahna kalau Ning Hanum sudah melahirkan kemarin malam? Dan hari ini Bu Nyai dan Pak Yai sedang menjenguk Ning Hanum di rumah sakit Rastra." jelasnya.
Sahna mengangguk paham, "Mereka nggak bilang Sahna, mungkin Lupa. Kalau begitu Sahna pamit dulu ya, Ustadzah. Mau jenguk Mbak Hanum." pamit Sahna di angguki Ustadzah Ima.
"Assalammualaikum warohmatullah hiwabarokatuh ... " salam Sahna.
"Waalaikumsalam, kalau begotu saya mau lanjut ngajar dulu Ning." pamit Ustadzah Ima dan berlalu meninggalkan Sahna.
Sahna menghampiri Langga, "Ngga!" panggil Sahna mencolek lengan Langga.
"Astagfirullah!" kaget Langga lalu mengelus dadanya.
Sahna menyengir, "Maaf ... Padahal nggak niat ngagetin kamu loh!"
Langga membuang napas kesal, mengapa istrinya ini sangat menjengkelkan! Langga memperbaiki kerudung Sahna yang sedikit miring, "Tadi apa kata Ustadzah Ima, Na?" tanyanya.
Sahna menghela napas lelah, ia benar-benar kesal pada keluarganya yang tidak memberi tahu perihal Hanum yang sudah melahirkan.
"Kenapa sayang ... ?" lembut Langga seraya mengusap pipi chubby sang istri, ia tahu benar bahwa sang istri sedang kesal.
"Umi di Rumah Sakit Rastra jengukin Mbak Hanum yang lahiran. Aku kesel! Mereka nggak ngasi kabar ke aku!" lalu mencebikkaan bibir.
Langga menaikkan sebelah alis matanya, "Emang Mbak Hanum kapan lahirannya?"
"Kemarin malam."
Langga mengangguk paham, "Mungkin mereka lupa? Yaudah, sekarang kita kesana yuk!" ajak Langga lalu menjawil hidung Sahna.
Sontak interaksi keduanya membuat santriwan dan santriwati merasa baper. Para santri sudah mengetahui bahwa Langga dan Sahna sudah menikah, dan beberapa minggu lagi keduanya akan mengadakan resepsi pernikahan.
***
Setelah menanyakan ruang inap Hanum di resepsionis, Langga dan Sahna langsung menuju ruangan yang di katakan suster.
Ceklek!
Pintu ruangan di buka Langga, "Assalammualaikum ... " salam Langga dan Sahna bersamaan saat memasuki ruangan.
Sakra sekeluarga dan orang tuanya monoleh kearah keduanya.
"Waalaikumsalam warohmatullah hiwabarokatuh ... " jawab mereka
"Umi?" dingin Sahna.
Sedangkan Umi Lea sudah gelagapan, ia yakin jika putrinya ini akan ngambek padanya. Dan ia sangat menyayangkan sipat putrinya yang menurun darinya.
"Sayang ... " panggil Umi Lea.
Abi Abram dan Sakra tampak was-was. Jika sudah begini, rasa kesal Sahna akan sulit di padamkan.
"Ya, Umi?" dengan menaikkan kedua alis matanya lalu berjalan kearah box bayi yang berada di samping brankar Hanum.
"Dek?" lembut Hanum.
"Ya, Mbak?" tanpa menoleh ke arah sang empu.
Sahna tersenyum kearah keponakan barunya yang terlihat sangat tampan. Sudah jelas dari wajahnya, jika keponakannya itu berjenis kelamin laki-laki lagi.
Umi Lea meringis melihat sang Putri yang sepertinya benar-benar marah padanya dan juga yang lain.
Langga tersenyum canggung. Ia benar-benar tak enak pada yang lainnya akan sikap Sahna.
"Maafin sikap Sahna ya, Umi? Abi? Mas Sakra? Mbak Hanum?" ucap Langga yang tak enak.
Abi tersenyum simpul lalu menepuk bahu Langga, "Tak apa, Lang. Sahna memang seperti itu jika kesal. Bahkan, ia pernah beberapa hari bersikap dingin pada kami."
Langga tersenyum kikuk mendengar penuturan Abi Abram. Ia jadi khawatir, ia benar-benar takut jika suatu waktu ia membuat Sahna kesal dan akan mendiaminya selama berhari-hari.
"Kesalnya nggak akan lama kok, Lang!" bisik Sakra di angguki Langga.
"Dek? Maafin Umi ya? Umi lupa nggak ngabarin kamu. Pasti kamu pulang Umi dan Abi nggak ada." celetuk Umi Lea menggenggam lembut tangan Sahna.
Sahna yang sedang menatap keponakan barunya lalu menatap sang Umi dan menggenggam kembali tangan sang Umi. "Umi nggak salah, jadi jangan minta maaf," seraya tersenyum ke arah sang Umi.
Umi Lea tersenyum lalu mengusap pipi Sahna, "Maafin Umi ya? Umi lupa ngabarin kamu."
Sahna tersenyum lalu meraih tangan Umi Lea yang berada di pipinya lalu di genggamannya, "Sahna ngerti, Umi. Mending Umi duduk aja, ntar capek berdiri mulu."
Umi Lea tersenyum lembut seraya mengangguk lalu berjalan kearah sofa single yang berada di pojok ruangan.
"Sahna boleh gendong babynya, Mbak?" ucap Sahna menatap Hanum penuh harap.
Hanum tersenyum, "Boleh dong. Mana mungkin Mbak larang kamu, Dek."
Jelas saja! Ucapan Hanum barusan membuatnya tersenyum senang. Namun, baru saja ia hendak menyentuh keponakannya, Sakra berkata. "Emang kamu bisa gendong bayi, Dek?" tanya Sakra ragu, pasalnya ia tak pernah melihat Sahna menggendong bayi, terlebih tubuh bayi yang masih lemah dan sensitif.
"Tenang, Mas! Minggu lalu Sahna belajar gendong bayi tetangga yang baru lahir. Jadi sekarang udah bisa!" enteng Sahna lalu dengan hati-hati menggendong bayi mungil itu.
Mereka semua tersenyum haru melihat Sahna yang tampak seperti ibu sungguhan.
Sahna mengayun pelan bayi yang berada di gendongannya, "Lihatlah betapa tampannya keponakan baru ku ini!" teriak Sahna tertahan seraya memandangi wajah bayi itu yang baru terlelap.
"Sepertinya kamu udah cocok tuh, Dek!" celetuk Hanum membuat Sahna merona.
Langga tersenyum sendu ke arah sang istri. Baginya, ini benar-benar pemandangan yang sangat indah dan ia sangat menantikan bahwa yang di gendong Sahna adalah anaknya.
"Doain aja, Mbak." sahut Langga membuat mereka semua tersenyum. Berbeda dengan Sahna yang semakan merona.
Mereka semua terkekeh melihat Sahna yang malu.
o0o
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Imam (Lengkap)
Подростковая литератураREVISI VERSI CETAK Oma Iren menyembulkan kepala ke jendela lalu menatap sebal pengendara itu yang menghentikan motornya kala mendengar suara klakson. "WOY! MINGGIR SEMPRUL! MALAH NGALANGIN JALAN GUE LU! KAGAK TAU APE CUCU TERSEYENG GUE SEKARAT!" pek...