Aku bertengkar dengan Bayu hari ini. Kalian tau, aku takut Bayu marah. Dan hari ini aku berhasil membuatnya marah. Aku takut, sungguh.
Singkat cerita, aku pergi kontrol ke rumah sakit hari ini dan tanpa sengaja bertemu dengan Bayu. Kami bertengkar hebat saat ia tau apa yang aku sembunyikan. Dia kecewa aku mengingkari janjiku, pun sama halnya dengan diriku. Aku juga kecewa kenapa memilih berbohong padanya.
Dan sekarang kami tengah dalam perjalanan ke rumahku. Otak didalam kepalaku terus berpikir tentang ajakan gilanya.
Dia mengajakku menikah setelah tau aku sakit.Kurasa,,dia sakit!
Banyak perempuan yang sehat dan lebih pantas untuk menyandang gelar sebagai istrinya. Tapi kenapa Bayu bersikeras memilihku ?
Mobil Bayu berhenti didepan rumahku. Aku cepat-cepat menghapus jejak air mata yang menetes. Aku harus selalu terlihat kuat bukan ?
Kami masuk ke ruang tamu. Duduk di sofa beberapa saat sebelum ayah dan ibuku keluar. Ayah muncul lebih dulu disusul ibu. Alis mereka menggambarkan kalau mereka tampak terkejut dengan kehadiran Bayu.
"Selamat siang, bapak, ibu." sapa pemuda ini.
Ibu menatapku, "Kamu pulang sama siapa, Rosa ?"
Tapi Bayu mendahuluiku, "Mohon maaf bapak ibu, sebelumnya perkenalkan saya Bayu. Saya teman Rosalia semasa kuliah."
"Yang lulus cumlaude bareng sama Rosa itu ya ?" pertanyaan ayah ia angguki. Rupanya ayah pun masih ingat dengan Bayu.
Dan Bayu mulai buka suara. "Permisi bapak ibu, maaf sebelumnya mungkin kehadiran saya mengganggu dan tiba-tiba. Tapi saya kemari untuk memberitahu ibu dan bapak bahwa Rosalia, tengah mengidap penyakit kronis."
Pemuda ini bukanlah orang yang suka basa-basi jika mengenai hal penting. Aku tak tahu bagaimana harus berterimakasih padanya.
Ia menggeser berkas yang sedari tadi dipegangnya itu kehadapan mereka berdua. Ayah yang mengambilnya dan mulai membaca.
"Kanker ginjal ?" beliau tampak shock.
"Rosa, ini sejak kapan ?" ibu menatapku.
Aku beralih menatap lantai kala tau ibu meminta penjelasan. Aku tak bisa bicara. Rasanya dadaku berdenyut nyeri. Aku merasa bersalah pada semua orang. Aku bersikap kuat, dan membohongi diriku sendiri. Pada dasarnya aku tetap butuh dukungan orang-orang sekitar.
"Itu rekam medis hari ini, ibu. Rosa sendiri juga baru tahu. Dia bingung bagaimana cara menyampaikannya kepada ibu dan bapak jadi saya berinisiatif membantu." Bayu berbohong.
Dia berbohong untukku. Aku tau tujuannya. Pikiranku terlalu kusut untuk merangkai kalimat jawaban. Dan syukurlah Bayu membantu.
"...oh iya,maksud kedatangan saya kemari juga untuk melamar putri bapak dan ibu." lanjutnya.
Ayah dan ibu kembali terkejut oleh perkataannya. Mereka saling melempar tatapan.
"Nak Bayu yakin ?" tanya ayah. Bahkan ayah saja tak percaya Bayu mengakatakan niatnya.
"Saya sudah sejak lama yakin bapak. Sebelum saya tahu Rosa sakit, niat saya sudah ada. Sekedar informasi saja, kalau kedepannya putri bapak dan ibu bisa saja diharuskan melakukan operasi dan kemungkinan bisa hidup dengan satu ginjal. Jika itu memberatkan bapak ibu, biar saya yang bertanggungjawab kepada Rosa."
Aku terenyuh. Disatu sisi aku tercubit. Kenyataan bahwa Bayu menyanyangiku dan demikian pula denganku. Tapi dengan kondisi ini, apa aku terlihat egois.
Ibu tersenyum pada sosok disebelahku. Bayu membalas senyumnya dan menatapku sekilas.
"Kami nggak pernah melarang jika itu sudah jadi niatan kamu, nak. Kami juga nggak keberatan untuk membiayai pengobatan Rosa kalau dia mau bilang dari awal. Tapi, Rosa selalu bilang sehat setiap paginya."
Iya, aku yang salah disini.
"Rosa minta maaf." cicitku pelan. Air mata ini. Ya Tuhan, bisakah ditunda dulu. Aku tidak ingin semakin jelek didepan Bayu.
Ibu datang menghampiriku, lalu memelukku sambil mengelus kepala. Beliau tampaknya tak menyangka kalau aku—putri semata wayangnya—menanggung semuanya sendirian.
"Ibu sama ayah juga minta maaf ya sayang ? Kamu jangan nutupin yang kaya gini sendirian." tutur ibu lembut. Selembut sentuhannya dipunggungku.
Aku mengulur pelukan kami. Sejenak ibu mengusap air mataku yang turun. Haru dan penuh rasa syukur bisa terbuka seperti ini. Bayu benar, harusnya aku lebih terbuka pada keluargaku. Bagaimanapun mereka orangtuaku dan aku putri mereka.
Bayu tampak tengah fokus memperhatikan ayah. Tuhan, ampuni aku untuk keegoisan yang satu ini. Tapi sungguh, aku menginginkan Bayu.
Sekonyong-konyong aku memeluknya. Dia terhuyung kebelakang, tapi tak kudengar sedikitpun kalimat protes. "Makasih Bayu." ucap sambil memeluknya.
Aku merasakan ia mengusap punggungku lembut. Aku senang seperti ini. Mendapatkan afeksi dan dukungan penuh yang jarang aku dapatkan.
Dia mengusap air mataku yang turun. Tatapannya begitu tenang. Dia menatapku dalam diam, tapi gemuruh didada ini tak ingin diam.
"Jadi kapan rencananya ?" ayah mengajukan pertanyaan pada Bayu. Pemuda ini tersenyum. Ayah setuju ?
"Kalau boleh dan kalau Rosa mau, besok pagi." katanya.
Hey,hey,hey! Mendadak sekali!
Aku melayangkan pukulan brutal sebagai aksi protes atas ucapan semena-menanya. Dia tidak berdiskusi denganku untuk ini.
"Kamu jangan bercanda!" kataku.
"Eh...eh...eh..beneran. Apa mau sekarang ?"
"Bayu!" Aku memekik kesal. Dia menahan tawanya. Ingin kujewer saja telinganya itu!
"Sebelumnya, kami mau ketemu orangtua kamu boleh, Bayu ?" ibu tiba-tiba bertanya.
Bayu mengangguki. "Sangat boleh."
.
.
.
Dia tidak bohong. Dua hari kemudian, dia datang bersama orangtuanya. Juga Hannah, adik perempuannya yang masih SMA. Bayu mendesak untuk mempercepat pernikahan kami, tapi bundanya memberikan informasi kalau keperluan pernikahan tidak bisa matang hanya dalam waktu seminggu.
Bayu mendesah gusar. "Kalo gitu Minggu depan tukar cincin. Minggu depannya lagi nikah, ya ?"
"Mas Bayu keburu banget sih?" cibir sang adik yang langsung mendapat pelototan dari kakaknya.
"Lebih cepat lebih baik." ujar Bayu singkat.
Ya memang singkat. Tapi aku berhasil tersipu dibuatnya. Entah apa yang terjadi, itu berhasil membuat otot wajahku tertarik mengulas senyum tipis. Tentu, aku menahan senyumku mati-matian.
Bersambung...
Vote juseyoOo ʕっ•ᴥ•ʔっ
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia, Bayu.
Short Story♠[S2] untuk lelaki yang selalu menyanggaku kala nyaris tumbang oleh kegilaan dunia, terimakasih. ©raihannisahayy 2022