06

91 15 1
                                    

Air mataku menetes deras mendengar semua ini. Kabar yang sulit untuk aku percaya. Aku memeluk sosok didepanku. Tentunya, dengan isakan tangis yang tidak bisa kuredam.

Aku tak tahu harus senang atau takut untuk hal ini. Tapi Bayu bilang dia mendapat donor ginjal yang sesuai untukku. Tepat di bulan keempat pernikahan kami, ia memberikan kabar baik tersebut.

"Mas, kamu serius kan ?" ucapku tak percaya.

Dia mengangguk dan mengusap kedua pipiku yang banjir air mata. Maniknya menatapku lekat, memberikan kejujuran dari sana.

"Aku kalau masalah begini nggak akan bercanda sayang. Besok kita ke dokter buat konsultasi lebih lanjut. Okay ?"

"Mas, makasih ya. Aku nggak tau lagi gimana harus bersyukur sama Tuhan karena bisa jadi istrimu."

Bayu tersenyum hangat, "aku juga merasa jadi orang paling beruntung didunia ini. Karena, Tuhan ngasih aku istri yang cantik, pinter, hatinya baik, dan... kuat."

_____________

Lecia datang kerumah siang ini, sepulangnya ia dari bulan madu selama seminggu kemarin. Iya, dia dan suami sudah menikah satu bulan lamanya.

Dia menenteng dua paper bag yang katanya oleh-oleh khas Labuan Bajo. Aku mempersilahkannya duduk. Dari sana, kami mulai bercerita banyak hal. Dari mulai dosen pembimbingnya yang kaget kalau ia sudah menikah, baju pengantin yang sempat tak muat dia pakai sebab berat badan yang naik, dan masih banyak lagi.

Aku tidak bisa merasakan hal itu, karena semua sudah diurus oleh Bayu dan keluarganya.

"Eh btw, disini udah ada baby belum ya ?" Lecia mengerling sambil mengusap perutku.

Aku menggeleng, "Belum, Cia..."

"Nggak apa-apa, belum rejekinya sekara--"

"Maksudnya aku belum ngapa-ngapain." potongku.

Lecia tercenung. Ia menatapku dengan tatapan berbeda, apakah  keheranan atau tak percaya.

"Maksudmu ? Kamu sama Bayu, b-belum ?"

"Iya." aku mengangguki.

Lecia mengusap bahuku pelan. Aku tau, ia sedikit terkejut tapi temanku ini selalu menghargaiku.

"Kamu bisa cerita loh kalo kamu mau. Kalo tentang kurang percaya diri sama tubuh kita sendiri, it's okay itu wajar, Sa."

Aku masih mendengarkan. Dan lagi-lagi Lecia tersenyum penuh arti.

"...aku tau kok kalian ini masih dalam tahap perkenalan, karena kalian nikah juga nggak pake pacaran kan ?"

Aku mengangguk. Itu benar adanya, tidak ada masa pacaran antara aku dan Bayu. Bahkan sampai detik ini rasanya aku masih canggung ketika ia masuk ke kamar kami saat aku ada didalamnya juga.

"...aku percaya dan yakin seyakin-yakinnya kalau Bayu itu sayang banget sama kamu. Kamu itu cewek yang dia jaga, dia dukung sejak masa ospek sampe wisuda, dan akhirnya dia nikahin dalam kurun waktu 2 minggu. So, kamu ragu apa lagi Rosalia ?"

"Ini bukan tentang ragu atau enggaknya aku ke dia, Cia....tapi memang Mas Bayu yang nunda dulu. Dia bilang mau fokus ke pengobatan aku."

"Dan lo ngebiarin dia nahan nafsunya selama empat bulan ini ?" sebutan Lecia untukku sudah berubah. Itu tandanya dia sedang dilanda kesal.

"...sekedar informasi aja ya, Sa. For a normal man, it's not easy."

"Aku bingung, Cia. Kadang aku juga ngerasa nggak berguna banget jadi istri karena belum bisa ngasih hak dia sampe sekarang."

Oh tidak, mataku berembun. Tapi itu benar, aku sedikit kecewa pada diriku. Perihal penyakitku yang membuat Bayu selalu menaruh iba. Aku tau maksudnya, Bayu enggan mendapati aku hamil anaknya sedangkan badanku tengah digerogoti penyakit berbahaya.

Tentu itu berbahaya untukku dan di calon bayi. Aku juga tak mau itu terjadi.

"Rosalia, sorry for say, tapi gue takut kalo Bayu nggak sengaja melampiaskannya ke perempuan lain. Itu cuma bikin semua tambah kacau."

Seketika dadaku rasanya terhimpit sesak. Air mataku luruh, aku menangis tersedu dibahu Lecia. Iya, aku juga takut. Setiap malam aku selalu terbangun ditengah tidur hanya untuk memastikan suamiku masih ada ditempatnya. Wajah damai itu yang bisa membuatku tenang dan kembali tertidur. Rasa takut itu kerap kali datang, membuat emosiku tak menentu, dan berakhir menangis seperti sekarang.

Aku hanya takut Bayu pergi.

"Cia..aku bingung banget. Aku...hiks...nggak mau di cap sebagai istri durhaka. Aku nggak mau...hiks..nggak mau dibilang ngincer hartanya Bayu doang."

Punggungku diusapnya pelan, Lecia tak berusaha menghentikan tangisku. Ia tau aku butuh sebuah sesi pelepasan emosi.

"Konsultasi ke dokter,Sa. Boleh atau enggak berhubungan suami istri kalau badan Lo baru kaya gini. Atau, yang bisa gue saranin ya pake kontrasepsi. Semisal Lo nggak mau pasang atau minum pil, kan Bayu bisa pake."

Demi Tuhan, tak sekalipun aku berpikir ke arah sana. Kedatangan Lecia siang ini banyak membuka pikiranku, memberiku saran dan memfasilitasiku untuk mengeluarkan beban batin yang mengendap.

Lecia kembali melanjutkan, "...maaf sebelumnya, bukan maksud gue membandingkan rumah tangga gue sama Lo. Tapi gue sama Bima juga sepakat buat nunda punya anak dulu kok. Dianya mau lanjut S2, dan keluarga kita ngertiin."

Kami pun begitu. Bayu sudah menjelaskan hal ini pada bunda dan aku juga menjelaskannya pada ibu. Mereka berdua maklum juga menghargai keputusan kami.

"...kuncinya, Lo harus mau terbuka dan ngobrolin ini baik-baik sama suami Lo. Yang jelas, konsultasi dulu ke dokter. Okay ?"

Aku mengulas senyum untuk berterimakasih pada rekanku yang satu ini. Untuk dukungan penuhnya, dan untuk ia yang selalu hadir seperti saudara perempuan.

"Lecia...thanks banget udah mau dateng kesini. Tempatku curhat ya cuma kamu, aku terlalu malu bahas kaya gini ke ibu."

Ia terkekeh sejenak, "jangankan elo, gue yang urat malunya putus aja, juga malu kalo cerita ini ke nyokap."

"...semangat ya Rosa, nanti mau ke dokter kan ?" Lecia bertanya dan aku mengiyakan. "...semangat, Lo pasti sembuh!"

Aku mengangguk, dan kini kami beralih topik tentang bagaimana liburan bulan madu di Labuan Bajo. Sembari menunggu suamiku datang saat jam istirahat, kami mengobrol banyak. Menyempatkan waktu untuk saling bertukar cerita, yang mungkin kedepannya entah kapan lagi kamu bisa melakukan ini.

Kami berdua—aku dan Lecia— adalah wanita bersuami, tentu akan jarang bisa berkumpul jika waktu tidaklah benar-benar senggang.



Bersambung...

Ternyata gini ya feel-nya nulis marriage life ( ・ั﹏・ั)
Padahal draft genre ini masih ada lagi. Hshshshs, capek alias GA KUAT BANGET NAHAN MALUUUU ( ≧Д≦)

Dia, Bayu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang