Chapter 0/25

5.5K 792 15
                                    

Sebelum baca vote dulu yaaa

Bila ada kesalahan dalam penulisan boleh tandai di kolom komentar

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Chistian, putra dari Duke Flipe itu mungkin berada dikursi roda namun  aura nya nyaris menyamai ksatria yang tengah berasa dimedan peperangan.

"Enak?" Chistian kembali menyodorkan kue coklat yang ia bawa pada Lumia. Sementara tunangannya sendiri sedari tadi tersenyum samar melihat Chistian yang tengah cemburu buta.

"Enak."

Arthur pemuda itu juga tak mau kalah, ia sudah merajuk disamping Lumia sambil memegang kue dengan perasa vanila yang terlihat tak kalah menggiurkan.

"Kau tidak ingin mencoba ini? Aku membuatnya sendiri," rajuk pemuda itu membuat Chistian mendelik tajam.

"Dia tunangan ku!"

Arthur tersenyum miring. "Hanya tunangan belum menjadi istri, artinya dia masih bisa menjadi milik ku."jawab Arthur dengan percaya diri.

Chistian menatap nyalang.

"Sudah, Tuan Arthur kau keterlaluan jika berbicara seperti itu, bagaimana pun aku tunangan Chistian kau tidak bisa seenaknya." sahut Lumia menimpali. Mendengar itu membuat Arthur cemberut.

Chistian terlihat bangga, pemuda itu mengusap rambut Lumia lembut.

"Lumia ..." Ilene mendekat.

Lumia menatap kakaknya yang memandang dirinya dengan rumit.

"Papa bilang besok adalah waktu yang tepat? Bagaimana menurut mu? Apa kau siap?" Pertanyaan berturut turut dari Ilene membuat Lumia terkekeh.

"Aku siap kapan pun Kak."

Chistian dan Arthur saling memandang. "Siap untuk apa?" tanya dua pemuda itu berbarengan.

Lumia hanya tersenyum tak ada jawaban dari pertanyaan itu.

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Esok harinya ...

Lumia sudah siap dengan pakaian ala ksatria, pasukan Marquess Luzian bergegas akan meninggalkan kastil pagi-pagi  buta.

Marquess menggenggam tangan putrinya, entah kenapa jika sudah seperti ini ada rasa tidak rela. Ia tetap saja takut putri bungsunya terluka atau mengalami kesulitan.

"Sampai kapan Papa akan memegang tangan ku?" tanya Lumia. Marquess terlihat enggan dan justru memeluk putrinya itu.

Lumia membalas pelukan hangat itu.

"Apa kau akan baik-baik saja?"

"Apa kau bisa---"

Pertanyaan dari Marquess terpotong saat Lumia menaruh jarinya dibibir sang Papa. "Aku akan baik-baik saja dan pulang dengan selamat."

"Berjanjilah ..."

"Janji."

Marquess mengecup dahi Lumia cukup lama. Sebelum melepaskan putrinya itu untuk pergi. Marquess juga melakukan hal yang sama pada Rosesa dan Ilene.

Lumia tidak pergi sendirian karena dihadapannya kini sudah ada 2 orang hebat lainnya yang akan ikut.

Arthur pemuda pemegang keberkahan dari penyihir putih Lumia ajak untuk bergabung.

Michelina sang tokoh utama yang tak mungkin ketinggalan, kuasa sihir sucinya tak bisa diragukan dan elemen es tingkat tingginya akan benar-benar membantu.

"Kita berangkat!"

Suara tawa nyaring mengintrupsi gerakan pasukan tersebut. Suara itu terdengar dari belakang barisan para ksatria, seseorang berjubah hitam diantara para ksatria menyeringai.

Dari gerbang utama kastil terdengar suara pedang saling terbentur satu sama lain. Erangan terdengar dimana-mana, puluhan manusia yang terlihat seperti zombi membeludak datang dengan gila-gilaan.

"Apa apaan ini?" ujar Lumia tak percaya. Bukan lagi Lumia yang akan menyerang tapi kumpulan makhluk yang ingin ia lengkapkan datang lebih dulu.

"Pasukan Marquess Tyriso! Pertahanan kastil dan bunuh mereka semua, jangan mudah mati. Kalian semua mengerti?!" Rosesa memberi titihan dengan suara lantang.

"Mengerti Lady!" seruan itu terdengar serempak sebelum pasukan itu berhamburan dengan strategi pertahanan yang matang.

Lumia menoleh pada Michelina.

"Siap untuk pertarungan kedua kita?"

Michelina menaikkan alisnya. "Tidak ada opsi menolak bukan, mari kita menangkan ini bersama sekarang." jawab Michelina membuat Lumia tersenyum kecil.

Pedang kedua gadis itu dikeluarkan, dengan mata terpejam mana es dan api saling bersahutan saat kedua pedang Lumia dan Michelina disatukan.

Percikan petir dan kilat dari pedang itu siap untuk merobek setiap tubuh yang berusaha mendekat.

Lumia maju menjadi pertama, pedangnya mampu menumbangkan 20 zombi sekaligus dalam satu hentakan. Sementara Michelina mengerahkan potongan runcing elemen es yang terlihat seperti hujan.

Seluruh penghuni kastil geger karena hal ini. Semua melakukan perlawanan.

"Lumia inang dari mereka semua ada disini!" itu suara Arthur, pemuda itu melakukan ritual dengan benteng pelindung yang dibuat Marquess Luzian.

Duke Jezon yang ikut mendengar itu, menarik Lumia. "Kau cari, aku akan melindungi dari belakang." intruksi pria paruh baya itu, tegas.

↠↠↠↠↠↺↞↞↞↞↞

Aku kaya pernah janji buat up sama siapa ya, lupa, aku belum berani up chapter ini soalnya langsung berhubungan sama ending

Ending ada dichapter 27 guys

Next?

I'm Back for Happiness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang