Louis dan Ilene bersama rombongan pasukan kini berdiri digerbang kediaman seorang Marquess Darwinson. Marquess yang disandang-sandang sebagai pemimpin dengan banyak keberkahan disetiap keturunan yang dianugerahi kesucian oleh penyihir putih.
"Maaf Tuan, ada keperluan apa rombongan anda kemari?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut salah satu penjaga kediaman tersebut.
"Louis de Lawrence, ingin bertemu dengan Tuan Marquess Darwinson."sahut Louis singkat, matanya berkilat tajam menyorot penuh otoritas.
Beberapa saat kemudian Louis beserta yang lainnya dipersilahkan untuk masuk.
"Tuan Darwinson sedang tidak berada dikediaman tuan, jadi Tuan muda Arthur yang akan menemui anda. Mari saya antar ke dalam." tutur salah satu ksatria.
Saat mereka masuk, terdengar suara teriakan seorang wanita dengan lantang. Ilene yang mengenal suara tersebut membulatkan matanya, maniknya beralih mempertanyakan dari mana sumber suara tersebut.
"Itu suara Lumia? Dari mana asal suara itu?!"gadis itu terlihat tak sabar, murka. Louis mencekal lengan Ilene mencoba menahan gadis itu untuk tidak bertindak skiptis.
"Tenang dulu." ujar Louis meski dengan nada datar.
Derap langkah dari anak tangga mengalihkan perhatian dua insan itu. Disana Lumia tengah turun bersama Arthur sambil mendumal kesal.
Manik coklat Lumia terkunci saat melihat manik semerah darah milik Louis. Ia bergegas untuk turun. "Kak! Beri dia pelajaran, babi satu ini sangat tidak sopan! Ia berniat membeli ku untuk dijadikan istri." adu Lumia dihadapan Lumia.
Ilene menyentil dahi Lumia. "Kakak mu itu aku! Kenapa kau malah mengadu pada tuan muda Lawrence?" Ilene mendengus geli, saat Lumia menutup mulutnya.
Lumia menutup mulutnya sambil mengerijap pelan. Ia menggeser posisinya lebih dekat dengan Ilene hingga saling berhadapan. "Haruskah aku mengulang perkataan ku, ah, tadi itu aku bicara tentang apa saja-"
Tangan Lumia tiba-tiba ditarik oleh Louis. "Apa yang sudah dilakukan oleh dia?" tanya Louis menujuk dengan dagu kearah Arthur yang baru saja turun dari tangga.
"Apa?" Lumia mengerijap, jantungnya nyaris berhenti saat melihat manik penuh kelembutan milik Louis.
Arthur memberi salam formalitas. "Maaf yang mulia, jangan salah paham. Lady Lumia nampaknya hanya sedikit tersinggung dan kaget atas perlakuan saya yang terlalu terus terang."
"Terus terang?" beo Louis tak mengerti.
Arthur melirik Lumia. "Seperti saat saya bilang bahwa Lady Lumia akan menjadi pendamping hidup saya dimasa depan." jawab pemuda itu dengan tenang.
"Kau!" teriak Ilene dan Lumia bersamaan. Tak terima dengan perkataan pemuda didepannya yang terdengar seperti omong kosong.
Setelah itu Arthur menjelaskan kesalahpahaman yang sempat terjadi. Tak ada yang ia lewatkan bahkan sampai pedang Ilene berdecit karena sang pemilik ingin membalas perlakuan tidak sopan pemuda itu pada sang adik.
"Sudahlah kak, sebaiknya kita pulang. Ini sudah larut dan aku ingin beristirahat," ujar Lumia yang kini bahkan tak sungkan menguap.
Louis mencuri pandang pada gadis bersurai putih disampingnya. "Sebaiknya begitu." timpal Louis, pemuda itu juga tak senang untuk berlama-lama nampaknya.
Arthur mengangguk. Pandangan menyorot hangat kearah Lumia. "Mari kita bertemu lagi dilain waktu Lady Lumia." tutur pemuda itu.
Lumia mengangguk. "Ia mari bertemu lagi dikehidupan selanjutnya saja ya, karena dikehidupan ini aku tidak ingin melihat mu lagi, selamat tinggal Tuan Arthur!" pamitnya.
"Kau ini," Arthur justru terkekeh alih-alih tersinggung.
×××××
Makan malam dikastil keluarga Tyrison terasa begitu canggung dan hening. Michelina sudah menyiapkan masakan dibantu Rosesa dan kini mereka sedang makan bersama dengan putra mahkota dan sang tunangan yang kini bercengkraman dengan mesra.
"Kau harus makan yang banyak!" Rafelina melirik Michelina lewat ekor matanya saat mengatakan hal tersebut pada Matteo dengan manja.
"Kemana pangeran Theo?" Matteo menatap sekeliling.
"Mungkin dia sedang beristirahat, kau jangan mengkhawatirkan dia." jawab Rafelina.
Matteo tak sengaja bersitatap dengan netra sebiru samudra milik Michelina. Tatapan itu begitu dingin dan asing baginya sekarang. "Kemana tuan muda dari keluarga Lawrence?"
Michelina menegakan kepalanya, menatap lawan bicaranya. "Kakak sedang mencari Lady Lumia, yang mulia." jawab Michelina dengan nada penuh formalitas.
"Bagaimana dengan Carlos?"
Michelina menghela nafas benar-benar tak nyaman harus berbincang dengan bajingan satu ini. "Ah, anda jadi mengingatkan saya. Kalau begitu semuanya saya permisi untuk menemui kakak kedua saya, seperti dia sedang tidak sehat." ujar Michelina mencari alasan.
Gadis itu bangkit. Rosesa juga ikut undur diri untuk menyiapkan makan malam bagi Chistian. Rosesa mengejar langkah Michelina yang nampak ingin segera menjauh dari ruang makan.
"Lady!"
Michelina menoleh saat mendengar panggilan tersebut. "Lady Rosesa, ada apa?" tanya Michelina.
"Terimakasih telah membantu saya hari ini, dan soal putra mahkota. Anda terlihat sangat tidak nyaman dengan yang mulia, apa ada masalah?" Rosesa mensejajarkan langkahnya dengan Michelina.
"Iya, tapi itu bukan hal yang penting. Lady tidak perlu mengkhawatir hal tersebut." Michelina melempar senyum tipis sebagai pemenang agar Rosesa tidak berfikir terlalu jauh.
"Saya harap kastil ini bisa menjadi tempat yang damai untuk semuanya." ujar Rosesa. Gadis itu jelas mencemaskan kenyamanan para tamunya. Dan itu juga yang mendasari dirinya sampai mengejar dan mempertanyakan permasalahan yang terjadi antara Michelina dan Matteo.
Ia takut akan ada yang bersitegang.
×××××
Jangan lupa vote dan tinggalkan komentar terbaik kalian yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Back for Happiness
FantasyI'm Back for Happiness. Kebahagiaan tidak datang saat dirinya menjadi anak dari seorang Duke, dirinya belum merasakan kebahagiaan seutuhnya saat menjadi seorang Madeline Alexsandra Lawrence. Bahagia itu tidak datang, sekalipun penderitaan datang ter...