🕊️🕊️🕊️
Jiendra berjalan dengan ogah-ogahan keluar dari kelasnya. Masalahnya Jiendra sudah ngebut merampungkan tugas yang diberikan dosennya Minggu lalu dan akan di kumpulkan nya hari ini, dan kabar buruknya dosen yang menilai tugasnya tidak dapat hadir karena ada kepentingan keluarga. Kalau begini ceritanya Jiendra ngapain tadi berangkat pagi-pagi ke kampus. Mending dia berangkat mepet seperti biasanya. Sudah berangkat pagi untuk menghindari macet, lari-larian dari gedung fakultas ke tempat fotocopy mas Xiumin sampai asmanya hampir kambuh, mencari Jhonny yang menghilang entah kemana. Paling juga si bule blesteran makan bakso di tempat bapaknya mas Cakra. Ternyata sia-sia saja apa yang dia lakukan. Jiendra hanya bisa menghela nafas panjang.
Jadi daripada gabut tidak ngapa-ngapain Jiendra segera saja berjalan menuju kelas seni di ruang musik. Biasanya di jam-jam seperti ini kelas seni sepi, paling hanya ada beberapa saja yang ada di sana. Entah mengambil alat musik atau hanya sekedar berlatih. Terkadang Jiendra juga memergoki Vian yang sedang memainkan gitarnya, kadang juga piano, kadang juga biola. Haduhhh pusing Jiendra. Adiknya yang satu ini cita-cita mau jadi apa sihh? Jadi pianis? Gitaris? Atau pemain biola? Entahlah, Jiendra juga tidak tahu pasti apa impiannya. Yang pasti Vian ini berbakat dalam bidang musik. Lomba nyanyi waktu SMP saja dia menang sekabupaten, juara satu lagi. Memang the best lahh.
Di sudut ruang musik ada sebuah grand piano yang selalu Jiendra mainkan. Hari ini langit tampak mendung padahal tadi pagi langit nampak cerah sedikit berawan . Tapi sekarang baru jam 11 siang dan langit sudah nampak kelabu. Tak lama rintik gerimis pertama jatuh juga membasahi bumi dan lama-kelamaan menjadi hujan deras. Kalau sudah begini rasanya malas sekali untuk melakukan kegiatan lebih baik dia bercumbu dengan lembut dan hangatnya selimut tebal miliknya. Tapi sayangnya itu tidak akan terwujud. Jiendra masih ada satu kelas lagi dan itu nanti siang sekitar jam 1 dan kemungkinan akan pulang sore. Biasalah... Namanya juga orang sibuk.
Gerimis masih mengguyur langit Jakarta dengan lebat. Di sampingnya ada jendela yang nampak berembun karena dinginnya cuaca hari ini. Saat Jiendra menilik sekilas ke arah sana, nampak kilatan petir yang menyambar-nyambar. Ia kembali pada tuts-tuts pianonya memainkan lagu-lagu sendu yang pas dengan suasana gerimis seperti ini. Kala memainkan lagu sendu ini Jiendra teringat akan suatu percakapan antara dirinya dan Yohan tentang apa impian mereka saat dewasa nanti.
"Dra, di masa depan lo mau jadi apa?" Sore itu, hujan juga turun dengan intensitas sedang. Saat itu Yohan tengah memainkan piano di kamarnya. Menikmati aroma petrikor dari jendela kamarnya yang sengaja ia buka dan membiarkan udara dingin masuk menjelajahi kamarnya.
Jiendra tidak ingat persisnya itu kapan. Saat itu Yohan baru lulus dari SMA dan dia sedang galau ingin langsung bekerja atau menempuh pendidikan ke perguruan tinggi seperti Satria. Atau memilih mengejar mimpinya menjadi seorang pebasket atau menjadi pianis profesional. Sumpah Yohan bingung. Jiendra sedang berada di kamar Yohan saat itu. Jiendra dan Yohan ini sebenarnya satu kamar tapi semenjak Yohan SMA mereka sudah tidur di kamar terpisah. Jiendra di kamar atas sedangkan Yohan di kamar bawah dekat dengan ruang tengah.
"Nggak tau sihh mas, belum kepikiran. Tapi yang pasti bisa banggain Ayah sama Mama. Kalau mas mau jadi apa?" Tanya Jiendra yang sedang membaca buku antologi puisi yang ia pinjam di perpustakaan sekolahnya. Hasil karya dari kakak tingkat sebelumnya.
Yohan menghentikan permainan pianonya, kemudian menatap Jiendra "Gua aja bingung mau jadi apa."
"Emang cita-cita lo ada berapa sih mas?"
"Kalo nggak jadi pebasket ya jadi pianis lah. Minimal jadi pelatih gitu." jawab Yohan sembari memandang langit yang semula hujan kini berganti menjadi gerimis kecil.
"Ya udah pilih salah satu lahh, apa susahnya sih."
Yohan melempar buku note latihan piano yang ada di depannya "Itu mulut enteng banget ya kalau nyeletuk! Lo pikir gampang apa nentuin jalan hidup?! Susah tau!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Jiendra
Fanfiction"Kita ini 7 pilar yang dibangun ayah untuk masa depan" Cerita tentang anak-anak Ayah dalam menggapai mimpi dan cita-citanya. Tentang kisah asmaranya juga makna kehidupan. 🍁🌻🍁 "Kalau sudah besar nanti anak ayah...