prolog

94 10 2
                                    

Dentuman musik edm menggema di ruangan itu. Semua orang di ruangan itu tengah sibuk dengan dirinya sendiri. Ada yang berebut stik PS, memakan Snack sembari tiduran di kasur, lalu terakhir ada yang sibuk dengan sebuah buku dan pena di tangannya.

Ya, Sean sudah sibuk dengan bukunya setidaknya sejak tiga puluh menit yang lalu. Menggoreskan penanya tanpa rencana. Tapi tenang, Sean selalu berhasil menghasilkan sebuah lukisan pemandangan yang tidak bisa dibilang jelek.

Alih alih ikut berebut stik PS seperti Eza dan Efran di ujung sana, ia lebih menikmati suasana ruangan berukuran cukup besar ini dengan berdiam diri dengan buku dan penanya.

"Gantian elah, Za. Lo udah main PS sejak sejam yang lalu."

Sepertinya lelaki berambut hitam itu tidak menggubris dan masih menatap lurus layar televisi yang terhubung ke stik di tangannya.

"Heh gue ngomong, anjir"

"Sekali lagi lo berdua rebutan stik PS, ini mie instan gue tumpahin ya ke lo berdua" satu lagi lelaki yang baru bergabung disana dengan semangkuk mie instan di tangan nya, Adriyan.

"Yan lo dapet mie di mana? Mau" Eza menceletuk sambil melirik mangkuk mie instan milik Adriyan.

"Gue bawa dari rumah" Adriyan langsung ikut mengambil tempat di sofa tepat disamping Sean yang masih sibuk dengan bukunya. "Diem aja dari tadi, ngapain?"

Sean melirik, "Gambar"

"Hobi banget sih. Ya ngga papa sih lagian gambar lo juga kelewat bagus buat ukuran pemula. Ngga mau ikutan lomba apa kek gitu"

"Ngga ah. Jadi nggak misterius. Nggak asik"

"Sok pengen misterius" Saga menyambar.

Sean tidak membalas, ia hanya menghela nafas karena malas membalas ocehan Saga. Lantas ia memilih menutup bukunya lalu mengedar pandang ke seluruh ruangan. "Anyway, gue mau ke mini market depan. Mau nitip?"

"Mau!"

***

"Shit"

Vina membulatkan kedua matanya begitu mendapati sosok lelaki yang baru saja masuk ke dalam mini market.

Bian. Lelaki itu berjalan pelan menuju kulkas berisikan minuman sambil mengusap darah yang ada di ujung bibirnya. Sepertinya ia baru saja habis berkelahi dengan seseorang.

Sudah bukan hal yang baru bagi Vina melihat Bian terluka, Entah bisa disebut hobi atau bukan, Lelaki itu sangat sering berkelahi bahkan hanya karena hal sepele sekali pun.

Kadang ia merasa penasaran apa alasan Bian seperti itu, namun rasa penasarannya akan seketika hilang begitu ia sadar bahwa hal itu adalah malapetaka baginya.

Mengapa malapetaka?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Bian menyukai Vina sejak SMP hingga sekarang. Ia tidak mau di kira membalas perasaan lelaki itu hanya karena rasa penasaran. Bisa sajakan jika Vina menanyakan alasan Bian sering berkelahi di anggap sebuah sikap perhatian karena menyukai lelaki itu.

Bertemu lelaki itu saja sudah membuat Vina takut. Bukan karena Bian jahat padanya, tapi karena sikapnya yang bisa di bilang cukup gila.

Lelaki itu pernah mengajak Vina untuk pulang bersama karena takut jika gadis itu pulang sendirian di culik orang.

Selain itu Bian juga pernah memaksa Vina menerima bunga darinya saat acara kelulusan gadis itu dan mengancam jika Vina tidak menerimanya lelaki itu akan berdiri diam di depan rumahnya sampai bunga miliknya di terima. Bian juga suka mengikuti Vina saat jam istirahat.

Apakah hal seperti itu masih bisa di katakan rasa suka bukan Obsessed?

"Semoga aja dia ngga nge-liat gue"

Vina buru-buru pergi ke kasir. Ia bahkan tidak perduli dengan rak berisikan cemilan favoritnya yang belum sempat ia ambil. Yah setidaknya itu rencana Vina sebelum tangannya bersentuhan dengan tangan seseorang yang rupanya juga tengah meletakkan belanjaannya di atas meja kasir.

To be continued.

untitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang