"Banyak banget belanjaan lo"
Kalimat pertama yang Sean dengar dari Eza setelah ia memasuki kamar itu.
"Sadar diri bego, titipan lo yang bikin belanjaannya banyak" Efran menyambar.
"Sean udah kaya pembantu Eza anjir" Saga ikut menyambar setelah selesai memainkan game di ponselnya.
"Diam lo berdua" Eza mengeluarkan dompetnya dari dalam saku lalu mengambil uang berwarna hijau yang ada di sana. "Maaf ya mas, temen-temen saya emang suka kurang ajar. Nih buat masnya, maaf cuma bisa ngasih dua puluh ribu"
"Anjir" jawab Sean kesal di ikuti suara tawa teman-temannya. "Ngga lagi gue nawarin kalian buat nitip"
"Becanda kali" Eza mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam plastik belanjaan itu. Ada susu coklat di sana. Untuk apa lelaki itu membelinya, bukannya tidak ada yang menitip itu.
"Kalian ada yang nitip susu coklat?" Eza bertanya sembari menunjukan sekotak susu coklat.
"Itu punya gue" Sean mengambil susu coklat itu dari tangan Eza. "Rotinya juga punya gue"
"Sejak kapan lo suka susu coklat?"
"Bukan punya gue" Sean duduk di sebelah Saga. "Punya orang lebih tepatnya"
"Siapa?" tanya Saga sambil menatap intens lelaki yang sedang duduk di sebelahnya.
"Gue ngga tau dia siapa, soalnya mukanya agak ketutupan sama rambut jadi gue kurang jelas ngeliatnya"
"Terus sekarang lo mau ngapain sama itu" Efran melirik susu dan roti yang ada di genggaman Sean.
Sean mengangkat bahunya, tidak tau.
"Mungkin kalo ketemu lagi gue kasih"
***
Vina mengedarkan pandangannya pada taman yang tidak terlalu besar itu, mencari kursi kosong.
Ia buru-buru berjalan ketika melihat ada satu kursi yang kosong yang ada di ujung taman, namun langkah kakinya terhenti ketika kursi itu tiba-tiba saja di duduki orang lain.
Sekarang Vina harus duduk di mana, kelasnya baru mulai setengah jam lagi. Tadinya ia sempat berpikir untuk menunggu kelasnya di perpustakaan namun karena jarak kelasnya yang cukup jauh dari perpustakaan membuat Vina mengurungkan niatnya.
"Apa gue duduk di sebelahnya aja ya"
Vina berjalan ragu ke arah lelaki yang sedang duduk sendirian di kursi yang sebelumnya ingin ia duduki.
Sepertinya lelaki itu sedang sibuk melakukan sesuatu pada buku yang ia pegang.
"Permisi, gue boleh ngga ikut duduk disini. Soalnya ngga ada kursi yang kosong"
Lelaki itu menutup buku yang ada di tangannya lalu melirik Vina.
"Duduk aja"
"Makasih" Vina perlahan duduk di kursi itu.
Sejujurnya Vina ingin mengajak lelaki yang ada di sebelahnya itu berbicara namun lelaki itu seperti menolak dengan cara menggunakan headphone yang ada di lehernya dan melanjutkan kegiatannya tadi.
"Kenapa gue ngerasa kaya di campakin pacar ya" gumam Vina.
Vina menghela nafasnya lalu mengambil ponselnya dari dalam saku bajunya.
Ada satu pesan dari seseorang yang sangat tidak ia harapkan disana.
From: Bian
Lo dimana?, Kok dari tadi gue ngga ngeliatBelum sempat Vina menaruh ponselnya kembali ke dalam saku, kedua matanya sudah mendapati sosok dari pengirim pesan itu.
"Mampus gue" Vina menundukkan kepalanya lalu melepas ikat rambut agar rambutnya menutupi wajahnya.
Semoga saja Bian tidak melihatnya. Setidaknya itu harapan Vina sebelum ponselnya berbunyi.
Sial, lelaki itu menelponnya.
"Shit" Vina buru-buru mematikan panggilan itu.
Ia berniat memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, namun gagal karena tangan seseorang tiba-tiba saja mengambil ponselnya.
Vina sudah pasrah jika yang mengambil ponselnya itu Bian.
"Balik-"
"Diem" potong seseorang.
Itu bukan suara Bian.
"Masih ada Bian, kalo lo ngomong dia bakal denger"
Tunggu, sepertinya itu suara lelaki yang ada di sebelahnya. Bagaimana bisa ia tau bahwa Vina sedang menghindari Bian.
"Jangan terlalu nunduk, Bian bakal curiga kalo posisi lo kaya gitu"
Vina mengangguk lalu mengangkat sedikit kepalanya.
Benar yang di katakan lelaki itu, masih ada Bian disana. Terdengar jelas ia menanyakan Vina pada orang-orang yang sedang duduk di sana.
"Kayanya Bian ngga akan pergi dari sana secepat harapan lo" lelaki itu mengeluarkan topi miliknya dari dalam tas lalu memakaikannya pada Vina. "Pakai topi gue buat pergi dari sini"
"Tapi nanti gimana caranya gue balikin topi lo"
"Temuin gue nanti sore di sini" lelaki itu memberikan ponsel Vina yang sebelumnya ia ambil. "Tadi gue matiin jaga-jaga kalo Bian nelpon lo lagi"
Vina mengangguk lalu beranjak dari kursi. Pergi meninggalkan lelaki itu yang masih duduk diam disana.
To be continued.
Lee Heeseung as Arsean Sagupta
KAMU SEDANG MEMBACA
untitled
Teen FictionSudah menjadi kebiasaan Arsean Sagupta duduk diam dengan sebuah pena dan buku di tangannya, menggambar apa yang sedang di lihat kedua matanya atau sekedar menggambar apa yang ada di pikirannya. Gambar indah yang tersusun rapi di dalam buku bersampul...