Berbekalkan hoodie hitam dan celana pendek, Sean mampir ke mini market di dekat rumah Efran. Cuaca di luar cukup dingin, ia bisa meramal jika dalam hitungan menit hujan akan melanda jakarta malam ini.
Begitu sampai di mini market, Sean menuju rak minuman dingin dan mengambil beberapa kaleng kopi titipan Efran.
Lalu ia berpindah dari rak satu ke rak lain. "Dikira kurir kali gue" ia bergumam sendiri.
Bagaimana Sean tidak mengeluh? bahkan dekapan tangannya sudah di penuhi berbagai macam jajanan titipan teman-temannya.
Ia buru-buru meletakkan satu persatu barangnya di meja kasir. Di mulai dari indomie, snack taro, kopi kaleng, kacang sukro bahkan sampai barang paling tidak penting seperti stella pengharum ruangan pun ada.
Ya, tadinya ia ingin meletakkan barang terakhir di dekapannya. Setidaknya sampai tangannya tidak sengaja bersentuhan dengan sebuah tangan yang rupanya tengah meletakkan barang di meja kasir.
"Eh, Sorry"
Sean menatap diam gadis itu sebentar. Wajah gadis itu tidak terlihat begitu jelas karena rambutnya yang menutupi wajahnya.
"Permisi mas, boleh ngga kalo saya bayar duluan?"
Sepertinya gadis itu sedang buru-buru sampai meminta untuk membayar barangnya lebih dulu.
"Bole-" belum sempat Sean menjawab, gadis itu buru-buru pergi dan meninggalkan belanjaannya.
"Eh wait, mbak? belanjaannya" kasir mini market itu bersuara namun sayangnya gadis itu sudah lebih dahulu pergi.
Sean menatap pintu mini market yang masih bergoyang itu dengan bingung. Mengapa gadis itu tiba-tiba pergi?.
Ia melempar pandangannya pada bungkusan roti dan susu coklat yang di tinggalkan gadis itu.
"Mas, di gabungin sama belanjaan saya aja susu dan rotinya"
***
Sudah hampir satu jam Vina diam menatap hujan dari jendela kamarnya. Menunggu hujan yang entah kapan akan berhenti turun.
Ia harus kembali ke mini market untuk membeli barang yang di tinggalkannya di kasir. Bukan tanpa alasan Vina meninggalkan barang yang ingin ia beli di meja kasir, ia terpaksa melakukan itu karena Bian.
Saat di meja kasir, Vina tidak sengaja melihat lelaki itu sedang menatapnya sembari tersenyum. Hal itu membuat ia panik dan meninggalkan belanjaannya begitu saja tanpa bicara apa pun.
Vina sudah lelah berurusan dengan Bian. Sepertinya lelaki itu sungguh tidak punya kerjaan sampai mengusik ke hidupan Vina.
Ia sudah tidak tau harus bagaimana menghindari lelaki itu. Semua cara sudah ia lakukan tapi entah mengapa semua usahanya selalu gagal. Sepertinya Vina memang sudah di takdirkan untuk selalu diusik Bian.
"Lama-lama pindah negara gue kalo kaya gini terus"
Vina menghela nafasnya lalu mengambil ponsel dari dalam saku celananya. Hanya ada satu pesan dari Juan, kakaknya.
From: Juan
Lo di mana?, masih di mini market?. Kalo iya gue titip kopiVina membaca pesan itu dengan malas, lalu mengetikkan beberapa kata sebagai balasan.
To: Juan
Gue udah pulangTidak sampai lima menit setelah Vina mengirimkan pesan itu, Juan tiba-tiba saja muncul dari balik pintu kamarnya.
"Mana cemilan lo?"
"Cemilan apa?"
"Kalo ngomong tuh ngadep orangnya, jangan ngebelakangin" Juan menarik kursi yang di duduki Vina dengan kencang hingga gadis itu hampir jatuh.
"Ih, untung ngga jatuh gue" Vina menatap kesal lelaki itu.
"Lagian lo ngapain coba ngeliatin hujan malam-malam"
"Gue nungguin hujannya reda" Vina beranjak dari kursi lalu berpindah duduk di tempat tidurnya.
"Ngapain lo nungguin hujan?" tanya Juan lalu ikut duduk di tempat tidur gadis itu.
"Mau ke mini market"
"Ngapain lagi ke mini market?"
"Kenapa lama-lama kaya di wawancara gue"
"Di wawancara apaan?"
"Dari tadi abang nanya mulu, udah sana balik ke kamar lo. Sesi tanya jawabnya udah di tutup"
"Idih so artis" Juan berdiri dari tempat tidur Vina lalu pergi ke kamarnya.
Vina merubah posisi duduknya menjadi posisi tidur.
Sepertinya hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Terlihat dari langit yang masih berwarna keabu-abuan.
Vina perlahan menutup matanya, mencoba untuk tidur dengan harapan saat ia bangun nanti hujan sudah berhenti.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
untitled
Teen FictionSudah menjadi kebiasaan Arsean Sagupta duduk diam dengan sebuah pena dan buku di tangannya, menggambar apa yang sedang di lihat kedua matanya atau sekedar menggambar apa yang ada di pikirannya. Gambar indah yang tersusun rapi di dalam buku bersampul...