Chapter 12 ♥

20 0 0
                                    

Aidan meletakkan setangkai bunga lipanet putih di atas sebuah gundukan tanah. Dia mengamati gundukan tanah di depannya itu dengan sedih, mengenang.

Tidak banyak kenangan yang dimiliki Aidan dengan perempuan yang kini berbaring di dalamnya. Bahkan kenangan-kenangan yang dimilikinya pun kini perlahan mulai memudar.

Selama di Seanon, Aidan menyempatkan diri singgah sebentar ke rumah ibunya. Rumah dua lantai yang kini kosong itu hanya berjarak beberapa langkah dari rumah Igor. Di belakang rumah itulah pusara ibunya berada. Di antara tanaman bunga lipanet yang mulai mekar.

Igor pernah bercerita, Isel, ibunya sangat menyukai bunga lipanet. Itulah sebabnya, dia banyak menanam bunga lipanet berbagai warna kelopak di pekarangan rumahnya. Bagi Klan Seanon, bunga lipanet adalah simbol cinta dan kasih sayang.

Meski sudah tahunan berlalu, rumah ini masih kokoh berdiri. Igor dan Emary menjaga rumah ini dengan baik. Tidak banyak perabotan di rumah masa remaja ibunya itu. Hanya ada sebuah meja dan kursi di lantai satu. Ada juga sebuah tempat tidur dan satu almari di lantai dua.

Sketsa wajah ibunya masih tersimpan di sana, di atas almari. Meski sedikit tertutup debu, guratan wajah perempuan itu masih terlihat jelas oleh Aidan setelah dia membersihkannya.

Aidan punya satu sketsa yang sama di kamarnya di Atticus. Dia menyembunyikannya hingga tak seorang pun tahu, termasuk ayahnya. Itulah satu-satunya benda peninggalan ibunya yang akan terus mengingatkannya pada perempuan yang telah melahirkannya itu.

Aidan mengenal Isel hanya beberapa tahun saja sebelum akhirnya perempuan itu kembali ke Seanon dan meninggalkannya di Atticus bersama ayahnya. Sejak saat itu Aidan tidak pernah lagi bertemu dengannya. Hingga dia kembali ke Seanon dalam misi penyerangan yang gagal itu, barulah Aidan tahu kalau ibunya sudah lama meninggal.  Andai saja dia masih hidup, usianya mungkin sudah kepala empat.

Aidan tidak akan lama di Seanon. Dia berencana keluar dari wilayah klan itu saat matahari mulai tenggelam. 

Aidan akan keluar sendiri. Sangat tidak mungkin Aidan membawa Isla bersamanya. Melihat gadis itu selamat dan sehat sudah membuatnya sedikit tenang. Apalagi dia berada di bawah pengawasan Igor dan Emery. Selama tidak satu pun yang tahu dia Atticus, sejauh itu dia akan aman.

Ingin sekali rasanya Aidan membawa Isla keluar bersamanya, tapi posisi gadis itu tidak menguntungkan. Untung saja Isla sempat melepas jam tangannya. Andai dia masih mengenakannya, tentu ceritanya akan lain. Identitasnya akan terbongkar. Gadis itu tidak akan diperlakukan dengan baik. Apalagi Anakin. Aidan yakin, andai sepupunya itu tahu siapa Isla yang sebenarnya, dia tidak kan bersikap manis padanya.

Tiba-tiba ada rasa panas menjalar di dada Aidan. Dia ingat saat Anakin berjalan beriringan bersama Isla. Mereka terlihat akrab. Isla beberapa kali tampak tersenyum, bahkan tertawa. Aidan belum pernah melihatnya sebahagia itu. Terlebih selama di Pentagon. Bahkan saat dia berkumpul dengan teman-temannya, para soren junior.

Gadis itu membuat hati Aidan porak poranda. Tidak melihatnya berlatih di Pentagon beberapa hari saja sudah membuat Aidan tak tenang. Dia akan berusaha mencari tahu kabar Isla pada teman-temannya. Jika tidak mendapatkan jawaban meyakinkan, Aidan akan menghubungi Kalani langsung. Perempuan itu selalu punya jawaban yang pasti tentang Isla.

Kehilangan Isla beberapa hari tanpa kabar seperti kemarin, membuat Aidan cemas. Bahkan dia tidak bisa tidur. Beberapa kali dia terkena pukulan dan hampir kalah saat latihan bertarung di Pentagon. Bahkan tembakannya beberapa kali meleset. Semua terjadi karena Aidan tidak fokus. Mungkin jika terjadi sesuatu yang lebih buruk pada Isla, itu seperti merenggut separuh nyawa Aidan.

Matahari sudah mulai condong ke barat saat tiba-tiba sirine Seanon meraung-raung. Suaranya menggema di seluruh area Seanon. Tidak satu pun makhluk yang berada di dalam Seanon yang tak mendengarnya.

Seingat Aidan, suara sirine seperti ini hanya akan berbunyi jika ada bahaya mengancam. Salah satunya, serangan Atticus.

Aidan tidak keluar dari rumah. Dia hanya mengamati penduduk Seanon yang berlarian. Para perempuan seketika menggendong anak-anak mereka dan berlari masuk rumah. Sebaliknya, para lelakinya berlari keluar dengan berbagai senjata yang dimiliki.

Seketika area perumahan Seanon sepi. Aidan keluar dari pintu belakang. Dia tidak mau terlihat mencolok di antara lelaki Seanon yang lain. Dia melompati pagar tanaman, lalu berjalan memutar, mengendap di antara pohon dan semak. 

Seperti yang sudah sering dikatakannya pada Anakin, akan ada pesta kecil-kecilan. Informasi itu dia dapatkan saat terakhir kali petinggi Soren berkoordinasi dengan petinggi Atticus, termasuk Onyx. 

Soren mendapat perlawanan Seanon yang menghadang mereka di padang rumput. Aidan terus mendekat untuk mengamati pertempuran yang terjadi. Dia merangsek masuk ke padang rumput. Untung saja rumput di sini begitu tinggi, mengharuskan Aidan harus tetap berjalan mengendap.

Aidan tidak tahu, Soren dari kelompok keberapa yang diturunkan di penyerangan ini. Namun jika dilihat dari pergerakannya, mereka bukanlah Soren senior. 

Aidan melihat Anakin di tengah-tengah pertempuran. Melihat lelaki itu seperti bercermin pada dirinya sendiri. 

Anakin memiliki satu sifat yang sama dengan Aidan. Sama-sama memiliki pembawaan tenang di keseharian. Tapi kalau sudah bertempur, mereka seolah menjadi pribadi lain. Begitu ganas dan mematikan.

Suara tembak menembak di beberapa sudut. Aidan menutup wajahnya dan menaikkan hoodie nya hingga menutup seluruh rambutnya. Dia menyamarkan diri sebelum bangkit dan berlari, menyerang salah satu Soren yang akan menyerang Anakin dari belakang. Sebuah serangan mematikan. Andai serangan itu benar-benar mengenai Anakin, bisa jadi akan menciderai belakang kepalanya.

Aidan tidak membawa senjata apapun. Dia melakukan perlawanan tangan kosong. Dari sini dia bisa menganalisa kemampuan Soren jika mereka diturunkan tanpa senjata.

Anakin tidak menyangka akan mendapat bantuan. Sekilas dia tidak yakin siapa lelaki yang menyelamatkannya. Lelaki itu begitu gesit menggerakkan kaki dan tangannya, mendaratkan pukulan demi pukulan. Anakin menebak, dia orang terlatih.

Suara peluit panjang memekakkan telinga. Aidan tahu betul suara ini. Sebuah sandi rahasia bagi para Soren. Saat mendengarnya, pertanda semua soren Soren harus segera menarik diri dari pertempuran.

Aidan pun segera berlari, kembali bersembunyi. Namun langkahnya terhenti saat tiba-tiba Anakin menghadangnya. Untungnya mereka berhadapan di tempat sepi.

"Bukankah urusanmu dengan ayahku sudah selesai?" tanya Anakin penuh selidik.

Aidan sengaja hanya diam. Dia ingin mendengarkan kalimat Anakin selanjutnya.

"Kenapa kau tidak segera pergi?" Anakin mulai curiga.

"Aku harap ini hanya kebetulan. Kebetulan kau ada di Seanon, kebetulan juga Soren menyerang." 

Aidan membuka penutup wajahnya. "Bukankah aku pernah mengatakannya padamu tentang penyerangan ini. Aku tidak pernah berbohong, bukan? Lagi pula aku tidak sedang dalam misi apapun. Ingat! Ayahmu yang mengundangku!"

Anakin mendengus keras. "Sampai saat ini aku tak tahu apa alasanmu begitu dekat dnegna ayahku, tapi ... terimakasih." Suaranya melunak. 

Baru kali ini nada suara Anakin tidak tinggi dan sikapnya tidak ketus saat bicara dengan Aidan.

"Aku tidak tahu secepat itu kau bisa berubah ramah padaku." Aidan menyindir Anakin. Kata-katanya membuat ekspresi wajah Anakin berubah lagi, mengeras seketika.

"Aku tidak melakukan ini untukmu. Aku hanya tidak ingin Igor kehilangan anak lelakinya," ujar Aidan lagi dan langsung berjalan melewati Anakin.

Anakin berbalik dan ingin meneriaki Aidan, tapi dia terlalu lelah. Dia tidak mau buang-buang energi untuk meladeni Aidan yang suka memancing emosinya.

Seanon sudah kembali tenang. Aidan mendengar dari pembicaraan orang-orang di jalan, tidak ada korban baik dari Seanon maupun Soren. 

Hari mulai gelap. Aidan memutuskan keluar dari Seanon besok subuh.

Aidan mengamati sketsa wajah ibunya. Serangan Soren sore ini menyadarkan Aidan pada satu hal. Jika perang benar-benar pecah, dikubu mana dia akan berpihak.

Apakah klan ayahnya, Atticus?

Atau klan ibunya, Seanon?

THE SIGN [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang