Chapter 7 ♥

24 1 0
                                    

Isla mengerjap. Dia memperhatikan penampilannya di depan cermin. Dia merasa aneh dengan baju yang dikenakannya. Kemeja polos berwarna takhi dipadu dengan rok panjang warna senada.

Isla jarang, bahkan tidak pernah mengenakan rok apalagi gaun. Sangat tidak mungkin dia mengenakan pakaian seperti ini dengan segala aktivitasnya. Karena sekarang dia tinggal di Seanon, mau tidak mau dia juga harus menyesuaikan diri. Termasuk dengan model pakaian yang biasa dikenakan para perempuan Seanon.

"Kau tak suka dengan bajunya?" Tanya Kayla, mengamati ekpresi wajah Isla di cermin.

Isla mengerjab. "Bukan begitu. Hanya saja, aku belum terbiasa dengan gaun atau rok."

"Apa kau selalu berpenampilan seperti lelaki?" tanya Lyla. Dia ingat betul bagaimana penampilan Isla saat pertama dibawa ke rumah ini. Dia mengenakan atasan bertudung dan celana panjang. Keduanya berwarna gelap.

Isla mengangguk sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya. Si kembar Kayla dan Lyla saling pandang, lalu manggut-manggut.

"Tapi jangan khawatir, aku cepat menyesuaikan diri, kok," imbuh Isla.

Isla mencoba mengalihkan pembicaraan sebelum si kembar ini membombardirnya dengan berbagai pertanyaan tentang hidupnya. Baik Kayla maupun Lyla, keduanya sangat ingin tahu. Andai saja mereka Atticus dan menjadi anggota Soren, pasti mereka ditugaskan sebagai informan.

"Kemari! Biar kutata rambutmu!" Kayla menggeser bangku kayu bulat, meminta Isla duduk di sana. Dengan cepat jari-jari tangannya membuka simpul rambut Isla dan menyisirnya perlahan. Meski merasa aneh, Isla menurut saja.

Isla tidak pernah melakukan ini. Menghabiskan waktu dengan para perempuan, ngobrol hal random, mulai dari gossip sampai urusan pribadi. Anggap saja ini sebagai pengalaman baru baginya, menjadi perempuan Klan Seanon.

Isla tak punya saudara perempuan. Dia hanya punya Rune yang selalu tenggelam dalam kegiatannya sendiri. Pun dengan Kalani yang tak banyak bicara meski mereka sedang berada di satu ruangan dan duduk berdampingan. Perempuan itu bicara seperlunya saja.

Kehidupan yang sangat kontras, pikir Isla. Para perempuan Atticus lebih sering mengenakan pakaian lebih sederhana. Hanya atasan dan celana panjang. Dan dapat dipastikan semua berwarna gelap. Sedangkan para perempuan Seanon lebih suka mengenakan atasan dan rok panjang, atau juga gaun dengan warna-warna lebih cerah.

Ah, seharusnya Isla membawa jam tangannya sehingga bisa mengabadikan semua ini dalam catatan dan gambar-gambar untuk sebuah jurnal. Tentu saja, apa yang ditulisnya adalah fakta karena dia melihat dan mengalaminya sendiri. Ini kesempatan langka. Belum tentu dia punya kesempatan kembali ke Seanon untuk kedua kalinya. Itupun jika dia berhasil keluar dari Seanon hidup-hidup.

Isla merasa sangat baik hari ini. Rasa sakit di tubuhnya sudah mendingan. Emery, nyonya rumah ini seperti ibu peri. Dia mengurus Isla dengan baik, seperti anaknya sendiri. Perempuan itu mengingatkannya pada Kalani.

Sampai saat ini Isla tidak begitu tahu apa hubungannya dengan Kalani. Dia tidak berani menanyakannya. Yang Isla tahu, Kalani sudah merawatnya dari kecil. Apapun masalah di masa lalu yang belum diketahuinya, bagi Isla, Kalani sudah seperti ibunya. Sama seperti Rune, yang sudah dianggap sebagai kakaknya.

"Para gadisku sudah turun," kata Kalani saat satu persatu puteri kembarnya turun, diikuti Isla di belakang mereka.

"Aku akan membantu ibu di dapur. Jadi kau yang ambil sayuran!" Ujar Kayla pada Lyla, sambil mengulurkan keranjang rotan.

Lyla memberengut. "Kenapa selalu aku yang harus ke kebun?"

"Karena itu takdirmu. Jalani saja!" Tambah Kayla lagi sambil mengibaskan tangannya seolah mengusuir Lyla agar segera pergi.

THE SIGN [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang