13. Gangguan Jalan Raya

81 23 5
                                    






















Rea sangat buru-buru kembali ke lapangan. Saat tiba di sana, dia harus kembali dihadapkan dengan masalah baru. Guru olahraga mengetahui bahwa dia tidak mengganti pakaiannya, maka hukumannya adalah berdiri di tengah lapangan dekat bendera, sampai.pelajaran olahraga selesai. Sangat menyebalkan.

Rea mengusap peluh keringat di dahi. Dia beberapa kali mengibas-ngibaskan tangan ke area leher. Sinar mataharinya sangatlah terik, sangat sukses membuat Rea kepanasan.

Sementara teman sekelasnya berolahraga, Rea malah berdiri diam seperti patung penghias lapangan. Rea menatap sebal ke arah kanan, di sana dapat disaksikan ada tiga lelaki melintas dengan masing-masing memiliki pesonanya tersendiri.

Reon dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, juga kancing atas seragam yang sengaja tidak dikancing, membuat setiap wanita terpesona melihatnya, atau Azmi dengan tatapan teduh saat melihat seseorang, entah siapapun itu, dan atau Seon dengan tatapan dingin yang membuat wanita menjerit melihatnya. Ketiganya begitu populer, tapi bagi Rea, mereka bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa. Rea melihat mereka sama seperti murid pada.umumnya, yang membedakan hanyalah sikap jahat penindas mereka, Rea sungguh tidak suka. Walau tidak semuanya, tapi Rea pikir jika ketuanya saja jahat, maka begitupun dengan teman-temannya bukan?

"ARGHHHH REONN I MISS YOU TIGA RIBU!!"

"ARGHHH ITU AZMI HEY AZMI LIRIK AKU DONG!!"

"SEON ARGHHH!!! JADI PACAR AKU YUK!!"

Rea bergidik ngeri, mendengarnya saja membuat perutnya mual dan ingin muntah jika bisa.

"Alay, lebay, gak banget," gumam Rea menatap sinis ke arah tiga lelaki yang kini dikerubuni para gadis.

----------------

Rea berhasil menghabiskan satu botol penuh air mineral. Sungguh, energinya sama terkuras saat pslajaran olahraga tadi, meski dia hanya diam bagai patung monas, dia juga kelelahan karena 2 jam lamanya terbakar sinar matahari.

Suci memandangi Rea penuh selidik. "Lo kenapa gak ganti baju Re? Baju Lo bau? Tapi kenapa jadi rebutan cowok-cowok pas tadi ya?"

Rea melotot. Dia tidak terima bajunya dihina oleh Suci. Bau, bau apalah itu! Itu sangat tidak benar.

"Enak aja bau! Gak bau tau!" Rea memukul tangan Suci.

"Aduh! Re... Jangan mukul dong."

Rea memutar bola matanya. "Baju gue  udah jadi bubur, sobek, robek, dan gak bakal bisa dipake lagi."

"HAH! KOK BISA!!" Suci berteriak saat itu juga.

"Gue males cerita Uci, ntar aja yah."

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Rea dengan langkah malas berjalan keluar dari kelas. Di sampingnya sudah ada Suci dengan tatapan masih penasarannya.

"Re, ceritalah, ayo...."

"Entar malam aja di telpon." Rea membalasnya malas, mempercepat langkah kakinya menuju gerbang, sedangkan Suci berbelok.ke parkiran.

Sebelum berbelok Suci berkata, "Mau dianterin gak Re?"

Rea menengok dan menggelemg. "Enggak deh, Lo duluan aja gak papa."

"Seriusan?"

"Iyah, serius."

"Yaudah deh."

"Hmm...."

Rea melanjutkan perjalanan menuju gerbang sekolah, lalu terus hingga menyusuri jalanan. Rea sedang tidak ingin naik angkot, sepertinya dia akan memilih untuk terus berjalan sampai merasa benar-benar kelelahan. Pikirannya masih sibuk memikirkan kejadian tentang baju olahraganya. Bagaimana Rea memberitahu ibunya? Bagaimana juga dia bisa membeli baju penggantinya, sedangkan dia saja baru dipecat dari pekerjaan yang bahkan belum lama dia tekuni, sungguh menyedihkan bukan.

REONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang