happy reading
Rea terus berusaha menghentikkan tangisannya saat ini. Tapi tidaj berhasil, malah lebih memburuk. Bahkan suara cegukkan tangisnya terdengar sangat nyaring dan memilukan. Konyol sekali dirinya saat ini. Rea menangis sendirian dengan kedua tangan yang terus mengepal kuat, juga kepala yang tertunduk ke bawah lantai putih.
Bukan alasan besar memang. Hanya karena baju olahraganya, Rea semenyedihkan ini. Hey, itu bukan baju biasa. Jika ingin tau, baju olahraga itu dibeli dengan uang tabungan ibunya, katanya sebagai hadiah ulang tahun Rea kala itu. Dulu memang Rea belum mampu membeli baju olahraga itu, karena faktor ekonomi yang sangat tipis, harganya yang terbilang sedang, begitu sangat mahal menurut Rea pribadi. Jadi, setelah ini bagaimana Rea memberitahukan semua ini kepada Ayu ibunya? Bisakah? Beranikah Rea bicara? Tidak, Rea tidak ingin membuat ibunya terbebani oleh masalah kecil ini.
"Kopi."
Secangkir kopi hitam tersodor di depan wajah Rea. Gadis itu mendongakkan kepala, tak disangka jika pelakunya tak lain adalah Azmi.
Rea memalingkan wajah sembari menghapus jejak air matanya, lalu kembali melirik Azmi. "K-kak Azmi? Ngapain di sini?"
"Terima dulu kopinya, tangan gue pegel."
Dengan ragu Rea menerima kopi tersebut. Sekarang lelaki itu duduk santai di samping Rea.
"Diminum, gak usah malu," ucap Azmi tersenyum ke arah Rea.
Rea langsung mengangguk. "M-makasih kak."
Rea segera meminum kopi itu, tapi hanya satu teguk. Saat dirasa ada yang tidak beres, Rea mulai mengeluarkan lidah dengan raut wajah mengkhawatirkan.
"Wlek! Kopinya pahit banget, gak dikasih gula?! Oh atau Lo mau ngerjain gue ya Kak--" Rea menatap tajam Azmi.
"Jangan negatif thingking, kenapa." Azmi menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu merebut cangkir dari tangan Rea. Azmi menyesap sedikit air kopi, lantas melirik Rea kembali, "Gak pahit, manis kok."
Rea melotot. "Manis gimana sih, orang itu pahi--"
"Coba senyum," titah Azmi.
Rea menaikkan satu alisnya dan bertanya, "Maksudnya?"
"Senyum dulu," ucap Azmi.
Rea menarik seulas senyum kecil. Lantas kembali bertanya, "Emangnya kenapa sih Kak?"
Azmi menyesap kopinya lagi, kali ini dia memejamkan mata sebentar lantas kembali melirik Rea yang masih pokua menatapnya.
"Sekarang tambah manis," ujar Azmi.
"Hah, kok bisa?!" tanya Rea penasaran.
"Karena liat senyuman Lo tadi, karena apa lagi."
Shit, jantung gue!! Gak aman, ini gak aman!
Rea berusaha menahan senyumannya. Sebisa mungkin harua terlihat biasa saja.
Azmi tertawa melihat ekspresi wajah lawan bicaranya itu. Dia menaruh gelas di samping badannya, lalu lanjut menatap Rea. "Gue lebih suka liat Lo senyum dari pada nangis kaya tadi Re."
Rea melirik kakak kelasnya. "Gue gak nangis!" tegasnya.
Azmi sekali lagi tertawa. "Iya, lo gak nangis, Lo hanya takut."
"Gue gak takut!!" Rea bangkit dari duduknya, menatap tajam Azmi.
"Duduk, gak usah berdiri, pegel." Azmi tidak menanggapi sikap Rea yang barusan, lelaki itu malah menganggap semuanya baik-baik saja.
Rea kembali duduk, dia menundukkan kepalanya. "Jangan ajak gue ngobrol kalo ujung-ujungnya Lo bakal bully gue Kak."
"Siapa? Gue?" Azmi bertanya.
Rea menatap sebal kakak kelasnya. "Emang ada orang lain selain Lo di sini Kak? Lagian emangnya Lo lupa tadi habis ngapain gue?"
"Ngapain? Ngapain emang? Gue gak ngapa-ngapain Lo kok, gue diem aja loh dari tadi," ucap Azmi menaikan satu alisnya.
Rea geram. Ini dia yang salah bicara atau Azmi yang susah menangkap perkataannya. Atau jangan-jangan lelaki ini berpura-pura bodoh di depannya?
"KAK AZMI GUE SERIUS!" Rea lagi-lagi bangkit dari duduknya.
Azmi tertawa untuk yang ketiga kalinya. "Gue pikir-pikir lagi, ternyata lo lebih lucu kalo lagi marah kaya gini, ya."
"Gak guna bicara sama Lo Kak! Gue mau pergi!" tegas Rea ingin meninggalkan tempat itu sesegera mungkin.
"Tunggu!" Azmi mencekal pergelangan tangan Rea, membuat langkah kaki Rea terhenti. Mau tidak mau, Rea menoleh. "Kenapa lagi sih Kak?"
"Duduk dulu, gue mau bicara serius sama Lo." Azmi menyuruh Rea untuk duduk kembali.
Rea duduk dengan wajah ditekuk. Masih sebal dan jengkel. "Soal apa emang? Kalo soal kopi lagi, gue gak mau."
"Soal Reon."
Rea langsung menengok ke arah Azmi begitu mendengar nama Reon disebut.
"Cowok pengecut itu? Kenapa dia? Mau minta maaf sama gue? Ogah, gue gak mau maafin dia Kak!" Rea bersedekap dada.
Azmi tertawa untuk kesekian kalinya. "Minta maaf? Lo gak bakal denger kata itu keluar dari Reon Re, percaya sama gue."
"Terus? Tentang apa?"
"Lo korban cewek pertama yang berhadapan sama Reon. Gue pikir lo udah tau itu."
"Ya, terus? Gue harus takut sama dia?" Rea bertanya santai.
Azmi menggeleng. "Harusnya Lo emang takut, tapi liat sikap Lo barusan, gue yakin, kata itu pengecualian bagi Lo."
"Itu Lo tau Kak." Rea tersenyum sinis.
"Gue males bahas dia Kak, gue pergi duluan." Rea berjalan pergi meninggalkan Azmi. Sebelum gadis itu benar-benar pergi, Azmi berkata, "Apapun yang terlihat, gak semuanya benar Re. Begitu juga sebaliknya, kadang kebenaran selalu disembunyikan agar tidak terlihat."
Next part--------------
KAMU SEDANG MEMBACA
REON
Novela JuvenilPLAGIAT MINGGIR!! Reon Syamuedra si lelaki dingin, galak, dan angkuh. Seorang kapten dari geng Marata. Geng yang paling disegani di sekolahnya. Terbilang sangat berani jika ada saja salah satu orang yang mencari masalah dengan lelaki satu ini. Bukan...