epilog

20.6K 333 15
                                    

MENGUAK kenyataan tentang bayi yang telah tiada membuat kedua laki-laki itu tak berdaya. Ekspresi Claudia begitu datar, tapi dari sorot sendu kedua matanya yang kini meredup di sana, keduanya pasti sadar, luka terdalam yang tengah dialami wanita itu.

Eldric, dia pun mengalami hal yang sama. Hanya saja, sebagai laki-laki sekaligus sosok calon ayah, ia harus tampak tegar agar Claudia tidak semakin larut dalam keterpurukan saat melihatnya.

Eldric menyesal. Dia menyesal karena datang terlambat dan membiarkan calon anaknya meregang nyawa sebelum sempat mengintip dunia.

Kalimat andaikan membuat ia berangan-angan tinggi, tapi kenyataan menamparnya kembali ke dasar tepi yang dipenuhi terjal.

Setiap terjal itu dipenuhi luka dan rasa sakit. Setelah ini, sekalipun Claudia memilihnya, ia masih harus berusaha mendapatkan restu dari kedua orang tua wanita itu.

Namun, tidak dengan Albert. Laki-laki itu sudah mendapatkan kunci mudah agar bisa membawa Claudia dan membahagiakan wanita yang tanpa sadar telah mengetuk hati bekunya.

"Eric," panggil Claudia pelan.

"Hm."

"Kau tidak marah padaku, kan?"

Eldric menggeleng. Dia tidak bisa marah pada wanita polos tapi kuat di hadapannya ini.

Claudia beralih memandangi Albert, tunangannya. Orang yang sudah dijodohkan dengannya dan orang ... yang telah menyelamatkan dirinya.

"Apa kamu ... tidak marah padaku?"

Albert tersenyum tipis. "Tentu saja."

"Tapi, kenapa kamu-"

"Karena aku cinta sama kamu, dan rasa cintaku lebih besar daripada rasa marahku saat mengetahui kalau kamu begitu nekat di luar sana."

"Al!?"

"Apa?"

Eldric membuang muka, dia ingin menjauh dari sana dan membiarkan dua insan itu bicara berdua saja. Namun, ia juga penasaran akan apa yang terjadi pada hubungan mereka ke depannya.

"Maaf, tapi ... bolehkah kalau pertunangan kita malam itu dibatalkan?"

Albert tersenyum sabar. "Kamu suka sama Eldric?"

"Eldric?" Claudia bertanya-tanya.

Eldric berdeham. "Itu namaku," balasnya.

"Oh ... enggak."

Jawaban Claudia membuat dua laki-laki tampan itu sontak menoleh padanya.

"Terus, kenapa kamu mau membatalkan perjodohan itu? Kalau bukan karena masalah kamu dengan Eldric, harusnya kamu masih mau jadi tunanganku, kan?"

"Maaf!" Claudia menunduk malu. "Aku tidak ada niatan untuk menikah di waktu dekat. Aku siap punya anak, asalkan dengan begitu pertunangan kita batal. Eric hanya ... orang asing yang tidak sengaja dikirim Tuhan untuk membantuku keluar dari masalah ini. Apa kau bisa mengerti?"

Albert terkekeh kecil. "Kupikir, kalian berselingkuh di belakangku?"

"Mana mungkin." Claudia tersenyum tipis, sudut matanya melirik Eldric yang semenjak tadi hanya diam saja dengan wajah datar cenderung kecut. "Kami bahkan baru mengenal malam itu."

"Oh ... itu artinya, setelah ini, kita berdua bisa bebas melakukan pendekatan padamu, begitu?" tanya Albert setengah menawar yang membuat Claudia kebingungan.

"Hah? Maksudnya?"

"Karena kamu minta pertunangan kita batal, itu artinya, aku harus mulai dari awal. Dan omong-omong soal cinta, Eld juga bilang, dia suka sama kamu. Jadi ... kita berdua akan berebutan mendapatkan hatimu."

Claudia terkekeh kecil. Albert memang termasuk lucu, jika dia bisa santai begitu. Masalahnya, pria itu sangat menakutkan ketika dia marah. Kepribadiannya seperti ada dua dan itu ... mengerikan.

Claudia takut padanya.

Beberapa waktu terlewat, Albert memilih keluar dan meninggalkan Eldric berdua dengan Claudia. Claudia menatap laki-laki itu dengan senyum penuh permohonan maaf.

"Maafkan aku," gumamnya. "Aku-"

"Jangan meminta maaf lagi. Aku akan pergi, kalau kamu tidak membutuhkanku lagi."

Eldric bangkit, ia bersiap pergi dari sana, tapi Claudia menggapai lengan kemeja panjang pria itu. Diulasnya senyuman manis memikat pada Eldric yang hanya bisa tertegun saat melihatnya.

"Aku tidak mau Albert marah padamu. Aku tidak suka melihatnya marah, karena dia akan sangat mengerikan."

"Lalu bagaimana denganku?" tanya Eldric dengan nada menuntut yang terdengar tajam. Sejak tadi ia memendam amarah, menahan kekesalan karena Claudia dan Albert terlihat begitu erat.

"Kamu juga mengerikan, tapi aku mencintaimu."

"Mencinta-apa!?"

Eldric seperti baru saja mendapatkan serangan petir di siang bolong. Apa tadi kata Claudia padanya? Dia mencintainya? Tapi kenapa ... kenapa tadi dia bilang, seakan-akan Eldric tidak ada artinya untuknya?

"Aku cinta sama kamu. Aku sayang sama kamu. Konyol memang, aku jatuh cinta padamu. Bahkan aku terlalu sayang pada anak kita. Malam itu, setelah pergi dari sana, aku berharap hamil anakmu dan hidup berdua di suatu tempat. Kami akan bahagia bersama, berdua, dan setiap kali aku melihat anak kita, aku akan mengingat tentang dirimu. Aku-"

"Bullshit! Jangan mempermainkanku, Clau! Di depan Albert kau bilang, kau tidak pernah melihatku, tapi di belakangnya kau-!"

"Karena aku tidak mau dia marah dan melukaimu, maaf! Aku tidak mau kamu terlibat masalah, hanya karena aku. Aku takut kamu kenapa-kenapa ... aku ...."

Eldric mendekat dan langsung memeluk Claudia. "Jangan takut .... Albert takkan bisa melakukan apa pun padaku. Ketua Mafia terkenal sepertiku takkan bisa terbunuh, kecuali, kamu yang membunuhku dengan cintamu."

Bibir itu tersenyum, Claudia pun membalas senyum.

Claudia tidak mau Albert tahu, lalu pria itu marah dan melukai Eldric. Namun, sebenarnya ... Eldric tidak selemah itu. Bahkan sebaliknya.

Dan tanpa keduanya sadari ... Albert menyimak pembicaraan mereka di depan pintu ruangan.

Dia sudah curiga sejak awal, karena orang pertama yang diinginkan Claudia menyelamatkannya bukanlah dirinya, melainkan Eric ... atau Eldric Lee Anggara.


TAMAT

____

Terima kasih udah baca cerita ini sampai selesai.
Semoga bisa menghibur kalian yang lagi cari hiburan.

Untuk versi panjangnya, bakal aku tulis kalau udah mager.

Makasih semuanya!
😍😍😍

One Night Stand (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang