Chapter 8

231 49 17
                                    

Chapter 8: Beer

.

.

.

Raelyn juga Dareen sampai di mansion sekitar pukul sembilan malam. Suasana didalamnya bisa dikatakan sudah sepi karena para pelayan kebanyakan tidur di jam seperti ini.

"Kalian dari mana?" Pertanyaan yang berasal dari Lyman itu membuat mereka berdua menghentikan langkahnya secara bersamaan dan menengok ke arah Lyman yang baru saja keluar dari area dapur dengan membawa sepiring mashed potato juga beberapa buah sosis.

"Raelyn, you alright?" Lyman kembali bertanya saat melihat ada bercak darah di pakaian Raelyn. Di kedua tangan perempuan itu juga masih terlihat  beberapa noda darah. Tapi karena sudah terbiasa, Lyman tidak mual menciumnya padahal dia hendak menikmati makan malamnya yang sayangnya terlambat.

"Of course." Raelyn mengangguk lalu kembali melanjutkan langkahnya.

"Apa Father sudah pulang?" Tanya Dareen. Dia mendekati Lyman yang kini duduk di kursi ruang makan.

Lyman mengangguk, "sudah. Sepertinya Father ada di kamarnya sekarang."

"Baiklah." Dareen juga pada akhirnya kembali ke kamarnya. Tapi sepertinya dia harus kembali membersihkan tubuhnya. Entah kenapa dia bisa mencium bau darah dimana-mana padahal Raelyn sendiri tak menyentuh apapun, termasuk dirinya.

"Dareen." Suara Lyman yang berubah serius membuat orang yang dipanggil kembali menghentikan langkahnya. Dareen menengok kebelakang, dan mendapati Lyman tengah menatapnya dengan lurus.

"Apa?"

Lyman membuang napas, "kau-" bibirnya tiba-tiba mengatup. Tidak, terlalu berbahaya mengatakannya sekarang. Banyak mata dan telinga yang mengawasi mereka. Meski mereka berdua termasuk orang-orang yang dekat dengan Cashel, tapi bukan berarti pria itu akan tidak acuh dengan perbuatan mereka. Cashel mengawasi semua orang yang bekerja padanya setiap detik.

Lagipula, Lyman rasa dia tidak perlu mengatakannya sekarang. Semoga masih tersisa banyak waktu untuk memastikannya dan dia akan punya kekuatan untuk menahan Dareen.

"Semoga sampai kamar dengan selamat." Pada akhirnya hanya itu yang bisa Lyman katakan.

Sedangkan ditempatnya berdiri, Dareen menatap tak percaya pada pemuda itu. Apa Lyman sedang bermain-main dengannya? Padahal dia sudah sabar menunggu apa yang dikatakan oleh bocah itu.

Tapi Dareen tak mengatakan apapun selain kembali berjalan ke kamarnya.

'Aku berharap kau tidak menjadikannya kenyataan, Dareen.' Lyman membatin setelah Dareen benar-benar pergi dari hadapannya.

.

.

.


Raelyn membuka semua pakaiannya dan masuk kedalam bath tub yang sudah terisi oleh air dan juga sabun favoritnya. Sambil menyalakan lilin aromaterapi, perempuan itu mulai menikmati kegiatan berendamnya. Berusaha menghilangkan bau anyir darah yang menempel di tubuhnya.

Perempuan itu memejamkan matanya sesaat untuk merasakan air hangat yang seolah mendekapnya dan membuatnya nyaman.

Raelyn kemudian termenung sambil menatap kedua tangannya dengan tatapan kosong. Pria yang tadi mungkin adalah pria ketiga puluh lima yang Raelyn habisi. Tapi sampai sejauh ini, pihak manapun tidak pernah menaruh curiga padanya. Tentu saja uang dan pengaruh Cashel yang membuatnya jadi seperti itu.

DRINKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang