-|firman Dewa|-

658 147 9
                                    

Cadenza dan Yujin di antar kembali ke istana untuk mendapat perawatan tabib kerajaan. Para prajurit di kerahkan untuk mengamankan dua istri Putra Mahkota. Tidak ada satupun yang bisa berkunjung kecuali tabib seorang.

Beritanya pun sudah tersebar luar. Banyak rumor tidak mengenakkan mulai bertebaran. Mulai dari desas-desus ketidakbecusan Putra Mahkota menjaga dua istrinya, dan yang paling parah juga paling terkenal di khalayak rakyat adalah tanda-tanda jika Tuhan tidak menyertai Negeri mereka karena calon Raja mereka memiliki dua istri.

Penyebar rumor itu menjadi buronan kerajaan. Di seluruh wilayah Orlankim, ditempelkan selembar kertas berisikan; menyerah kami pertimbangkan, bertahan kami tambahkan masa dan level hukuman. Tertanda, Putra Mahkota Orlankim. Yang di tujukan untuk penyebar rumor aneh.

Banyak pihak kerajaan juga ikut terkena imbas. Pasalnya, kerajaan mencurigai adanya orang berkuasa yang menyuruh pelaku menyebarkan rumor. Hal ini di karenakan risiko hukuman yang berat pada penyebar rumor yang merusak nama baik calon Raja. Orang biasa tidak akan berani, jika bukan karena adanya lindungan orang berkuasa.

Saat ini, prajurit berkuda kerajaan melakukan patroli di setiap sudut wilayah kerajaan. Tak tertinggal, prajurit peringkat tinggi di kerahkan untuk patroli di luar wilayah kerajaan.

Rombongan kuda masuk ke dalam pasar kerajaan. Semua pandangan rakyat tertuju ke arah seseorang berjubah hitam yang berkuda paling depan. Mereka menganggap itu adalah Kepala Prajurit, padahal itu adalah Kim Doyoung. Lantas saja kuda yang di tunggangi Doyoung lewat, tidak ada satupun rakyat yang membungkuk.

Kepulangan Putra Mahkota disambut oleh para prajurit dan pelayan kerajaan. Selama lebih dua Minggu Putra Mahkota meninggalkan kerajaan, Junkyu yang memerintah kerajaan sementara, juga berdiri menyambut kedatangannya.

Rombongan kuda itu berhenti memasuki wilayah kerajaan. Doyoung turun dari atas kudanya, dan berjalan ke arah tetua yang berdiri di tangga istana. Kedua mata tetua yang tertuju ke arah Pangeran, berubah menjadi lebih dalam setelah meneliti luka di tubuh Pangeran. Lengan kirinya yang menghitam melepuh, menandakan adanya aliran hitam yang keluar.

"Pli Aga tidak akan membantumu." Kata sesepuh membuat kepala Pangeran merunduk di hadapannya. "Tidak ada ikatan hubungan yang Pangeran lakukan dengan takdir Pangeran. Hukum Dewa itu nyata." Lanjut sesepuh dengan legam hitamnya yang terlihat dalam. "Pangeran tau apa yang akan terjadi selanjutnya?"

Doyoung menghela nafasnya berat, menganggukan kepalanya mengerti.

Tetua menoleh ke arah Yang Mulia Ratu. Seakan mengerti, Yang Mulia Ratu mengangguk dan pergi masuk ke dalam istana. Sedangkan tetua turun satu tangga, dan memegang satu pundak Pangeran. "Tengah malam, firman Dewa yang akan menentukan."

Setelahnya, tetua pergi. Doyoung meringis pelan, sebelum menaiki anak tangga dan masuk ke dalam istana. Kakinya menuju ke arah kamarnya. Tepat di atas kasur, ada dua gadis yang tertidur. Perlahan, kakinya melangkah masuk dan menghampiri ranjang di sisi Yujin.

Gadis yang dulu bermarga Ahn itu memiliki kain putih yang melilit bagian dadanya dan punggung. Sedangkan Cadenza, memiliki kain putih di kedua kaki yang menutupi sampai lutut.

Tangan Pangeran terulur, mengusap lembut rambut Yujin. Senyumnya terukir kecil, kala mengingat jika sebentar lagi mereka akan bahagia. Selama beberapa hari lepas, usai penculikan Cadenza, Doyoung sudah menerima banyak informasi dari pihak saksi. Seorang penghuni pindahan dari negeri lain, telah mengungkapkan dalang dari insiden penculikan Yujin hari itu. Yang tak lain, penghuni itu adalah ayah dari anak kecil yang pernah dia temui malam hari.

Pantas saja anak kecil saat itu mengaku tidak mau membantu kerajaan. Karena mungkin, berurusan dengan kerajaan bisa membuat identitasnya sebagai rakyat negeri lain terbongkar, dan bisa saja di anggap mata-mata oleh kerajaan.

Prince(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang