-|Threatening letter|-

802 142 15
                                    

"Aku akan ikut denganmu."

"Maaf?" Yujin mengerutkan keningnya tidak suka. "Pangeran kesana untuk menyelesaikan masalah, dan anda bisa saja membuat Pangeran tambah kesusahan."

Cadenza berbalik badan, menatap tajam Yujin. Detik selanjutnya, senyum Cadenza terukir kecil. "Saya bisa menggunakan ilmu yang Ibunda saya ajarkan. Putri tau kan, jika keluarga saya berada di posisi Menteri Rakyat?" Tanya Cadenza, melebarkan senyumannya.

"Tapi anda masih berada di jam hukuman, Putri Cadenza."

Yujin dan Cadenza sama-sama menoleh, dan melihat Junkyu berdiri di sebelah kiri mereka― dari arah aula sidang. Junkyu maju lebih dekat ke arah mereka. "Anda tidak di perbolehkan keluar dari istana, selama sepekan. Itu hukuman anda."

"Tapi kau tidak berhak menghukumku karena aku istri Putra Mahkota." Tegas Cadenza dengan nada tajam, membuat Junkyu tersenyum kecil.

"Calon, dia masih calon. Dan istana ini, masih di bawah kuasa Ibundaku." Balas Junkyu mengkoreksi. "Sekarang masuk ke dalam istana, dan jalani hukumanmu dengan tenang." Ucap Junkyu tegas, dan mengalihkan atensi ke arah Yujin. "Sebaiknya kau yang ikut kesana. Aku tidak yakin kau bisa bertahan sepekan tanpa takdirmu."

Yujin tersenyum manis dan senang, kemudian menganggukan kepalanya. Ketika hendak pergi, Cadenza berucap, "Memang apa yang bisa dia lakukan? Putri dari seorang Raja Negeri sebrang, tidak akan mengerti kehidupan rakyat disini." Ejek Cadenza dengan wajah kesal.

Yujin tidak berbalik badan sama sekali. Tapi gadis itu menghembuskan nafasnya pelan. "Pangeran bisa membantuku, karena kami sepasang takdir." Balas Yujin kemudian berjalan pergi bersama ketua prajurit.

― meninggalkan Cadenza yang mengepalkan tangan erat dan tatapan kosong Junkyu.

***

Ceklek.

Begitu Pangeran membuka pintu kamar, Yujin masuk ke dalam kamar dan duduk di atas ranjang. Ini sangat nyaman untuk ukuran ranjang di pedesaan. Udaranya juga sejuk, karena terbuka dengan alam.

"Kau yakin tidak ingin kembali ke istana saja? Aku akan lebih sering di luar." Ucap Pangeran duduk di sebelah Yujin.

"Hm, tidak apa-apa." Yujin menjawab, menolehkan wajahnya ke belakang― mendongak sedikit sehingga bisa menatap wajah takdirnya. Senyum Yujin terbit kecil, tangannya terulur, memegang bahu Doyoung. "Aku tidak mempermasalahkan dimana pun Pangeran berada, aku ingin selalu di sisi Pangeran. Aku hanya ingin, menjadi seorang takdir yang membantu pasangannya jika dalam susah." Bisik Yujin memberi tau.

Mendengar ucapan Yujin membuat Doyoung tenang dan senang. Perlahan, bibir Pangeran mengecup kening istrinya dan mengusap rambut belakang Yujin lembut. "Aku penasaran, kebaikan apa yang aku lakukan sampai mendapat keberuntungan mendapatkan takdir sepertimu." Bisik Pangeran menaruh kepalanya di bahu Yujin.

Yujin hanya terkekeh, dan mengusap lembut punggung suaminya. Tidak lama, Pangeran melepas pelukannya dan bangkit dari kasur. "Tidur duluan saja, aku harus keluar sebentar." Kata Pangeran mengelus rambut Yujin.

"Baiklah, jaga diri Pangeran."

"Tentu." Pangeran membalas sesaat sebelum keluar dari kamar. Pangeran itu menemui Ketua Prajurit dan melihat ke sekeliling.

Malam dengan udara dingin. Suara hewan malam yang terdengar menemani suara angin. Poni rambut Pangeran tersapu, akibat angin yang cukup kencang hingga mata Pangeran sedikit menyipit.

"Saya sudah meminta untuk prajurit menjaga tempat ini dari jauh. Pangeran bisa istirahat dengan tenang." Ketua Prajurit memberi tau.

Pangeran mengangguk sekilas. "Bagaimana dengan rakyat?"

Prince(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang