"Anakmu Penyihir! Bunuh dia!" bentak seorang pria yang membuat Scarlett membuka mata.
Gadis itu mencoba bergerak, tetapi berdiri pun tidak bisa. Saat menunduk, ia menemukan kedua kakinya berubah jadi begitu mungil, tangannya juga. Ia kembali jadi bayi.
"Dia bukan Penyihir dan dia anak kita." Seorang wanita menimpali.
Mama, batin Scarlett, kenal betul suara ibunya, Clairine Everett.
"Kau tidak lihat kejadian kemarin, Clairine? Dia membawa kutukan!" Pria itu kedengarannya begitu murka.
Scarlett memejamkan mata kala menyadari bahwa ini kenangan pertama yang ia dapat saat kecil dan melekat sampai sekarang. Ketika membuka mata, keadaan telah berganti. Gadis itu memeriksa tubuh dan menemukan dirinya telah menjadi anak kecil berbaju biru.
"Baju biru selalu cocok untukmu karena sesuai dengan warna matamu." Tiba-tiba ia teringat ucapan Paulita.
Saat tengah dibayangkan, tiba-tiba neneknya muncul dari balik pintu, menghampiri sembari tersenyum manis. Senyum yang selalu menenangkannya.
"Vale, kau tidak cantik jika memasang wajah sedih seperti itu." Wanita tua yang sudah agak bungkuk itu memegangi kedua tangan mungil Scarlett. "Kau tidak perlu mendengarkan ucapan mereka. Kau adalah kau. Segala tentang kau adalah anugerah yang istimewa."
Kedua mata Scarlett memanas karena air mata telah berkumpul dengan cepat. Ia bersiap memeluk Paulita untuk merasakan kembali kehangatan wanita itu, tetapi tiba-tiba kegaduhan terdengar. Ia tahu kejadian berikutnya karena mengingat betul setiap detail kejadian saat diburu warga desa yang menginginkan kematiannya, mengecap dirinya Penyihir terkutuk yang harus dimusnahkan. Gadis itu memejamkan mata.
***
Tempat tujuan mereka berikutnya sebenarnya Pubu Temple, sebuah kuil yang jarang dikunjungi karena satu-satunya jalan menuju sana adalah melewati air terjun. Namun, air terjun tinggi lagi lebar itu sulit ditembus, kecuali melewati pintu gerbang yang berada di bawah danau. Untuk berhasil melewatinya pun harus melalui tantangan yang menguji hasrat dan hati.
Scarlett dihadapkan pada kenangan buruk di masa lalu, tetapi akhirnya berhasil lolos meski dengan keadaan kelelahan. Ia sedang berjuang untuk mencapai permukaan ketika melihat Vendard mengambang dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Werewolf itu dihadapkan pada titik terlemahnya, yakni seorang ibu. Sejak kecil ia tidak tahu siapa ibunya dan meski telah berupaya keras, semua usahanya untuk menemukan wanita itu sia-sia. Bahkan bakat Sharp Smell-nya sama sekali tidak membantu.
"Vendard? Syukurlah," kata Jace saat melihat Vendard mulai sadarkan diri.
Mereka sedang mengistirahatkan diri di sebuah gua, tempat yang pertama mereka lihat saat muncul ke permukaan. Tanaman rambat menjuntai nyaris menutupi mulut gua, menghalangi cahaya yang masuk. Namun, di dalam ruangan terdapat lampu alami, berupa hewan-hewan mirip cacing yang menggantung di langit-langit dan memancarkan cahaya biru tua.
"Duplikat The Prof tertinggal, apa yang harus kita lakukan?" Vendard sengaja mengalihkan situasi. Ia beringsut duduk dan bersandar ke salah satu stalagmit.
Bersyukurlah mereka karena seragam misi didesain sebaik mungkin sehingga tidak mudah robek, kotor, bisa mengeringkan diri sendiri, dan terutama dapat menyesuaikan dengan bentuk tubuh pemakainya.
"Petunjuk terakhir hanya peta berisi gambar kuil dan tabung perkamen." Adniel bergabung ke dalam obrolan.
Jace baru mengetahuinya, ia diam sejenak sebelum tiba-tiba menjentikkan jari. "Pubu Temple, kuil di belakang air terjun. Dugaanku menguat ke sana setelah apa yang kita alami."

KAMU SEDANG MEMBACA
Diving Under Waterfall
FantasyDibebankan misi menemukan benih plum blossom di Xia Kingdom, Valerie Scarlett harus bisa bekerja sama dengan Jace, Adniel, dan Vendard. Sebagai cewek sendiri, dia benar-benar takut menjadi beban tim. Apalagi kelebihan-sekaligus kutukan-nya mulai ber...