Part 26

1.5K 172 16
                                    

Karena Author lagi seneng karena hari ini asupan BN lagi uwu-uwunya apalagi pas tadi di Warung Sahur. Maka, Author pun berbaik hati buat nge-publish part selanjutnya biar kalian gak penasaran. Enjoy ya! Jangan lupa vote dan komennya.

Suasana nampak tegang. Tidak ada seorang pun dari mereka berempat yang berani membuka suara. Mereka terlalu takut untuk berkomentar dan masih cukup shock mendengar perkataan Betrand barusan. Anneth bahkan terlihat menunduk, tidak mau menatap Betrand. Zara mencengkeram lengan Ari dengan kuat. Mereka berempat larut dalam pikiran mereka masing-masing.

Mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa salah satu di antara mereka berenam adalah seorang pembunuh. Jadi, inikah alasan mengapa Betrand selalu menarik diri dari lingkungan sosial? Tapi, mengapa? Mengapa Betrand tega menghabisi nyawa keluarganya sendiri? Padahal yang mereka tahu, Betrand sangat menyayangi keluarganya.

"Secara tidak sengaja" ucap Betrand memecah keheningan. Semua mata menatap ke arahnya, kecuali Ari yang sudah tahu arah pembicaraan Betrand.

"Maksud kamu?" ada sedikit harapan di mata Anneth saat ia menatap Betrand kali ini. Dia sangat berharap bahwa kekasihnya ini bukanlah pembunuh keji seperti yang dia bayangkan.

"Jadi gini..."

-Flashback On-

"Onyo, kamu udah siap belum sayang?" teriak sang bunda memanggil anak laki-laki kesayangannya.

"Pagi bundaaaa...!!! Udah dong" Betrand datang dengan setelan kaos putih polos yang dipadu dengan jaket hitam dan celana jeans panjang.

"Ya udah, Onyo tolong panggilin cici sama Thania ya? Kita berangkat jemput ayah sekarang"

"Oke bunda!" remaja laki-laki itu dengan bersemangat berlari ke kamar adik-adiknya.

Tak berselang lama, Betrand kembali ke ruang tamu dengan menggandeng kedua adik kesayangannya, yaitu Thalia dan Thania. Mereka bertiga menemui sang bunda yang sepertinya baru saja menerima panggilan telepon.

"Ayok, bunda. Kita semua udah siap" ujar Betrand dengan tersenyum.

"Iya, bund. Ayo! Cici udah kangen banget sama ayah, udah gak sabar nih mau ketemu sama ayah" kata adik pertama Betrand, Thalia.

"Mmm...Onyo, cici, Nia. Kayaknya kita gak jadi ke bandara buat jemput ayah deh. Kita tunggu ayah di rumah aja gapapa kan?" kata sang bunda dengan hati-hati agar tidak membuat kecewa ketiga anak-anaknya yang sudah sangat antusias menjemput ayah mereka.

"Loh emangnya kenapa kok gak jadi, bund?" Betrand menatap bundanya penuh tanya.

"Pak Marman barusan telepon, katanya anaknya masuk rumah sakit. Jadi hari ini gak ada yang bisa nyupirin kita semua buat ke bandara" jelas sang bunda.

"Yah...padahal cici udah gak sabar banget ketemu ayah. Pengen peluk ayah. Iya kan Nia?" gadis kecil itu mengangguk menuruti perkataan kakak perempuannya.

"Maaf ya sayang? Soalnya pak Marman-nya gak bisa masuk kerja. Kita tunggu di rumah aja gapapa ya?" bujuk sang bunda. Namun, kedua gadis kecil itu masih diam tak berkutik.

Melihat kedua adiknya yang sepertinya sedang ngambek pun, membuat Betrand merasa tidak tega. Dia paling tidak bisa melihat adik-adiknya sedih seperti itu. Betrand ingin membuat kedua princess kesayangannya menjadi bahagia kembali.

"Ya udah, Onyo aja bund yang nyetir. Kan Onyo udah lancar nyetirnya. Kemarin-kemarin kan pas Onyo main juga udah bawa mobil sendiri" tawar Betrand.

Sang bunda nampak menimbang tawaran anak laki-lakinya itu. Betrand memang sudah lihai menyetir, namun naluri sebagai seorang ibu, dia tetap khawatir membiarkan anaknya untuk menyetir mobil apalagi masih di bawah umur.

LaGata [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang