Part 39

1.6K 143 15
                                    

         Betrand baru saja menginjakkan kakinya di dalam rumah. Seperti biasa, rumahnya selalu sepi. Tidak ada yang menyambut kepulangannya. Betrand jadi teringat, dulu setiap kali dia baru saja tiba di rumah, teriakan dari kedua adiknya selalu menyambut kedatangannya. Kedua princess kesayangannya itu akan berlari ke arahnya dan memeluk Betrand dengan erat. Tapi, itu semua hanyalah tinggal kenangan. Kedua adiknya itu sudah tenang bersama bundanya di atas sana.

Betrand menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat. Ternyata bi Narsih yang datang dari arah belakang rumahnya sembari membawa peralatan untuk membersihkan rumah.

"Mau bersih-bersih ya, bi?" tanya Betrand basa-basi.

"Iya, den. Baru sempet bersih-bersih sekarang soalnya tadi bibi masak dulu buat makan siang aden" Betrand mengangguk mendengar jawaban bi Narsih.

"Oh ya, bi. Ayah mana? Kok aku gak liat mobil ayah di depan?" Betrand baru saja kembali dari kegiatan lari paginya mengelilingi sekitar komplek, namun saat kembali ke rumah, ia sudah tidak mendapati mobil ayahnya ada di garasi.

"Loh, tuan kan berangkat ke Amsterdam, den. Memangnya aden gak tau kalo tuan berangkat pagi ini?" jelas bi Narsih.

Betrand menggeleng.

"Gak tau tuh, bi. Ayah gak bilang apa-apa ke Betrand. Emang ada urusan apa ayah ke sana? Ada keluarga yang sakit kah?" Betrand bertanya demikian karena memang seluruh keluarga besar ayahnya tinggal di Amsterdam, Belanda. Hanya ayahnya saja yang masih berada di Indonesia, karena bisnisnya ada di sini.

"Katanya mau cari rumah, den. Soalnya, tuan bakalan pindah ke Amsterdam setelah menikah nanti"

'Deg' ribuan anak panah seolah menghujam jantung Betrand. Terasa sakit bahkan perih.

Apa-apaan ini? Mengapa Betrand sama sekali tidak mengetahui soal rencana ayahnya yang akan pindah ke Amsterdam setelah menikah nanti? Kenapa justru bi Narsih yang lebih tahu soal ini?

Betrand langsung berlari ke kamaranya, meninggalkan bi Narsih yang menatapnya dengan bingung.

'Braaakk' pintu kamar Betrand terbuka dengan cukup keras. Ia segera masuk ke dalam kamarnya dan mengganti pakaiannya yang sudah basah oleh keringat. Betrand mengambil kunci motornya lalu kembali turun ke bawah.

Betrand melajukan motornya tanpa arah. Pikirannya sedang kalut sekarang. Tapi, dia juga tidak tahu harus kemana. Anneth? Ah tidak. Akhir-akhir ini, Betrand sudah cukup banyak merepotkan gadis itu. Apalagi, sekarang Anneth sedang fokus untuk mempersiapkan ujian masuk menuju kampus impiannya. Betrand tidak ingin mengganggu waktunya apalagi sampai membuat beban gadis itu bertambah karena permasalahan yang ia hadapi.

Betrand benar-benar merasa sangat kecewa dan marah terhadap ayahnya kali ini. Berkali-kali ia dibuat marah dan kecewa oleh ayahnya, tapi kali ini yang paling parah. Ia tidak habis pikir, mengapa ayahnya tega untuk tidak memberitahunya tentang masalah sepenting ini? Ayahnya akan pindah ke Amsterdam dan Betrand tidak tahu apa-apa. Dia bahkan baru tahu hal ini dari bi Narsih, seseorang yang notabene-nya hanya pekerja di rumahnya dan bukan siapa-siapa.

"Udah se-gak penting itu ya, yah aku di mata ayah? Bahkan untuk hal-hal kayak gini aja, ayah sampe gak mau ngasih tau aku, anak ayah sendiri. Kenapa sih, yah? Kenapa?" bulir-bulir air mata menggenang  di pelupuk mata Betrand. Hanya dalam sekali kedip, air itu akan mengalir membasahi pipinya.

Betrand tidak peduli jika dunia akan mengatakan ia lemah karena menangis. Tapi, tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan sekarang selain menangis. Dia ingin melampiaskan kesakitannya dalam hal lain, namun dia sudah berjanji kepada Anneth bahwa dia tidak akan lagi menyakiti dirinya sendiri.

LaGata [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang