Bertahan Lewati Senja

6 0 0
                                    

Umi menyambut kedatangan Aeron dengan wajah tergopoh-gopoh.

"Nyonya Brenda sudah Umi kurung di kamar," cetus pengasuhnya dengan setengah gugup.

Aeron mengangguk dan terus melangkah ke kamar ibunya yang ada di lantai dua, diikuti Umi. Ketika mencapai depan kamar, dia mengintip dan menghela napas berat.

"Ibumu dari kemarin nggak lepas dari minumannya. Umi pikir dia putus sama pacar barunya, tapi ternyata ...."

"Aku nggak perlu denger detailnya, Umi!" potong Aeron.

Umi seketika bungkam.

"Ulah apalagi yang dia bikin?" tanya Aeron dengan nada ketus.

"Nyonya lari keluar sementara telanjang. Untung turun salju, jadi nggak ada tetangga yang lihat," sahut Umi dengan nada cemas.

Ibunya adalah wanita cantik yang masih tampil seksi di usianya yang menginjak lima puluh tahun. Menikah muda adalah keuntungan bagi Brenda, karena saat kedua putranya besar dia masih sehat dan tampil menawan.

Sayang, semua itu tidak ada artinya dengan kondisi seperti sekarang ini.

"Singkirin semua botol minuman, kunci wine cellar di bawah!" pinta Aeron seiring masuk ke dalam kamar ibunya. Umi mengiyakan dan segera berlalu cepat-cepat.

Begitu melihat Aeron, Brenda tersenyum dan duduk di atas karpet.

Kondisinya benar-benar kacau!

"Anak bungsuku!! Kemarilah, Nak! Kamu bisa nemenin mama jadi seorang pecundang!" Ucapan Brenda terdengar begitu sinis dan merendahkan Aeron. Ibunya selalu membanggakan Clift yang paling tampan, paling cerdas, dan paling cekatan. Sementara Aeron anak yang lemah, cengeng dan sensitif.

Dia tidak pernah mencetak prestasi dan nilainya sangat standar. Aeron bahkan menjadi sasaran bully, hingga akhirnya memutuskan tinggal bersama neneknya di Indonesia waktu SMA.

Keluarganya tahu, jika Aeron adalah tipe anak yang mudah putus asa dan menyimpan kesedihan dalam-dalam. Dia bukan seperti Clift yang ekspresif dan pandai bergaul.

Kakaknya jauh lebih easy going dan menganggap semua bisa diselesaikan. Meski begitu, Aeron sangat menyayangi Clift, begitu juga sebaliknya.

Hanya saja, karena dibesarkan tanpa pelukan dan tidak terbiasa meluahkan perasaan, keduanya lebih sering menyimpan perhatian untuk masing-masing.

Clift menganggap Aeron sudah dewasa dan bisa mengatasi masalahnya sendiri. Tidak pernah Clift ketahui, jika adiknya sedang dalam pertempuran hebat untuk menanggulangi kekecewaan dan depresi berat.

"Pecundang adalah satu-satunya hal yang diwariskan dalam keluarga ini, Ma!" balas Aeron dengan dingin.

Tidak seperti biasanya, Aeron membalas ucapan sinis Brenda. Malam itu, Aeron merasa muak akan sikap ibunya. Perempuan yang seharusnya membantunya melewati masa sulit, justru menjadi beban tambahan dengan sikap kekanak-kanakan.

"Pintar ngomong juga kamu, Ron! Mama pikir selama ini kamu bisu!" cibir Brenda kian ketus.

Aeron mengatupkan rahang dengan emosi mulai merayap keluar.

"Nggak usah mencoba menghakimi mama! Seharusnya kamu tahu kalo penderitaan yang Mark timpakan selama ini, puncaknya adalah kematian yang memalukan!"

"Selalu tentang mama! Pernah berpikir dari sisiku?" tanya Aeron lantang.

Brenda masih tidak bergerak dari posisi awal. Wanita itu duduk di atas karpet dengan baju tidur tipis yang tersingkap. Urat malunya benar-benar sudah putus!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Winter to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang