Ketika 32
Magnolia melirik ke arah jam yang berada pada layar monitor yang menyala dan menemukan kalau saat itu sudah hampir pukul delapan malam. Dia memukul bahu kanan dengan tangan kiri. Terasa agak pegal karena nyaris seharian ini orang-orang berdatangan memesan kopi entah untuk dine in atau takeaway.
Saat ini suasana Kopi Bahagia tidak terlalu ramai dan dia bersyukur bisa menarik napas barang sejenak. Magnolia juga baru kembali dari musala mal demi menunaikan salat Isya dan saat ini dia merasa perutnya keroncongan. Dia belum sempat makan sejak siang. Di satu sisi dia bersyukur, sudah banyak penyuka kopi yang memilih Kopi Bahagia sebagai favoritnya.
Ngomong-ngomong, hari ini Dimas belum mampir hari ini dan bila waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, dia sudah pasti tidak bakal datang. Jam segini Dimas biasanya sedang mengajar privat.
Magnolia berusaha tersenyum saat mengenang betapa sebenarnya, seperti dirinya, Dimas juga berusaha amat keras untuk mengumpulkan uang. Namun, mereka mengambil jalan yang berbeda. Magnolia yang percaya bahwa kemampuannya memang pas-pasan memilih berniaga sebagai jalan keluar sementara, Dimas dengan kepintaran otaknya, membagikan ilmu yang dia punya kepada anak-anak yang kurang beruntung.
Lonceng kecil seukuran ibu jari Magnolia yang terletak di depan konter berbunyi dan dia yang saat itu mendapat giliran jaga mulai memasang wajah siap melayani pelanggan. Sudah SOP alias Prosedur Operasi Standar mereka walau perut belum berisi nasi atau bahkan lagi bokek, melayani pelanggan dengan senyuman adalah sebuah keharusan.
"Kopi Bahagia dengan… "
Wajah ceria Magnolia segera berubah menjadi datar (walau kenyataannya di dalam hati dia bersorak) ketika melihat wajah Malik tampak sangat serius memandangi daftar menu padahal hampir setiap hari dia mampir dan otaknya yang super encer itu pasti mampu menghapal menu dan harganya dengan amat mudah.
"Dengan Yaya, gue tahu." Malik mengangkat daftar menu di hadapannya. Hari ini dia memilih menggunakan menu tersebut daripada melihat ke papan di belakang Magnolia.
"Ngeliatin menu kayak lihat soal ujian aja." Magnolia bicara dengan nada rendah. Matanya terarah pada LCD di depannya, berusaha bersikap profesional meski mulutnya tidak. Cuma ada mereka berdua saat ini dan Magnolia sudah tidak perlu lagi memasang raut SOP Kopi Bahagia kepada pemuda itu. Malik sudah pasti bosan melihatnya dan Magnolia sudah pasti muak mengucapkannya.
"Hm…" gumam Malik. Matanya memilah satu-satu menu minuman yang saat itu tampak menarik di hadapannya. Selama ini dia selalu memesan menu yang sama dan Magnolia merasa heran karena tidak biasanya Malik memandangi daftar menu seolah dia ingin memesan minuman lain.
"Caramel Macchiato."
Tumben. Tapi, Magnolia tidak mau kepo. Dia memencet menu tersebut di layar dan bicara kembali, "Regular atau large?"
"Nggak tahu. Lo sukanya apa?" Malik mengangkat wajah dan balik bertanya kepada Magnolia. Ish, kenapa dia bertanya seperti itu?
"Gue sukanya kopi luwak seribuan."
Malik mengangkat alis. Tumben-tumbenan seorang barista suka kopi saset.
"Bikin pipis wangi kopi."
"Astaga." Malik menggelengkan kepala sementara Magnolia tetap bersikap datar. Dia tidak mau kentara senang karena ucapannya membuat Malik bereaksi. Walau sudah mulai banyak bicara, biasanya Malik hanya menanggapi kalau dia sedang mencari Dimas atau sedang ada perlu.
"Mamas ke mana, sih? Nggak bareng?"
Magnolia menyentuh layar LCD saat Malik menjawab dia ingin memesan caramel macchiato ukuran large.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan Rumahmu
Teen FictionSudah cetak. Versi lengkap di KBM app dan Karyakarsa eriskahelmi Ketika Cinta Lewat Depan Rumahmu - Eriska Helmi Sepeninggal ayah kandungnya, Magnolia mendapati kenyataan bila dia adalah anak selingkuhan sang ayah dengan wanita lain. wanita yang se...