tujuh belas

13.5K 4.1K 417
                                    

Hai, maaf lama update. Lagi atit nih. Kena giliran Umi make keron😂😂 otak eke jadi lemot pake banget. Masak, bab 38 Yaya buat KBM ama KK aja 3hari. Ya, ngetiknya di sela-sela usaha buat napas juga hahahahha.  Yang nggak sabar dan teriak mulu, mak mak mak, cus atuh ke KBM atau KK. Biar makin gemes. Yang nunggu bab 38 bentar lagi eke up di KK n KBM yaaa.

Teman-teman, jangan lupa vote dan komennya biar eke hepi.

Sehat selalu ya kalian. Ga enak sakit.

Kalau bisa 2000 vote ama 300 komen eke up bab 18 secepatnya.

***

Ketika 16
 

Menjadi anak baru setelah berjuang melakukan segala kewajiban awal masuk sekolah hampir sendirian, termasuk membayar ini itu, membeli seragam baru, sepatu, dan semacamnya, membuat Magnolia sempat memeluk jas kebanggaan SMA 1 Jakarta Raya sambil menangis tersedu-sedu begitu dia berada di dalam kamar. Saat itu, Magnolia duduk masih dengan memakai mukena dan dia menunjukkan hasil kerja kerasnya selama satu bulan lebih di depan foto papa yang tergantung di dinding kayu depan rak pakaian. 

"Papa lihat, Adek dibantu Mamas buat dapetin jas ini. Kerja kayak nggak kenal waktu. Kena hujan, panas, sampai Adek sakit. Tapi, seperti Mamas, akhirnya bisa jadi anak SMANSA juga." 

Magnolia menyeka air mata yang jatuh berderai-derai dengan punggung tangan, "Mamas baik banget. Tiap akhir pekan bantuin Yaya jualan. Nggak malu teriak-teriak nawarin lap sama cabe, padahal dia anak tertua keluarga Hassan, harusnya malu jadi tukang jual cabe. Papa, kan, pegawai. Yaya takut banget bakal ketahuan Mama, tapi Mamas bilang nggak apa-apa. Malah lebih bagus kalau Mama tahu."

Dia menarik napas dan menyusut ingus sebelum bicara lagi dengan terbata-bata, "Mamas juga minta keringanan sama panitia buat bayar beberapa kali. Soalnya Yaya anak yatim dan pakai alasan ada Keke yang juga masuk SMANSA. Alhamdulillah, dibolehin sampai tiga kali bayar."

Magnolia tersenyum kembali setelah dia mengalihkan perhatian pada sebuah bingkai foto kecil berukuran 5R yang tampaknya masih baru, di dalamnya terdapat foto dirinya dan Dimas. Foto tersebut diambil saat kelulusan Magnolia, hari yang sama dengan pengumuman nama-nama siswa yang lulus seleksi administrasi. Namanya dan Kezia termasuk di antara para lulusan. Meski begitu, dia juga tidak bisa menahan haru karena Dimas menemaninya sejak mengambil surat kelulusan SMP dan juga melihat pengumuman di SMANSA JUARA, nama lain SMA Negeri 1 Jakarta Raya. Walau di saat yang sama, meski dari kejauhan, dia bisa melihat mama yang amat bahagia saat mengambil surat kelulusan Kezia, bahkan dia tidak ragu memeluk dan mencium gadis manis bertubuh jangkung tersebut sebagai luapan atas rasa syukurnya.

Untung saja Dimas mengusap rambutnya dan membujuk Magnolia untuk makan bakso sebagai perayaan sehingga sedihnya seketika menguap entah ke mana. Tapi kejutan tidak hanya itu saja. Baru saja Magnolia menyuapkan sebiji bakso ke mulutnya, Malik ikut duduk di sebelahnya dan memesan bakso juga seperti Dimas dan dirinya.

“Jangan GR. Lo makan di kantin sekolah dan gue kebetulan memang lapar.”

Dia tidak GR apalagi baper seperti tuduhan Malik kepadanya. Dia juga tahu, bocah itu ikut-ikutan makan bakso karena ada Dimas di sebelahnya. Karena itu juga, ketika Malik dan Dimas saling lempar obrolan sementara dia duduk di antara mereka, Magnolia tidak mau ambil pusing. 

Tapi kemudian dia sadar, Malik begitu terkenal di seantero sekolah. Setiap pemuda tampan tersebut lewat, rombongan anak perempuan bakal tersenyum atau tertawa terkikik-kikik sembari memanggil namanya dengan harapan mendapat balasan. Tetapi, Malik hanya memasang wajah dingin seperti yang selama ini selalu Magnolia dapat, sehingga gadis itu akhirnya sadar, anak tetangga di depan rumah rupanya bersikap sama kepada hampir semua anak perempuan, kecuali Kezia, pikirnya. Malik selalu bersikap ramah kepada saudara tirinya tersebut.

Secara penampilan, Kezia jauh lebih menarik dan jauh lebih enak dipandang daripada dirinya, begitulah menurut pemikiran Magnolia. Tubuh jangkung dan wajah yang amat cantik diwarisi Kezia dari mama dan Magnolia amat setuju. Karena kecantikan mama yang selalu membuatnya terpesona, Magnolia pada akhirnya tidak pernah melawan atau memalas perlakuan ibu tirinya yang kurang mengenakkan. Priviledge orang cantik membuat Magnolia pasrah diperlakukan sedemikian rupa oleh wanita tersebut, termasuk saat tidak diakui lagi jadi bagian keluarga Hassan.

Mungkin, bagian yang sempat disebutkan oleh Malik saat mereka berada di perempatan jalan beberapa waktu lalu adalah Malik menyukai gadis cantik dan Magnolia, si tukang lap yang berwajah alakadar, tidak pernah bakal dilirik olehnya. Satu-satunya keberuntungan yang dia punya adalah karena Dimas bersahabat dengan Malik. Selain itu, dia tidak akan pernah dapat kesempatan membuat Malik sekadar tersenyum dan mengajaknya mengobrol. 

Tapi tidak mengapa. Bisa melihatnya tersenyum dan tertawa mendengar obrolan Dimas saja sudah membuat Magnolia lebih dari beruntung. Dia satu-satunya anak perempuan yang pernah nongkrong bersama Malik bahkan sebelum dia resmi menjadi siswi SMANSA JUARA.

Satu tahun yang tersisa bagi Malik dan Dimas sebagai siswa sekolah tersebut akan sangat dimanfaatkan Magnolia untuk membuat Malik mau mengajaknya berbicara sebagai seorang anak perempuan, bukan sebagai adik Dimas dan kalau bisa, meskipun ini tidak masuk akal, dia bakal membuat si ganteng itu naksir berat kepadanya.

***

Setelah satu minggu menjadi siswi SMANSA JUARA, Magnolia merasa dia tidak terlalu bodoh ketika menerima materi. Alasan utamanya karena setiap guru yang mengajar mampu menjelaskan materi dengan amat baik. Tetapi, dia kemudian berpikir bahwa hal tersebut terjadi karena mereka baru satu minggu menjadi siswa di sana sehingga wajar pelajaran apa pun masih terasa belum sulit. 

Pelajaran yang paling dia sukai tentu saja adalah olahraga. Dia akan jadi murid pertama yang datang ke lapangan, menjadi pemimpin saat guru meminta mereka melakukan pemanasan dan yang paling dicari oleh guru olahraga ketika mereka butuh seseorang yang bisa memperagakan suatu gerakan.

Ketika ada kompetisi bermain voli, Magnolia tanpa ragu mendaftar untuk menjadi salah satu pemain inti dan ketika namanya masuk dalam daftar, Dimaslah yang pertama kali bersorak atas keberhasilan adiknya.

“Nah, masuk SMANSA nggak jelek, kan? Lo bisa balik lagi konsentrasi ke olahraga kayak dulu.”

Magnolia sebenarnya ingin menghabiskan waktu lebih lama di sekolah daripada di rumah, seperti kebiasaannya saat SMP. Biasanya dia langsung pergi ke terminal untuk berjualan kopi. Tetapi ternyata di sekolah, pada saat yang sama, Dimas dan Malik juga mengikuti les tambahan untuk kelas 12 sebagai persiapan masuk universitas. Hal yang paling Magnolia suka adalah kelas tempat Malik dan Dimas belajar tidak jauh dari lapangan voli, sehingga sesekali dia bisa mengintip aktivitas di dalam kelas meskipun harus memicingkan mata demi melihat apa yang sedang gebetannya lakukan.

“Yaya, awas.”

Sebuah smash super kuat yang dilayangkan Anita kepada grup Magnolia tidak sempat dihindari oleh gadis lima belas tahun itu. Matanya terlalu fokus melirik kelas Malik padahal dia masih harus berkonsentrasi tinggi karena kelompok mereka sedang berlatih memukul bola voli. Akibatnya Magnolia langsung terjungkal terkena pukulan bola. Begitu teman-temannya mendekat, dia sedang menutupi hidungnya yang mengeluarkan darah.

“Idung gue masih ada, nggak?” tanya Magnolia saat dia berjongkok. Teman-teman satu timnya mulai mengerubungi. Beberapa panik tapi ada juga yang berlari mencari handuk basah dan es batu.

"Nggak tahu, lo tutup pake tangan kayak gitu." seru Anita, si kapten tim grup lawan. Dia yang melakukan pukulan tadi, tetapi tidak menyangka kalau Magnolia lengah. Tidak biasanya gadis itu lalai menyambut bola.

"Ada darah, tuh." Ria, rekan satu tim Magnolia yang ikut berjongkok, membantu memeriksa bekas pukulan di hidung Magnolia.

"Copot hidung gue." Magnolia menahan tangis, "ntar nggak bisa napas."

Beberapa rekan latihan Magnolia saat itu menjadi amat panik. Mereka yang sudah berhasil menemukan handuk bersih dan tisu segera melakukan pertolongan pertama sementara Ria telah lebih dulu membalas saat Magnolia menjauhkan tangan dari hidung.

"Nggak mungkinlah copot. Kalau gepeng, iya."

Wajah panik Magnolia tidak bisa ditutupi lagi terutama setelah pelatih mereka datang dan memeriksa keadaan anak asuhnya.

"Kenapa ini?"

***

(Unpub Acak )Ketika Cinta Lewat Depan RumahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang